"Sergio?" ujar Liv.
Ternyata bukan Ashley lah yang sedang berdiri di depan pintu apartemen itu, melainkan Sergio. Pria itu tengah berdiri di ambang pintu sambil terdiam dan menatap Liv dengan intens. Wanita itu tampak terkejut ketika melihat Sergio tengah berada di depan apartemennya dan masih menggunakan setelan jas yang biasa ia gunakan ke kantor.
Seingat Liv, sinar matahari masih masih menembus masuk ke dalam ruangan apartemen itu. Namun, mengapa Sergio berada di tempat ini? Bukankah seharusnya pria itu masih bekerja?
"A-apa yang...kau lakukan di sini?" ujar Liv.
Sergio masih terdiam sambil menatap Liv. Pria itu tidak menjawab pertanyaan Liv dan hanya menatap wajah wanita itu dengan lekat. Di sisi lain, Liv tidak dapat menebak apa isi kepala Sergio saat ini. Pria itu terlihat marah, sedih, kecewa, dan...Entahlah! Liv tidak dapat menerkanya.
Liv dan Sergio tampak terdiam dan saling menatap. Tidak ada satu pun dari keduanya yang memulai pembicaraan. Wanita itu benci situasi semacam ini dan memutuskan untuk segera mencairkan suasana canggung itu.
"A-apakah ada sesuatu yang salah?" ujar Liv. "Apakah...ada pekerjaan yang harus aku serahkan kepadamu?"
Tiba-tiba saja, Sergio terlihat mendengus kesal ketika mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Liv. Pria itu tidak habis pikir bagaimana Liv bisa setenang itu, seakan-akan tidak terjadi apapun kepadanya.
Padahal, sejak pagi tadi, setelah Brie memberikan info bahwa Liv tidak muncul di kantor, Sergio pun berusaha untuk menghubungi seluruh pihak yang sekiranya beririsan dengan Liv. Pria itu berusaha untuk menghubungi Jonah, Nick, bahkan Ashley. Namun, tidak ada satupun pihak yang mengetahui keberadaan Liv.
Dengan informasi mengenai nomor telepon genggam Liv yang diperoleh dari Ashley, Sergio mencoba untuk menghubungi nomor telepon genggam wanita itu. Namun, tidak ada satupun panggilan telepon yang dijawab oleh Liv. Sergio pun akhirnya memutuskan untuk pergi menghampiri apartemen Liv untuk memeriksa kondisi wanita itu.
Jujur saja, pria itu cukup khawatir jika Liv akan melakukan sesuatu yang akan menyakiti dirinya sendiri. Apalagi, setelah insiden kemarin di kantor bersama Joshua yang tampaknya cukup mengguncang mental Liv.
"Ada yang salah katamu?" ujar Sergio. "Cih! Apa aku perlu memberitahumu apa yang salah?"
Liv tampak terdiam sambil menatap wajah Sergio dengan lekat. Tiba-tiba saja, pria itu terlihat begitu marah dan melontar kata-kata yang terdengar begitu menyebalkan di telinga Liv. Entah mengapa Sergio tampak begitu marah kepada Liv. Apakah pria itu memang datang ke apartemen Liv hanya untuk memaki-makinya?
Liv hanya mampu untuk menghela nafasnya. Sesungguhnya, suasana hati Liv sudah cukup buruk dan wanita itu pun tidak memiliki energi untuk berdebat dengan Sergio. Liv hanya ingin berdiam dengan tenang. Itu saja.
"Jika kau datang ke tempat ini hanya untuk memakiku, sebaiknya kau pergi sekarang juga." ujar Liv. "Aku sangat lelah."
Liv memegang daun pintu apartemennya dan berniat untuk menutupnya agar Sergio segera mengangkat kakinya dari tempat itu. Namun, dengan sigap, pria itu menahan pintu itu dan mendorongnya kembali agar tetap terbuka. Liv cukup terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Sergio. Kini, giliran wanita itu yang terlihat begitu marah.
"Apa yang sebenarnya kau inginkan, huh?" ujar Liv.
"Mengapa kau selalu melakukan semacam ini?" ujar Sergio. "Membuat semua orang mengkhawatirkanmu. Apa memang kau senang menyakiti dirimu sendiri?"
Kedua mata Liv tampak membulat ketika mendengar ucapan Sergio. Senang menyakiti diri sendiri katanya? Liv tidak mengerti mengapa Sergio mengatakan hal seperti itu, seakan-akan pria di hadapannya itu sangat memahami apa yang telah dilalui oleh Liv.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suddenly You
RomanceKehidupan seorang Olivia Miles yang dipenuhi dengan drama itu pun berubah drastis ketika wanita itu bertemu dengan Sergio Beckford, seorang milyuner muda yang memiliki kepribadian yang menakjubkan. Pertemuan yang diawali dari sebuah ketidaksengajaa...