Kebaikan di tempat yang salah hanya akan menjadi keburukan
-Faisal Khasan-Faisal mendorong kursi roda Binar ke dalam kamar lalu menutup pintu kamar. Sedangkan Binar merasa takut berdua saja dengan suaminya, terdengar aneh memang, tapi itulah yang dirasakan Binar.
Sebisa mungkin Binar tidak menatap ke arah Faisal dan memilih memandang ke arah lain, namun suaminya malah menarik kursi rodanya ke depan suaminya yang sedang duduk di tepi kasur. Faisal menekan dagunya hingga ia hanya bisa menatap Faisal saja.
"Baru sehari kau di sini, tapi kau sudah membuat orang lain membencimu?"
"Aku tak bersalah, aku hanya berbuat baik membantu Liya."
"Namun tak ada yang suka kebaikanmu di sini jadi jangan urusi kehidupan orang lain, urusi saja hidupmu, kau mengerti?"
"Kenapa? Bukankah sebagai sesama manusia harus saling membantu, apa sekejam itu anggota keluarga ini hingga tak punya hati nurani untuk melakukan kebaikan?"
Binar tak habis pikir dengan ucapan suaminya yang menghalanginya berbuat baik, ia pikir ia hanya akan hidup bagai di Neraka. Tapi ia salah, karena bukan rumah ini saja yang mirip dengan Neraka tapi penghuninya sudah mirip dengan iblis juga.
Sedangkan Faisal mendengus kesal saat istrinya terus saja membantah kata-katanya, Binar adalah istri yang paling sulit menurut padanya.
"Ikuti saja kata-kata, Binar. Dengan begitu hidupmu akan lebih tenang."
"Aku tak mau, jika aku tak menolong Liya maka dia akan celaka."
"Biarkan saja hal itu terjadi, bukankah ibunya sendiri tak peduli pada Liya, lalu kenapa kau peduli?"
"Cara bicaramu seakan kau bukan siapa-siapa, Liya. Selain Puteri Levron, Liya juga Puterimu. Bagaimana bisa kau mengatakan hal itu?"
Entah pria macam apa yang dinikahi Binar, Faisal seperti manusia tanpa hati, bahkan tak terlihat menyayangi anaknya sendiri. Semakin lama Binar merasa sesak berada di rumah ini. Binar tak yakin ia bisa bertahan lebih lama lagi di sini.
Bukannya menyadari kesalahannya yang menganggap sepele nyawa anaknya sendiri, Faisal malah tertawa seakan ada yang lucu. Binar berusaha menahan diri agar tidak memukul Faisal karena emosi dengan respon pria itu.
"Aku bisa mendapat anak dari perempuan mana pun. Jika anakku meninggal, maka tinggal buat lagi. Itulah gunanya kau dan tiga istriku."
"Kau gila, Faisal. Seharusnya aku tak terkejut dengan ucapanmu, melihat bagaimana dirimu yang menikahi empat perempuan, membuatku paham bahwa kau belum mengenal cinta dan kehilangan. Karma itu ada, Faisal. Suatu saat ketika kau merasakan cinta pada perempuan, kau pun akan merasakan kehilangan."
Binar tak bisa lagi menahan dirinya untuk tidak berkata kasar pada Faisal, ia menatap penuh kebencian pada suaminya. Sedangkan Faisal langsung terdiam mendengar perkataan Binar lalu mendekatkan wajahnya ke arah Binar.
Binar ingin mundur karena jijik berdekatan dengan Faisal namun Faisal menahan wajahnya dan berbisik di telinganya.
"Semua di Dunia ini bisa aku miliki, termasuk dirimu. Jaga bicaramu padaku atau kau akan mendapat hukuman yang berat."
"Tidak semua, Faisal. Dulu aku pun mengira hal yang sama, aku terlahir dari keluarga kaya, aku sempurna secara fisik, aku cantik, cerdas, kaya, tapi satu kejadian mengubah hidupku. Tuhan menunjukkan bahwa kesempurnaan bukan milik manusia. Saat kakiku lumpuh, tak ada lagi kesempurnaan karena impianku menjadi atlet lari sudah lenyap."
Seharusnya Binar tak menangis di depan Faisal namun ia tak bisa menahan air mata dan isak tangisnya saat mengenang tragedi tersebut. Saat ia terjatuh ketika berlari dan kakinya tak bisa digerakkan lagi.
Pertama kalinya Faisal melihat perempuan menangis di depannya, ia terlahir dari keluarga yang memiliki didikan keras sehingga tak boleh ada yang menangis di depan orang lain. Ketiga istrinya bahkan tak pernah menangis di depannya saat ia menikah lagi. Sehingga saat melihat Binar menangis, Faisal tak tahu harus melakukan apa dan memutuskan pergi meninggalkan Binar.
[][][][][][][][][][][][][][][][][][][][]
Tangerang, 13 September 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Terakhir
RomanceBinar sudah terbiasa hidup bergantung pada kursi roda semenjak umur sepuluh tahun. Sejak saat itu kepribadiannya berubah, tak ada ada lagi keceriaan dan tawa, yang ada hanya kesedihan. Mimpi menjadi seorang atlet pun kandas karena satu tragedi palin...