Bab -12-

48.2K 4K 34
                                    

Saat seseorang menyerah pada kehidupan maka ia sudah siap untuk menyambut kematian
-Binar Swastika-

Faisal pulang ke rumah saat pukul tujuh malam, semua anggota keluarga sudah menunggunya di meja makan, semua istrinya menyambutnya dengan senyum bahagia dan sapaan ramah kecuali Binar. Istri keempatnya itu tidak ada di meja makan, emosi langsung menguasai dirinya dan tangannya mengepal kuat saat Binar kembali berulah dan tak menuruti peraturan yang ia buat yaitu selalu sarapan dan makan malam di meja makan bersama anggota keluarga lain.

"Binar kemana?"

"Kamu selalu saja bertanya tentang perempuan cacat itu."

"Perempuan yang kamu panggil cacat adalah Istri saya dan dia punya nama, namanya adalah Binar Swastika."

Levron mendengus kesal saat Faisal kembali membela Binar. Suasana yang awalnya tenang menjadi mencekam karena aura kemarahan yang keluar dari diri Faisal.

"Saya bertanya Binar kemana?! Kenapa dia engga ikut makan malam?!"

Faisal yang tidak punya banyak stok kesabaran pun akhirnya melampiaskan amarahnya dengan berteriak dan memukul meja dengan keras hingga menimbulkan suara nyaring dan membuat alat makan di meja bergoyang. Semuanya pun terkejut dengan bentakan Faisal dan jadi takut menjawab. Namun tidak dengan Anjani, anak perempuan itu tak takut lagi pada ayahnya setelah tahu bahwa ayahnya tidak menyayangi nya dan bersikap kejam padanya.

"Tante Binar ada di kamarnya. Dari tadi siang belum keluar kamar."

Tanpa mengatakan apapun, Faisal langsung berbalik badan dan berjalan ke arah kamar istri keempatnya. Yang lain pun menghela nafas lega karena Faisal sudah pergi dan akan memarahi Binar, bukan mereka. Namun tidak dengan Liya dan Anjani yang kasihan pada tante mereka.

Saat hendak masuk ke dalam kamar Binar ternyata kamar itu dikunci. Faisal pun langsung memukul pintu tersebut sambil berteriak memanggil nama istrinya.

"Binar, buka pintunya!"

Tadinya Faisal hendak mendobrak pintu karena mengira istrinya tak akan membuka pintu namun ia salah, Binar langsung membuka pintu dan menatap datar ke arahnya. Faisal pun langsung masuk ke dalam dan mengunci pintu agar tak ada yang melihat pertengkaran mereka.

"Kenapa kamu tidak makan malam?!"

"Kau berani melawan perintahku?!"

"Ingat posisimu, Binar! Kau adalah Istriku, kau harus menurut padaku, kau tinggal di rumahku jadi turuti semua peraturan di rumahku!"

Binar tetap diam walaupun sudah dibentak oleh Faisal bahkan walaupun Faisal mencengkram pergelangan tangannya dengan kuat, Binar tetap diam. Hal itu membuat Faisal semakin marah.

"Bicara, Binar! Kau lumpuh, bukan ....

"Ya! Aku lumpuh! Puas kau?!"

Faisal terkejut saat Binar tiba-tiba berteriak dan memotong ucapannya, tatapan marah dan penuh emosi terlihat jelas di mata istrinya. Tidak biasanya Binar akan bersikap seperti ini saat dimarahi, biasanya Binar akan diam, meminta maaf, lalu menuruti keinginannya. Bukannya balas marah dan berteriak padanya.

"Kau marah padahal kau yang salah, hebat sekali."

"Aku sedang tak ingin bertengkar denganmu, Faisal. Keluar dari kamarku."

"Kau tidak bisa mengusirku. Aku suamimu!"

"Kau terus mengatakan bahwa kau suamiku, tapi kau tak pernah bersikap seperti seorang suami. Kau selalu menuntut aku menjadi istri yang patuh, baik, dan sabar untukmu. Tapi kau tak pernah menghargaiku, tak pernah peduli padaku, tak pernah menyayangi sebagai seorang istri. Aku muak dengan pernikahan ini, Faisal!"

Binar tahu percuma bicara panjang lebar dengan suaminya karena suaminya tak akan memahami penderitaannya. Namun Binar sudah lelah memendam semua penderitaan ini di hatinya hingga menumpuk dan perlahan menjadi racun untuk tubuhnya. Binar hanya ingin mengungkapkan semua rasa lelah, sakit, kecewa, dan putus asa yang ia alami selama ini namun sayangnya semua itu tumpah pada orang yang salah.

Faisal masih diam mematung sambil menatap tak percaya ke arah Binar. Binar pun menggerakkan kursi rodanya menuju ke lemari, ia mengeluarkan dan melempar satu persatu medali, piala, dan piagam kemenangan lomba larinya ke arah Faisal tanpa peduli jika barang itu akan mengenai Faisal dan melukai pria itu.

"Itu semua mimpiku!"

"Itu semua harapanku!"

"Itu semua tujuan hidupku!"

"Tapi sekarang lihat aku, aku cacat. Aku bahkan selalu jijik ketika melihat diriku di cermin. Aku selalu merasa tak berguna!"

"Mereka semua menghinaku tapi aku tetap diam! Mereka semua menertawakan mimpiku yang kandas dan aku pun tetap diam! Tapi bagaimana aku bisa diam jika orang yang seharusnya memberiku semangat, orang yang seharusnya melindungi, mencintaiku, dan membahagiakan ku pun melakukan hal serupa!"

"Dulu aku memiliki impian memiliki suami seperti Ayahku! Sosok pria yang setia, baik, pengertian, lembut, dan sangat mencintai Ibuku, tapi Tuhan memberikan seorang bajingan yang mesum, tak setia, pemarah, suka main pukul, dan ....

PLAKKK.

Satu tamparan keras mendarat di pipi Binar sebelum ia menyelesaikan ucapannya. Tamparan itu menambah luka di hati Binar sehingga membuat air mata Binar semakin mengalir deras di pipinya.

Sedangkan Faisal tak bisa lagi menahan emosinya mendengar Binar menghinanya. Tak pernah ada perempuan yang berani menghinanya sekasar itu dan menurutnya Binar sudah keterlaluan.

"Tutup mulutmu atau aku akan membunuhmu detik ini juga."

"Bunuh aku! Ambil pisau di dapur atau cekik leherku! Kau sudah terbiasa kan melakukan hal itu?!"

Faisal pikir ia sudah berhasil menutup mulut Binar dengan sebuah tamparan namun tidak, istrinya masih terus lanjut bicara bahkan menantangnya. Seharusnya Faisal melakukan apa yang perempuan itu minta, tapi ada sesuatu yang menghalanginya melakukan hal itu. Ia pun tak tahu apa yang menghalanginya.

"Hentikan semua drama ini, Binar. Percuma kau menangis di depanku, kau tidak akan bisa membuatku merasa simpati pada penderitaanmu."

"Tanpa perlu kau beritahu, aku pun tahu tentang itu. Mana mungkin seorang Iblis bisa merasa kasihan pada manusia?"

"Binar!"

Akhirnya Faisal memutuskan mengikuti keinginan emosinya dan menendang kursi roda Binar hingga mundur dan membuat kepala Binar membentur tembok hingga berdarah. Setelahnya Faisal pergi begitu saja tanpa peduli dengan luka yang telah diciptakannya pada Binar.

Tanpa Binar dan Faisal ketahui, Elis sudah menunggumu sedari tadi di depan pintu, Elis merasa khawatir pada Binar setelah mendengar bahwa tuan Faisal sedang memarahi Binar karena tak gabung makan malam. Namun selama ia depan pintu, ia tak mendengar apapun karena kamar tersebut kedap suara. Saat melihat pintu bergerak, ia buru-buru bersembunyi dan masuk ke dalam saat tuannya sudah pergi.

Firasat buruknya terbukti benar saat melihat tangan Binar yang memegang kepala dipenuhi darah, perlahan kesadaran majikannya menghilang dan hampir jatuh dari kursi roda kalau saja ia tak segera menahan tubuh Binar.

"Nona, kenapa?"

"Nona, tolong bertahan. Saya akan membawa Nona ke rumah sakit."

"Nona harus kuat."

Elis jadi panik melihat kondisi Binar, ia tak habis pikir dengan yang dilakukan tuannya hingga Binar berakhir dengan kondisi separah ini. Ia pun langsung memanggil pengawal untuk membantunya membawa Binar ke rumah sakit. Ia harap dirinya belum terlambat menyelamatkan nyawa Binar.

[][][][][][][][][][][][][][][][][][][][]

Tangerang, 14 September 2021

Istri TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang