Bab -72-

34.9K 2.5K 221
                                    

"Karma tabur tuai itu ada, kita yang menentukan apa yang ditabur dan Tuhan yang menentukan kapan kita menuai hasil."
-Aruna Swastika-

ADA YANG MAU DOUBLE UPDATE GA?!
.........................

Setelah kehidupan Berlin dan keponakannya membaik, Aruna memutuskan untuk menemui orang tuanya. Ia ingin menanyakan pada orang tuanya tentang mereka yang tak lagi menganggap Berlin dan Lefi sebagai putri mereka hanya karena keegoisan mereka. Walaupun kecewa pada keputusan orang tuanya, namun Aruna merasa khawatir pada orang tuanya karena tak pernah mengangkat panggilan darinya dan tak membalas pesan nya. Ia juga ingin memeriksa kondisi mamanya setelah tahu kebenaran ini, ia takut terjadi sesuatu yang buruk pada mamanya karena mentalnya tak siap menerima fakta bahwa yang hidup adalah Berlin, bukan Binar.

Mobil Aruna berhenti di depan rumah orang tuanya, keningnya berkerut bingung saat pintu rumah tertutup rapat, biasanya terbuka. Ia berjalan masuk ke dalam dan hendak naik tangga menuju kamar orang tuanya namun salah satu pelayan menyapanya hingga ia berbalik badan.

"Nona Aruna, apa kabar?"

"Kabar ku baik, kabar Bibi bagaimana?"

"Puji syukur, baik juga. Mau ketemu Nyonya dan Tuan ya?"

"Iya, Mama ada di rumah kan?"

"Engga ada, Non. Satu jam yang lalu pergi."

"Pergi kemana, Bibi?"

"Katanya mau menemui Nona Berlin dan Nona Lefi."

Seketika tubuh Aruna langsung diam mematung mendengar ucapan pembantunya, seharusnya orang tuanya sudah sampai di rumahnya karena ia yakin orang tuanya tahu keberadaan adiknya di rumahnya. Jarak rumahnya dan orang tuanya memang tidak dekat, namun dalam waktu setengah jam sudah sampai. Lalu sekarang kemana orang tuanya pergi?

"Oh gitu, terima kasih atas infonya, Bi."

"Baik, Non. Bibi lanjut kerja dulu ya, Non."

"Iya, Bi."

Setelah kepergian pembantunya, Aruna langsung menelepon Lefi, ia merasa khawatir pada orang tuanya saat ini karena saat ia pergi ke sini, orang tuanya belum sampai di rumahnya.

"Lefi, Mama dan Ayah ada di rumah ga?"

"Engga ada, Kak. Kok Kakak bertanya demikian? Mama dan Ayah engga mungkin datang ke sini."

"Kakak lagi di rumah orang tua kita, tapi kata pembantu, Mama dan Ayah pergi ke rumah aku dari sejam yang lalu."

"Kalau Mama dan Ayah engga ada di rumah Kakak dan di rumah utama, lalu kemana mereka, Kak?"

Aruna bisa merasakan kepanikan adiknya dari nada suaranya, meskipun sedang bertengkar dengan orang tua namun saat keberadaan orang tua hilang, pasti anak akan khawatir dan panik karena ikatan darah dan ikatan batin antara anak dengan orang tuanya sangat kuat.

"Kakak juga engga tahu, Kakak akan coba cari Mama dan Ayah. Kalau mereka sudah sampai ke rumah, beritahu Kakak. Ingat, jangan kasih tahu Berlin tentang hal itu, beban Berlin sudah banyak dan kabar ini bisa membuat kondisinya memburuk."

"Baik, Kak."

Lalu panggilan tertutup dan Aruna keluar dari rumah sambil terus menghubungi nomor orang tuanya, dua kali tak diangkat dan yang ketiga kalinya akhirnya diangkat, Aruna tersenyum bahagia dan berhenti jalan untuk fokus bicara pada orang tuanya.

"Mama dan Ayah dimana? Aruna lagi di rumah, kata pembantu kalian pergi ke rumahku, tapi kenapa belum sampai ke rumahku? Kalian baik-baik saja kan?"

"Maaf, ini dari pihak Medika Hospital, kami menelepon menggunakan ponsel orang tua Anda karena orang tua Anda mengalami kecelakaan di Jalan Pangalila, Ayah Anda meninggal dunia di tempat dan Ibu Anda sedang dalam kondisi kritis. Tolong segera datang ke rumah sakit untuk mengambil jenazah."

[][][][][][][][][][][][][][][][][][]

Flashback...

Di dalam mobil, seorang perempuan cantik bernampilan seksi sedang sibuk minum wine dari botol dan menyetir di saat bersamaan. Perempuan itu baru pulang dari Club setelah terkapar di kamar hotel karena mabuk parah semalam, namun ia kembali mabuk untuk melampiaskan kesepiannya.

"Faisal sialan!"

"Arman brengsek!"

"Berlin licik!"

"Levron pengkhianat!"

"Aku benci kalian semua! Kalian telah menghancurkan hidupku! Kalian memisahkan aku dari Putriku!"

Septhi berteriak penuh amarah di dalam mobil, ia sudah kehilangan kesadarannya akibat alkohol bahkan mobil yang ia kendarai mulai bergerak tak teratur. Setiap kali ada mobil di depannya maka Septhi akan membunyikan klakson tanpa peduli pengendara lain terganggu dengan sikapnya.

Air mata menetes di pipinya saat ingat kehidupannya yang sekarang, ia hidup sendirian, berstatus janda setelah diceraikan oleh Faisal, dilarang menemui putrinya, dan tak ada yang peduli padanya. Ia benci mengakui jika dirinya yang sekarang bagaikan orang tak berguna dan tak diharapkan kehidupannya di dunia ini.

"Aku punya harta tapi tak punya cinta."

"Kenapa hidupku menderita? Seharusnya aku tetap menjadi Istri Faisal, tetap bersama Anjani dan tetap bahagia, jika saja Berlin dan Arman tak datang di hidupku! Mereka berdua adalah parasit yang menghancurkan hidupku!"

"Takdir tidak adil padaku!"

Di saat Septhi terus merutuki kehidupannya dan menyalahkan orang-orang di sekitarnya, di sisi lain pada mobil lain, terdapat sepasang lansia yang merupakan suami istri. Mereka berdua saling terdiam karena mencemaskan satu hal, sedangkan supir sedang fokus menyetir.

"Apa mereka mau menyambut kita, Jacob?"

"Mereka anak-anak kita, pasti mereka akan menyambut kita dengan bahagia."

"Apa aku terlalu jahat karena menampar dan memarahi Berlin saat itu?"

"Wajar kau bereaksi demikian, selama ini kau mengenal Berlin sebagai Binar."

"Aku kesepian karena anak-anak tak ada di rumah, Lefi dan Berlin tak pernah menghubungi kita lagi, bahkan sekedar mengirim pesan pun tidak, mereka benar-benar melupakan kita. Sedangkan Aruna, aku malu untuk bicara padanya setelah apa yang ku lakukan pada dua Putriku yang lain."

Carol menatap berkaca-kaca ke arah ke suaminya lalu menangis saat teringat apa yang terjadi beberapa hari belakangan ini, Jacob memeluk istrinya dan mencoba menenangkan istrinya. Sekarang mereka sedang perjalanan ke rumah Aruna karena yakin Lefi tinggal di rumah Aruna. Baru mereka akan menemui Berlin di rumah Faisal. Mereka belum tahu apa yang menimpa hubungan Faisal dan Berlin.

Selama berminggu-minggu, Carol perlahan-lahan sadar bahwa ia menyayangi Berlin meskipun tanpa identitas Binar. Di usia senjanya, ia tak bisa hidup berdua saja dengan suaminya, terlebih saat mendengar kabar Berlin sudah melahirkan, ia ingin melihat cucunya. Ia ingin memperbaiki hubungannya dengan putri-putrinya dan berharap putri-putrinya mau memaafkan kesalahannya. Jacob pun demikian, setelah sang istri mau menerima Berlin, ia sadar bahwa ia adalah sosok ayah yang jahat dan tak bertanggung jawab.

"Semuanya akan membaik setelah kita meminta maaf pada Putri-Putri kita. Tenang saja, Carol."

Mendengar ucapan suaminya, hati Carol merasa lega. Mobil mereka berbelok ke kanan namun supir tak melihat ada mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi dari arah seberang hingga terjadi benturan keras antara dua mobil tersebut, mobil orang tua Berlin dan mobil Septhi yang tak fokus menyetir sehingga tak menyadari ada mobil yang hendak menyebrang.

Flashback Off

[][][][][][][][][][][][][][][]

Tangerang, 04 Juli 2022

Istri TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang