Bab -69-

26.5K 3.6K 156
                                    

"Apa kebencianmu padaku telah menghilangkan hati nuranimu pada darah dagingmu sendiri?"
-Berlin Swastika-

TARGET: 2100 ATAU 2,1 K VOTE!
...............................

Amarah dan emosi dalam Faisal langsung surut saat membaca isi diary tersebut, raut wajahnya berubah jadi terkejut dan setiap lembar yang ia buka membuat tangannya bergetar karena setiap halaman mengandung rasa sakit tersendiri untuk siapa pun yang membacanya.

"Aku ingin menjadi Berlin, tapi Ayah terus memaksaku jadi Binar. Aku tak suka saat orang-orang mengasihani kakiku karena aku tak lumpuh. Mama selalu membahas mimpi Binar yang kandas padaku padahal aku tak suka menjadi atlet lari, aku ingin jadi penulis."

Faisal berhenti membaca diary tersebut saat terdengar suara ketukan pintu, ia terlihat bingung harus melakukan apa saat ini, pikirannya terus tertuju pada Berlin hingga akhirnya kesadarannya menghilang perlahan dan tubuhnya ambruk di lantai.

[][][][][][][][][][][][][][][][][][]

Dokter selesai memeriksa Faisal yang pingsan dan menunggu Faisal terbangun untuk memberitahukan kondisi Faisal saat ini. Tak lama kemudian pria itu terbangun dan menatap bingung ke arah sekitar kamarnya yang rapi, seingatnya tadi ia berada di kamar Berlin.

"Apa yang kau rasakan saat ini, Faisal? Semakin terasa pusing?"

"Iya, bagaimana keadaanku, Dokter?"

Melihat dokter ada di kamarnya, Faisal pun ingat saat menyuruh dokter itu datang ke rumahnya lewat pelayannya. Ia berusaha duduk dan kini fokus menatap dokter tersebut.

"Saat ini aku belum bisa menarik kesimpulan mengenai keadaanmu, kau harus datang ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut karena peralatan medis untuk tes kesehatan di rumah sakit lebih lengkap."

"Apa penyakitku parah, Dokter?"

"Datang saja ke rumah sakit agar aku bisa memeriksamu lebih lanjut, jaga kesehatanmu dan jangan banyak pikiran."

"Baik, Dokter."

Faisal menatap kepergian dokter itu dengan tatapan cemas, walaupun dokter itu berusaha menyembunyikan sesuatu darinya namun ia yakin ada yang tak beres dengan kesehatannya. Pikirannya menjadi kalut dan terbagi dua antara Berlin dan kesehatannya.

"Apa yang terjadi padaku?"

[][][][][][][][][][][][][][][][][]

Penyesalan.

Itu yang Faisal rasakan setelah selesai membaca diary milik Berlin. Tak pernah ia sangka, Berlin yang selama ini terlihat kuat di balik kakinya yang lumpuh, ternyata menyimpan banyak rahasia kelam dalam hidupnya.

Ia teringat dengan ucapannya yang kasar pada Berlin saat tahu kebenaran bahwa Binar adalah Berlin. Seharusnya ia tak bersikap demikian, seharusnya ia bisa mengontrol emosinya dan berpikir jernih lalu mendengarkan penjelasan dari Berlin. Ia sudah terlalu jahat karena membuat Berlin menangis, ia sudah kejam karena tak membiarkan Berlin menemuinya untuk menjelaskan semuanya.

"Lagi dan lagi, aku kembali menyakiti perempuan, aku memang biadab."

"Aku mencintai Berlin, seharusnya aku menjadi pria yang mendukungnya sebagai suami, bukan pria yang menghinanya."

"Bodoh!"

"Apa yang harus aku lakukan setelah ini? Menemui Berlin?"

"Tapi apakah dia masih mau melihat wajahku setelah apa yang aku lakukan padanya?"

"Apa dia sudah membenciku?"

Begitu banyak pertanyaan dalam benak Faisal tentang perasaan Berlin padanya sekarang. Ia hendak menelepon Berlin namun tak jadi karena merasa tak pantas untuk meminta maaf lewat telepon, ia harus bicara langsung pada Berlin.

Istri TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang