Bab -38-

40.4K 3.6K 8
                                    

"Kelemahanku saat orang-orang yang ku sayangi meninggalkanku untuk selamanya dan mengingatkanku pada kehilangan di masa lalu."
-Binar Swastika-

Faisal terdiam di kamarnya, merenungi apa yang baru saja terjadi dalam hidupnya, dalam sehari ia kehilangan istri dan anaknya. Hal itu membuat ia selalu dibayangi rasa bersalah terlebih ucapan Binar benar dan terus memupuk rasa bersalahnya padahal sudah sebulan sejak kematian istri dan anaknya namun ia masih belum bisa melupakannya.

"Faisal, buka pintunya!"

"Binar pingsan!"

Ucapan dari suara yang ia kenal sebagai suara Septhi membuat ia buru-buru berdiri dan membuka pintu, terlihat wajah Septhi sudah pucat pasi sambil menunjuk ke arah kamar Binar.

Faisal pun langsung berlari ke kamar Binar dan menemukan istri terakhirnya itu sedang berbaring di kasur dan tak bergerak sedikit pun, ia pun berusaha membangunkan Binar dengan menggoyangkan tubuh istrinya dan terus memanggil istrinya.

"Binar, bangun."

"Jangan membuatku takut, katakan sesuatu padaku, Binar."

"Jangan membuatku merasa bersalah karena kehilangan lagi, Binar."

Berbagai usaha Faisal tampak tak berhasil karena Binar masih tak sadarkan diri. Septhi dan Faisal pun semakin khawatir dengan kondisi Binar, kejadian ini seakan menjadi rekaman ulang kejadian Shinta satu bulan lalu.

"Bagaimana ini bisa terjadi, Septhi?"

"Aku tak tahu, aku tadi berniat mengajak Binar sarapan bersama namun saat aku membuka pintu, kondisi Binar sudah seperti ini."

"Kita harus membawa Binar ke rumah sakit segera."

"Aku setuju, Faisal. Aku takut hal buruk terjadi pada Binar."

Faisal menggendong tubuh Binar dan berjalan cepat keluar dari kamar dan rumah, Septhi pun mengikuti dan langsung menyiapkan mobil. Mereka pun pergi ke rumah sakit dengan Septhi yang mengemudikan mobil sedangkan Faisal duduk di kursi belakang dan terus memeluk Binar.

"Aku mohon, Binar. Jangan hukum aku dengan cara seperti ini, jangan tinggalkan aku."

Ucapan Faisal yang terdengar begitu sedih membuat Septhi menoleh sejenak ke arah spion depan untuk melihat Faisal dan betapa terkejutnya ia saat melihat Faisal menangis. Dua kali ia melihat Faisal menangis dalam waktu dekat ini, padahal Faisal bukan tipe pria lemah yang akan menangis, setiap kejadian baik yang menyedihkan atau kejadian buruk tak mampu membuat Faisal menangis. Tapi Aruna, mendiang anak Faisal mampu membuat Faisal menangis karena rasa bersalah. Tapi, Binar? Bukan Faisal penyebab Binar berakhir demikian, selama sebulan ini keadaan keduanya membaik walaupun masih bersikap dingin pada satu sama lain, apakah ini tanda bahwa Faisal mulai menaruh rasa pada Binar? Begitu banyak pertanyaan di benak Septhi hingga ia hilang fokus dan hampir menabrak mobil di depannya jika saja tak cepat banting setir. Faisal pun syok dengan baru saja terjadi lalu memarahi Septhi.

"Fokus, Septhi! Kau mau kita bertiga mati saat ini juga?!"

"Maaf, Faisal. Aku janji tak akan melamun lagi."

Septhi merasa bersalah karena hampir membahayakan nyawa mereka semua, untungnya mereka sampai dengan selamat di rumah sakit dan Binar langsung ditangani oleh dokter. Beberapa menit kemudian, dokter dan suster keluar dari ruang rawat Binar, sontak Septhi dan Faisal yang sedari tadi menunggu langsung berdiri dan menghampiri dokter untuk tahu apa yang terjadi pada Binar.

"Apa yang terjadi pada Istri saya, Dokter? Apa kondisi Binar parah?"

"Kondisi Pasien tidak parah, hanya saja terlalu banyak mengkonsumsi obat tidur sehingga obat tersebut masih bekerja sampai sekarang. Saya sarankan hentikan pemakaian obat tidur karena tak baik bagi kandungan Pasien. Saya pamit permisi."

"Baik, Dokter. Terima kasih."

Setelah kepergian dokter itu, Faisal dan Septhi hanya bisa terdiam dan merenung, memikirkan sejak kapan Binar memakai obat tidur agar bisa tidur dengan nyenyak karena Binar tak pernah memberitahu mereka.

"Ini semua salahku, harusnya aku bisa memahami kondisi Binar, suasana hatinya, kesedihannya, namun aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku hingga melupakan bahwa Binar butuh seseorang untuk mendukungnya setelah kehilangan Shinta."

"Binar benar, aku adalah seorang pembunuh, setelah Shinta dan Aruna, kini aku berusaha membunuh Binar dengan calon anakku."

"Aku memang bukan pria yang baik, aku adalah penjahat."

Faisal terus menyalahkan dirinya sendiri sambil memukul dinding rumah sakit sebagai pelampiasan rasa bersalahnya. Septhi yang melihat hal itu langsung menahan tangan Faisal dan memeluk Faisal untuk menenangkannya dan memberinya dukungan.

"Ini bukan sepenuhnya kesalahanmu, Faisal. Aku juga ikut bersalah dalam hal ini, jangan lukai dirimu sendiri. Seharusnya kita saling bersatu untuk mendukung Binar, bukan menyalahkan diri sendiri."

"Terima kasih, Septhi. Jika kau tidak ada, mungkin aku sudah gila dengan keadaan ini yang terus menyiksaku."

Setelah mendengar ucapan Septhi, Faisal mulai merasa tenang dan bisa mengendalikan diri, mereka pun masuk ke dalam ruang rawat Binar namun Binar belum bangun sehingga mereka memutuskan menunggu Binar bangun terlebih dahulu, baru akhirnya membicarakan soal obat tidur.

[][][][][][][][][][][][][][][][][][]

Tangerang, 22 Oktober 2021

Istri TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang