Bab -4-

61.1K 4.1K 16
                                    

Jangan memiliki anak
Jika kau tak siap dengan tanggung jawab seorang ibu
-Binar Swastika-

Mungkin perkataan jika dinding punya telinga itu benar. Binar tak mengatakan apapun mengenai pertengkarannya dengan Faisal ke orang lain, bahkan dari pagi sampai siang, ia mengurung dirinya sendiri di kamar dan hanya duduk di kursi roda dekat jendela sambil memandangi pemandangan di luar walaupun dibatasi gorden tipis berwarna putih.

Ia memang sengaja melakukan hal itu agar tak ada yang mengetahui kehadirannya. Namun entah dari mana pertengkarannya dan Faisal tadi pagi tersebar luas kepada tiga istri Faisal. Bahkan Lovren sampai masuk ke kamarnya untuk menghinanya lagi.

"Kasihan sekali hidupmu binar, tak ada yang mencintaimu di Dunia ini, termasuk Suamimu sendiri. Ku pikir tadinya kau spesial bagi Faisal sampai dia bertengkar denganku untuk mendapat restu menikahimu, tapi nyatanya aku salah. Kau bukan lawan yang sebanding untukku."

Menyakitkan memang, tapi Binar tetap diam. Entah sejak kapan, diam menjadi kekuatan Binar untuk menerima semua penghinaan dari orang sekitarnya.

"Ingin menangis? Menangislah sekencang mungkin hingga pita suaramu putus, selamat bersedih, Binar."

Setelahnya Lovren pergi begitu saja dari kamarnya tanpa menutup pintu kamarnya sehingga Binar harus menggerakkan kursi rodanya menuju pintu untuk menutup pintu. Namun saat ia hendak menutup pintu, ia melihat balita perempuan yang ia kenal sebagai Liya sedang berjalan merangkak keluar rumah dan tak ada orang di sekitarnya untuk mengawasi balita.

"Liya!"

"Jangan keluar!"

"Tunggu aku, Liya!"

Binar berusaha secepat mungkin menggerakkan kursi rodanya agar bisa menyusul Liya karena ia takut terjadi hal buruk pada anak tersebut. Namun ia kesulitan mengejar Liya karena ia memang kursi roda.

"Kemana semua orang?"

"Kenapa mereka tidak memperhatikan anak sekecil ini?"

Binar tak habis pikir dengan anggota keluarga di rumah ini yang sibuk pada urusannya sendiri bahkan Lovren yang merupakan ibu Liya pun tak memperhatikan puterinya.

"Liya, awas ada tangga!"

Binar berusaha memperingati balita itu namun percuma karena balita itu tak mengerti maksud ucapannya dan lanjut merangkak sambil tertawa saat melihat kehadirannya, Liya tak menyadari ada anak tangga kecil saat hendak masuk ke teras rumah. Binar pun langsung turun dari kursi roda dan menyeret tubuhnya untuk mendekat ke arah Liya karena berbahaya baginya memakai kursi roda di dekat undakan tangga, bisa-bisa ia yang terjatuh.

"Kau selamat, Nak."

"Syukurlah kau tidak apa-apa."

Binar berhasil mendapatkan Liya dan langsung mendekapnya dengan lembut, untung ia bisa menyelamatkan Liya tepat waktu atau nyawa balita ini terancam jika jatuh dari tangga.

"Liya sayang Tante."

Sepertinya perkembangan antara jalan dan bicara Liya tidak seimbang. Liya sudah pintar bicara, tidak seperti anak kecil seumurannya yang masih cadel, salah sebut, atau sebagainya. Tapi tidak dengan kemampuan berjalannya yang tertinggal dengan anak seumurnya. Liya masih merangkak padahal setahu Binar seharusnya anak seumur Liya sudah bisa jalan.

"Tante juga sayang Liya, jangan main sendirian lagi, Mama kemana, Liya?"

"Mama sedang telepon temannya, Tante."

Helaan nafas kasar langsung keluar dari bibir Binar saat tahu apa yang dilakukan Levron. Istri pertama suaminya itu punya waktu untuk menghinanya namun tak punya waktu untuk anaknya sendiri. Binar tak habis pikir dengan hal itu.

"Ayo, Liya. Kita masuk ke rumah."

"Iya, Tante.

Sambil memeluk Liya dengan satu tangan, Binar berusaha naik ke atas kursi roda. Setelahnya menggerakkan kursi  roda ke arah kamar Liya yang ia ketahui dari denah rumah yang diberikan Elis padanya agar kejadian tadi pagi tak terulang.

Saat masuk ke dalam kamar Liya yang juga kamar Levron, ia melihat Levron sedang sibuk memilih pakaian dan perhiasaan mewahnya, sepertinya hendak pergi ke suatu acara penting.

"Levron."

"Kenapa Puteriku bisa ada bersamamu? Kau menculik Puteriku ya?!"

Levron terkejut saat melihat Liya berada di pangkuan Binar, ia pun langsung merebut puterinya dari Binar dengan kasar sampai Liya ketakutan.

"Aku tidak menculik Liya, kau yang lalai dalam menjaga anakmu, dia hampir keluar rumah sendirian tanpa pengawasan siapa pun, bahkan dia akan terjatuh di tangga teras jika aku tak datang. Jika kau belum siap jadi seorang ibu maka jangan memiliki anak, tanggung jawab seorang ibu itu besar, bukan sekedar main-main."

Sejujurnya Binar sangat kesal dengan Levron yang malah menuduhnya, bukannya berterima kasih, namun ia berusaha menahan diri dan sebisa mungkin menjelaskan dengan tenang pada Levron agar keadaan tak semakin memanas.

"Tak perlu mengajariku bagaimana merawat seorang anak karena kau tak berhak akan hal itu dan kau tidak memiliki anak, keluar dari kamarku sekarang!"

Levron mendorong kursi roda Binar dengan kasar hingga terdorong mundur, namun seseorang di belakang menahan kursi roda Binar sehingga berhenti bergerak mundur. Raut wajah Levron langsung terkejut sekaligus takut saat melihat orang yang membantu Binar.

Sedangkan Binar jadi penasaran akan orang tersebut yang membuat Levron diam seketika. Saat ia menoleh ke belakang, ia melihat suaminya yang seharusnya kerja tapi malah berada di rumah. Binar pun jadi ikut diam bahkan ingin masuk saja ke kamar karena takut kena marah Faisal lagi. Namun Faisal memegang kuat kursi rodanya agar tetap di tempat dan tak bisa bergerak sehingga ia terpaksa berada di antara sepasang suami istri yang mungkin akan bertengkar.

"Begini sikapmu pada perempuan yang telah menyelamatkan Puteri kita?"

"Dia hanya mencari simpati kau saja, Faisal. Dia pura-pura baik, jangan percaya padanya."

"Entah dia pura-pura atau benar-benar baik. Tapi yang aku tahu dia sudah menyelamatkan Liya. Minta maaf dan berterima kasih padanya."

"Aku tidak mau, Faisal. Aku pun tak pernah meminta dia menolong Puteri kita!"

Levron menolak perintah suaminya, jika ia melakukan itu maka harga dirinya sebagai istri pertama dan penguasa kedua setelah Faisal di rumah akan hancur. Terlebih ia tak mau Binar merasa besar kepala.

Binar pun jadi merasa bersalah pada Lovren karena sudah membuat perempuan itu dimarahi oleh Faisal. Ia pun buru-buru bicara agar ketegangan ini berlalu.

"Levron tak perlu melakukan hal itu, Faisal. Aku tak masalah akan hal itu, yang penting Liya baik-baik saja."

"Aku tak meminta pendapatmu, Binar."

Awalnya Binar pikir Faisal sudah baik padanya namun balasan pria itu seakan menunjukkan bahwa ucapannya tak berarti apapun. Ia pun memutuskan untuk diam saja dan menonton pertengkaran suami istri ini.

"Jika kau tak mau meminta maaf dan berterima kasih pada Binar, maka aku tak akan mengizinkanmu pergi dari rumah selama sebulan."

"Faisal, jangan lakukan hal itu. Kau tahu kan aku memiliki banyak kegiatan di luar?"

Levron langsung panik saat mendengar ancaman suaminya dan berusaha memohon pada suaminya agar tidak melarangnya pergi. Di samping itu, ia merasa kesal karena Faisal terlalu peduli Binar.

"Kalau begitu minta maaf dan berterima kasih pada Binar, setelahnya masalah selesai."

"Baiklah, aku meminta maaf dan mengucap terima kasih padamu, Binar."

Dengan terpaksa Levron melakukan perintah Faisal karena tahu suaminya tak main-main dalan mengancam. Bahkan nada bicaranya menunjukkan bahwa ia tidak ikhlas melakukan hal itu. Binar pun tahu hal itu.

Kebencian Levron pada istri keempat suaminya semakin meningkat karena kejadian yang mempermalukan dirinya ini, ia berjanji akan membalas Binar nanti.

[][][][][][][][][][][][][][][][][][][][]

Tangerang, 13 September 2021

Istri TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang