"Hari ini aku berjuang untuk hubungan kita agar saat hubungan ini benar-benar tak bisa diselamatkan, tak ada penyesalan dari diriku."
-Berlin Swastika-TARGET: 3000 VOTE!
....................................Mobil Jarvis berhenti di depan rumah Faisal, Berlin keluar dari rumah lebih dulu dan hendak membuka gerbang namun gerbang tersebut terkunci. Yang lain pun bingung dengan hal itu.
"Pak Satpam, buka gerbangnya, saya mau masuk."
"Maaf, Non Binar. Saya engga bisa buka gerbangnya karena saya diperintahkan oleh Tuan Faisal untuk tidak membuka gerbang bagi Nona Binar dan keluarga."
"Tapi saya harus bertemu Faisal, saya harus menjelaskan sesuatu yang penting padanya, saya mohon, Pak."
"Saya tidak bisa melakukannya, Non. Saya takut dipecat."
Berlin yang awalnya semangat bertemu Faisal menjadi putus asa karena harapannya bertemu Faisal pupus, lalu bagaimana caranya memberitahu Faisal mengenai kebenaran tersebut sedangkan nomornya sudah diblokir tadi pagi oleh Faisal, beserta nomor anggota keluarganya.
"Apa Faisal berangkat kerja hari ini?"
Aruna buka suara untuk bertanya pada satpam tersebut, ia berusaha tetap tenang agar tidak memperkeruh keadaan terutama suasana hati Berlin.
"Tidak, Bu. Tuan Faisal sejak semalam terus mengurung diri di dalam kamar."
Tubuh Berlin langsung lemas saat mendengar jawaban satpam tersebut, tatapan matanya langsung terangkat ke atas, ke arah balkon kamar Faisal, jendela balkon itu tertutupi oleh gorden sehingga ia tak bisa melihat apapun namun entah kenapa Berlin yakin jika Faisal sedang melihatnya dari jendela tersebut.
"SEKALI SAJA DENGARKAN PENJELASANKU DARI FAISAL! BIARKAN AKU MASUK."
Dugaan Berlin benar, Faisal sedang menatap perempuan itu dari atas, namun tak bisa mendengar teriakan nya, tangan Faisal mengepal kuat lalu berbalik badan karena takut pertahanan dirinya gagal karena terlalu lama melihat Berlin. Ia belum siap bertemu Berlin setelah tahu bahwa yang ia nikahi dan berstatus sebagai istrinya adalah perempuan lain.
Di sisi lain, Aruna membujuk Berlin yang masih terus berteriak untuk pulang karena sekarang matahari sudah naik dan cuaca terasa panas, hal itu tidak baik untuk Berlin dan kandungannya.
"Ayo kita pulang, Berlin. Percuma berteriak, Faisal tak akan mendengar. Kita akan berusaha menemui Faisal lain kali saja atau besok saat dia berada di kantor."
Berlin terpaksa setuju walaupun ia masih ingin berdiri di sini, namun ia tak boleh egois dan harus memikirkan kondisi janin nya, kondisinya tak boleh drop karena akan mempengaruhi janin nya. Mereka pun pergi meninggalkan rumah Faisal dengan rencana yang gagal.
[][][][][][][][][][][][][][][][][][]
Berlin sedang duduk di depan meja makan sambil menulis sesuatu di atas kertas. Aruna dan Lefi yang sedang meminum jus mereka dibuat penasaran dengan apa yang ditulis oleh Berlin, sedangkan Jarvis sudah berangkat kerja setelah mengantar pulang tiga perempuan tersebut.
"Apa yang kau tulis, Kak?"
"Aku menulis surat untuk Faisal yang berisi alasanku membohonginya."
"Faisal tak mau bertemu denganmu, lalu kau pikir dia mau membaca surat darimu?"
Walaupun terdengar kejam namun Berlin tahu maksud pertanyaan kakaknya baik untuk memperingatinya akan kemungkinan rencananya berujung sia-sia, Aruna tak mau ia berharap terlalu tinggi.
"Entah Faisal membacanya atau tidak, yang terpenting aku sudah mencoba menjelaskan padanya."
Berlin tersenyum tipis pada kedua saudarinya lalu lanjut menulis surat. Aruna dan Lefi saling pandang lalu menghela nafas kasar secara bersamaan karena melihat kegigihan Berlin untuk menjelaskan pada Faisal.
Selama dua puluh menit, tiga saudari itu hanya diam, Berlin sibuk menulis sedangkan Aruna dan Lefi sibuk menatapnya tanpa berkomentar apapun.
"Sudah selesai, aku pamit ke kantor pos dulu untuk mengirim surat ini."
"Baiklah, hati-hati."
"Iya, Kak."
Berlin dengan semangat berjalan keluar dari hotel setelah mengambil tas kecilnya. Setelah kepergian Berlin, Lefi angkat suara dengan nada cemas dan tatapan iba.
"Bagaimana jika nantinya Kak Faisal tak mau menerima Kak Berlin lagi? Kak Berlin pasti sangat hancur."
"Kau belum memahami Berlin sepenuhnya. Walaupun terlihat rapuh dan takut akan kehilangan Faisal, namun jauh di lubuk hatinya, Berlin sudah siap dengan semua kemungkinan terburuk pada hubungannya dan Faisal. Semenjak kepergian Binar untuk selamanya, tak ada kehilangan lain yang mampu membuatnya sangat hancur. Dia hanya berusaha mempertahankan agar tak menyesal di kemudian hari karena tak berjuang."
[][][][][][][][][][][][][][][][][][]
Tangerang, 11 Februari 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Terakhir
RomanceBinar sudah terbiasa hidup bergantung pada kursi roda semenjak umur sepuluh tahun. Sejak saat itu kepribadiannya berubah, tak ada ada lagi keceriaan dan tawa, yang ada hanya kesedihan. Mimpi menjadi seorang atlet pun kandas karena satu tragedi palin...