BAB -71-

32.4K 4K 368
                                    

"Berjuang itu melelahkan, namun aku tetap melakukannya. Saat perjuanganku tak dipedulikan, maka aku akan berhenti."
-Berlin Swastika-

TARGET: 3 RIBU ATAU 3 K VOTE!

Aku update cerita ini walaupun belum mencapai target karena banyak yang protes cerita ini lama banget engga update.

Mungkin, yang protes itu adalah pembaca baru yang belum paham sistem update cerita aku. Jadi, aku selalu buat target dimana target itu harus terpenuhi dulu dengan kalian vote atau komen, baru aku akan update. Setelah ini jangan protes karena aku sudah jelaskan tentang sistem update.
...................................

Awalnya Berlin bahagia dengan kedatangan pria ini karena mengira Faisal mengutusnya ke sini untuk menjemputnya karena Faisal sibuk dan tak bisa menjemputnya. Namun rasa bahagia itu berubah jadi kecewa dan sedih saat mendengar tujuan Robby datang ke sini. Meskipun berat hati namun ia mengambil dokumen perceraian yang diberikan oleh Robby dan membuka dokumen tersebut, ternyata benar perkataan Robby dan dokumen tersebut sudah ditandatangani oleh Faisal.

"Apa-apaan ini?! Seharusnya Faisal yang datang langsung ke sini dan membicarakan masalah ini! Bukannya bersikap pengecut dengan menyuruh kau datang ke sini!"

"Pergi dari sini dan bawa lagi surat cerai tersebut, katakan pada Faisal bahwa tak akan ada perceraian!"

Aruna yang sudah muak dengan tingkah Faisal, akhirnya meluapkan amarahnya pada asisten Faisal hingga membuat Robby takut. Aruna hendak merebut surat cerai itu dari Berlin untuk dikembalikan pada Robby namun Berlin malah menahan surat tersebut. Semua orang pun terkejut dengan respon Berlin yang di luar dugaan.

"Kak Berlin, berikan surat cerai itu pada Kak Aruna agar dikembalikan pada Kak Faisal."
 
"Tidak perlu, Lefi. Aku dan kalian semua sudah berusaha mempertahankan pernikahan ini dengan sekuat tenaga, namun Faisal tetap pada tujuan akhirnya yaitu bercerai, mungkin ini memang yang terbaik untuk hubungan kami. Katakan pada Tuanmu, aku akan menghubunginya setelah menandatangani surat cerai ini."

Orang suruhan Faisal mengangguk mengerti lalu pamit undur diri. Meninggalkan Berlin yang mendapat berbagai tatapan dari saudari-saudarinya. Mereka masih tak percaya Berlin akan mengambil langkah ini.

"Ini kan yang Faisal inginkan selama ini dariku? Aku akan memberikannya agar dia puas."

[][][][][][][][][][][][][][][][][]

Selama perjalanan pulang dari rumah sakit ke rumah Jarvis, semua orang terdiam di dalam mobil. Tak ada yang bersuara, namun diam-diam mencuri pandang ke arah Berlin untuk melihat raut wajah perempuan itu setelah mengambil keputusan besar untuk hubungannya dan Faisal.

Namun Berlin yang mereka lihat kali ini sangat baik dan tak tertekan lagi, Berlin kembali tersenyum dan mengajak bicara Ankara. Berlin yang merasa diperhatikan oleh semua penghuni di mobil akhirnya balas menatap mereka.

"Kenapa kalian menatapku seperti itu? Apa ada yang salah dengan diriku?

"Kau baik-baik saja kan, Berlin?"

Bukannya menjawab pertanyaan Berlin, Aruna malah balik bertanya karena khawatir dengan adiknya, beberapa minggu ini Berlin berusaha mempertahankan pernikahan ini namun tiba-tiba berubah pikiran, jelas ada yang salah pada adiknya. Pertanyaan Aruna telah mewakili pertanyaan yang lain.

"Aku baik-baik saja, Kak. Kakak, Kakak Ipar, dan Levi tak perlu khawatir dengan keadaanku."

"Tapi, kenapa tiba-tiba Kakak berubah pikiran tentang pernikahan Kakak dan Kak Faisal?"

"Jujur, aku masih mencintai Faisal, tapi aku juga lelah terus berjuang dan mencoba menjelaskan namun tak pernah didengar."

Jawaban Berlin membuat semua orang mengerti jika ini adalah titik terendah dalam hidup Berlin yang penuh perjuangan. Mereka pun kembali terdiam karena ini adalah hidup Berlin dan hanya Berlin yang berhak memutuskan tentang hidupnya. Namun mereka akan mendukung apapun keputusan Berlin.

[][][][][][][][][][][][][][][][]

 Sesampainya di rumah, Berlin langsung masuk ke kamar dan membaringkan bayinya ke dalam box baby yang sudah dibuat oleh saudara-saudaranya sebelum hari persalinannya. Ia duduk di pinggir kasur sambil memandang kertas di tangannya.

"Sekali brengsek, tetap akan brengsek."

"Satu kesalahanku, kau balas dengan menghancurkan duniaku?"

"Bagaimana bisa kau melakukan hal sekejam ini setelah mengatakan mencintaiku dan ingin hidup selamanya bersamaku?"

Tangan Berlin tanpa sadar meremas kuat kertas itu, namun tak sampai merusaknya. Ia berusaha menahan emosinya dan menaruh kembali kertas tersebut di atas nakas. Ia mengambil ponselnya dan menghapus semua kenangan dalam bentuk apapun di ponselnya yang berkaitan dengan Faisal.

Kali ini ia tak akan menangis, sudah cukup air matanya mengalir berhari-hari untuk menangisi pria seburuk Faisal. Ia akan membuktikan pada pria itu bahwa ia tak butuh Faisal dalam hidupnya. Ia bisa hidup tanpa Faisal.

Ia menghampiri box baby dan melihat puteranya yang tenang karena sedang tidur. Tangannya mengusap lembut pipi puteranya sambil membayangkan bagaimana kehidupan puteranya ke depan jika hidup tanpa ayah. Ia sudah terlatih sejak kecil ditinggalkan dan dilupakan orang tercinta dalam hidupnya, namun puteranya masih terlalu kecil untuk memahami rasa sakit itu.

"Kau memberikan nama Putera kita, Ankara Ilker Khasan yang berarti mukjizat berupa anak laki-laki pertama dalam hidup kita, tapi aku akan mengubah arti itu. Ankara tak akan kenal siapa ayahnya. Dia tidak akan pernah hadir dalam hidupmu sebagai Puteramu. Dia hanya Puteraku seorang."

"Kau tidak mengenalku sepenuhnya, Faisal. Kau goreskan luka di hatiku, maka aku akan menggoreskan luka yang sama di hatimu namun bukan dengan tanganku, melainkan dengan tangan Puteraku."

Berlin terdiam sejenak untuk menghela nafas karena dadanya terasa sesak saat mengucapkan hal itu. Ia tak sejahat itu, tapi Faisal memaksanya menjadi jahat. Berlin tidak pernah menyelingkuhi Faisal selama pernikahan mereka dan tak punya anak dari pria lain seperti Septhi, ia juga tak haus akan harta seperti Levron dan mendiang Aruna dulu. Bahkan Berlin tak pernah mau Faisal berada di dekatnya namun pria itu yang selalu memaksakan berada di dekat dirinya hingga cinta tumbuh di hati Faisal. Kalau Faisal sakit hati atas kebohongannya karena merasa ditipu Berlin, apa itu salah Berlin?

Bukan. Itu salah Faisal sendiri. Sama halnya dengan Berlin yang saat ini terpuruk karena diceraikan Faisal, apa itu salah Faisal? Bukan. Itu salah Berlin sendiri dan Berlin sadar akan kesalahannya maka mulai sekarang ia akan memperbaiki kesalahannya.

"Bohong jika aku berharap kau bahagia setelah menceraikan diriku dan membuangku dalam hidupmu. Namun aku yakin bahwa Tuhan ada, Tuhan tak pernah tidur, Tuhan akan membalas semua perbuatanmu padaku, rasa sakitku, perjuanganku yang tak kau pedulikan, dan tindakanmu yang membuangku. Aku berharap saat Tuhan membalas perbuatanmu, aku ada di sana dan menyaksikannya. Menyaksikan karma untukmu."

[][][][][][][][][][][][][][][][]

Tangerang, 12 Mei 2022

Istri TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang