TARGET: 1,5 RIBU / 1.5 K VOTE
___________________"Kau yakin, Berlin? Bukankah ini terlalu cepat?"
Aruna yang sadari tadi menyimak akhirnya bersuara untuk menanyakan keseriusan adiknya. Berlin mengangguk dengan yakin dan tak terlihat ragu. Setelah merenung selama tiga hari ini, Berlin sadar bahwa ini waktunya melepas Faisal.
Faisal yang ia harapkan ada di dekatnya saat masa sulit seperti ini malah tak muncul sedetikpun, bahkan di pemakaman tak ada Faisal. Hingga ia mantap mengambil langkah ini dan semalam menghubungi Faisal untuk bertemu, untungnya Faisal setuju, mungkin pria itu sudah tak sabar bercerai darinya.
"Apa pernikahan kalian tak bisa dipertahankan lagi, Berlin?"
"Sepertinya tidak, Kak. Namun aku akan memberi satu kesempatan lagi untuk pernikahan ini, itu pun jika dia mau melanjutkan pernikahan ini. Soal ke Jerman, aku setuju ikut dengan kalian, lusa kita berangkat kan?"
Lefi dan Aruna tambah terkejut mendengar keputusan Berlin. Dua hari yang lalu, Jarvis mendapat telepon dari neneknya yang meminta pulang ke Jerman untuk mengurus warisan keluarga karena Jarvis adalah penerus keluarga satu-satunya dan pekerjaan sebagai artis hanya jembatan untuk mendekati Aruna yang saat itu sudah menjadi artis. Aruna yang sekarang berstatus sebagai istri Jarvis harus siap ikut ke Jerman dan meninggalkan pekerjaannya, Lefi sudah setuju sejak pembicaraan ini dimulai karena tak ada alasan ia tinggal di Indonesia setelah orang tua mereka meninggal, namun Berlin masih ragu saat itu. Namun kali ini Berlin berubah pikiran dan berpikir sama seperti Lefi.
"Jika Kakak sudah yakin, kami pun tak bisa mengubah keputusan Kakak. Kita mulai hidup baru yang lebih baik ya, Kak."
"Iya, Lefi."
Ketiga saudari itu saling menggenggam tangan satu sama lain, hanya tersisa mereka dan Jarvis dalam keluarga ini. Mereka tak boleh terpecah dan akan selalu bersama selamanya.
[][][][][][][][][][][][][][][][][][]
Saat sampai di restoran, Berlin sudah melihat Faisal duduk di pojok restoran. Ia langsung menghampiri Faisal dan meletakkan dokumen perceraian di atas meja, tanpa duduk karena tak mau membuang waktu. Faisal terkejut dengan kehadiran Berlin yang tiba-tiba.
"Ini surat cerai yang kau inginkan dan sudah aku tanda tangani."
"Duduk dulu dan pesan....
"Tidak perlu, aku ada kesibukan lain setelah ini."
Hubungan mereka kembali ke titik nol saat awal bertemu, saling bersikap dingin dan menatap sinis satu sama lain. Padahal nyatanya hati keduanya ingin saling bersama dan tetap melanjutkan pernikahan ini namun terhalang alasan masing-masing.
"Bagaimana kabar, Ankara?"
"Kondisi Putraku sangat baik tanpa kehadiran Ayahnya."
"Maaf karena belum bisa menemui Ankara."
"Tak masalah, aku paham kau adalah pria yang sangat sibuk. Aku akan menegaskan satu hal padamu, hak asuh Ankara harus jatuh padaku karena aku adalah Ibunya dan sebagai balasannya, aku tak akan menghalangimu menemui atau menghabiskan waktu bersama Ankara karena bagaimana pun kau adalah Ayahnya."
"Aku setuju."
Berlin yang awalnya sudah siap berdebat dengan Faisal jika pria ini memaksa meminta hak asuh Ankara akhirnya dibuat tak percaya karena semudah ini Faisal menyetujui permintaannya padahal saat hak asuh Liya dan Anjani, Faisal mati-matian meminta hak asuh dua putrinya. Apa yang terjadi pada Faisal?
"Satu hal lagi, aku dan Ankara akan pergi ke Jerman bersama keluargaku."
"Kenapa?"
Faisal langsung spontan berdiri karena terkejut dengan kabar ini. Reaksi Faisal membuat harapan Berlin untuk pernikahan ini kembali muncul, namun ia berusaha bersikap tegas dan tak terlihat lemah lagi.
"Kakak Iparku harus melanjutkan warisan keluarganya dan Kakak serta Adikku ikut ke Jerman. Buat apa aku di Indonesia? Lebih baik aku ikut mereka juga dan membawa Ankara."
"Kapan kalian pergi?"
"Lusa. Jujur, Faisal. Aku berharap pernikahan kita masih dilanjutkan, jika kau berubah pikiran, aku tunggu di Bandara jam delapan pagi. Permisi."
Berlin langsung pergi meninggalkan Faisal yang terdiam mematung di tempat sambil menatap sandi kepergian istrinya.
"Jika aku bisa, aku juga ingin mencegah kepergianmu dan melanjutkan pernikahan kita."
[][][][][][][][][][][][][][][]
Lima belas menit lagi waktu penerbangan namun Faisal tak kunjung datang, pihak bandara terus memberikan pengumuman untuk penerbangan selanjutnya agar orang-orang yang sudah memesan tiket segera naik ke pesawat. Namun Berlin dan yang lain masih duduk di kursi tunggu sambil menatap ke arah pintu masuk, berharap Faisal datang walaupun mereka tahu itu tak mungkin, jika memang Faisal berubah pikiran seharusnya pria itu sudah datang ke rumah Aruna, tidak perlu harus menjemput di bandara.
"Dia engga datang, dia serius ingin berpisah dariku."
"Mungkin sebentar lagi, dia akan...
"Sudahlah, Kak. Ayo kita ke pesawat, semuanya sudah berakhir."
"Masih ada lima menit lagi, Kak. Tunggu saja."
Lefi berusaha berpikir positif tentang kakak iparnya namun Berlin langsung menggelengkan kepala, menolak usulan dari adiknya. Aruna yang sedang menggendong Ankara langsung menghela nafas kecewa saat melihat adiknya yang bersedih, lagi dan lagi takdir menyakiti Berlin.
"Kita sudah cukup menunggu, Lefi. Ayo pergi, Faisal tak pantas untuk Berlin."
Jarvis mengambil langkah tegas dengan melangkah maju, Berlin pun mengikuti langkah kakak iparnya dengan langkah pelan sedangkan Aruna menarik paksa tangan Lefi agar lanjut jalan.
Sepanjang jalan menuju pesawat, Berlin terus meneteskan air mata dan untuk terakhir kalinya sebelum masuk pesawat, ia menoleh ke belakang namun tak melihat siapa pun, apalagi yang ia harapkan dari Faisal?
"Selamat tinggal, Faisal."
Bersamaan dengan ucapannya, ia melangkah masuk ke pesawat dan tak menoleh lagi ke belakang. Setelah ini ia akan melangkah maju dan melupakan Faisal serta semua kenangan buruk di Indonesia.
Tanpa Berlin dan yang lain ketahui, Faisal sudah datang sejam sebelum jam penerbangan pesawat yang akan dinaiki Berlin. Bahkan Faisal ada berada di dekat Berlin, ia terus menatap Berlin selama satu jam penuh, namun tak berani menunjukkan diri, setetes air mata mengalir di pipi Faisal saat pesawat Berlin lepas landas dan menandakan akhir dari hubungan ini.
"Selamat tinggal, Berlin."
[][][][][][][][][][][][][][][][]
Tangerang, 14 Februari 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Terakhir
RomanceBinar sudah terbiasa hidup bergantung pada kursi roda semenjak umur sepuluh tahun. Sejak saat itu kepribadiannya berubah, tak ada ada lagi keceriaan dan tawa, yang ada hanya kesedihan. Mimpi menjadi seorang atlet pun kandas karena satu tragedi palin...