Bab -15-

49.6K 3.6K 16
                                    

Perempuan berpikir dengan hatinya
Sedangkan pria berpikir dengan egonya
Sehingga saat perempuan terluka maka akan menangis
Namun saat pria terluka maka akan menyakiti orang yang melukainya
-Faisal Khasan-

Faisal sibuk mencari keberadaan ponselnya, ia lupa dimana terakhir meletakkan ponselnya dan sekarang ia membutuhkan ponselnya untuk menghubungi seseorang. Ia sudah mencari ke setiap ruangan yang ia masuki hari ini namun tak menemukannya. Tapi ia teringat belum mengecek kamar Binar padahal tadi ia masuk ke kamar Binar sebanyak dua kali saat mengecek keberadaan Binar dan menyusul Binar.

"Sepertinya ada di kamar Binar. Lebih baik aku periksa dulu."

Faisal masuk ke dalam Binar dan mencari keberadaan ponselnya, hingga akhirnya ia menemukan ponselnya ada di atas laci, ia pun langsung mengambil ponsel itu namun masih terdiam di tempat melihat botol berisi pil obat.

"Obat apa ini?"

"Apa ini punya Binar?"

"Apa dia sakit?"

Faisal bertanya-tanya sambil menatap botol pil di tangannya. Ia tak memiliki keahlian dalam medis seperti dokter jadi ia tidak mengerti tentang jenis obat. Namun yang membuatnya penasaran akan obat ini adalah Binar yang tak memberitahu soal obat ini. Ia pun menyimpan botol obat itu ke dalam saku jaketnya lalu keluar dari kamar Binar dan masuk ke dalam mobilnya.

"Lama sekali."

"Iya, tadi aku mencari ponsel dulu."

"Oh."

Saat ini Faisal dan Shinta sedang berada dalam mobil untuk pergi ke rumah sakit karena ini jadwal pertama memeriksa kandungan Shinta. Sedari tadi Shinta terus tersenyum manis ke arah suaminya sambil mengusap lembut perutnya yang masih rata. Sedangkan Faisal fokus menyetir namun ia harus menelepon sekretarisnya untuk membahas beberapa proyek penting yang sempat tertunda karena liburan kemarin. Saat di perempatan lampu merah, Faisal langsung memakai earphone dan menyambungkan panggilan ke nomor sekretarisnya. Tepat saat panggilan tersambung, lampu merah berubah jadi lampu hijau, Faisal pun kembali mengemudikan mobilnya menuju rumah sakit sambil berbicara dengan Zidny lewat telepon.

"Halo Zidny, proyek Ranjabar, tempat makan tradisional di Padang bagaimana?"

"....."

"Iya, siapkan semua berkas besok untuk kembali dirundingkan."

"....."

"Jangan lupa hubungi klien untuk rapat besok."

"...."

"Bagus, nanti kita lanjut bicara, sekarang saya tutup dulu sambungan teleponnya."

Setelah mematikan sambungan telepon, Faisal kembali diam, namun istrinya malah bersikap manja dengan memeluk lengannya dan menyender di bahunya. Ia jadi tak fokus menyetir karena tangannya terasa berat.

"Shinta, aku sedang menyetir. Menjauh dariku."

"Kau selalu saja bersikap seperti ini padaku, sangat dingin seperti tidak mencintaiku."

Shinta mendengus sebal namun mengikuti perintah suaminya, sedangkan Faisal memilih tak menghiraukan ucapan istri ketiganya dan tetap diam sambil fokus menyetir.

Akhirnya mereka sampai di rumah sakit. Faisal dan Shinta keluar dari mobil lalu masuk ke rumah sakit. Mereka sudah membuat temu janji dengan dokter kandungan sehingga diperbolehkan langsung masuk. Shinta yang tadinya cemberut, kembali tersenyum bahagia saat memasuki ruangan dokter kandungan. Mereka pun duduk di depan dokter setelah dipersilahkan.

"Selamat pagi, Nyonya Shinta dan Tuan Faisal. Apa kabarnya?"

"Baik, Dokter. Saya dan Suami saya datang ke sini mau mengecek kehamilan."

"Silahkan berbaring di atas brankar agar saya periksa."

"Iya, Dokter."

Shinta berdiri dan menarik tangan suaminya agar ikut berdiri dan menemaninya namun Faisal menggeleng dengan malas dan menolak.

"Aku tunggu di luar saja."

"Tapi, Sayang ....

Belum sempat Shinta meneruskan penolakan dari ucapan suaminya, Faisal sudah keluar dari ruangan begitu saja. Terlihat tak bersemangat bahkan tak peduli pada hasil pengecekan dokter nanti. Shinta hanya bisa menatap sendu ke arah punggung suaminya yang perlahan menghilang sedangkan dokter hanya bisa menatap kasihan ke arah pasiennya. Ia tak berani mengatakan apapun karena ia sudah sering melihat hal ini, semua istri Faisal yang sedang hamil memang konsultasi kepadanya karena Faisal sudah mempercayainya dan jika ia bicara, mungkin ia akan kehilangan pekerjaan.

"Nona, silahkan berbaring."

"Oh, iya."

Shinta pun berbaring di atas brankar dan dokter mulai melakukan pengecekan terhadap perutnya untuk tahu kondisi jabang bayi. Sedangkan Faisal sedang duduk di kursi tunggu lalu teringat akan obat yang ia temukan di kamar Binar.

"Kebetulan aku lagi berada di rumah sakit, lebih baik aku menemui Dokter Rohan untuk menanyakan tentang obat di kamar Binar."

Faisal bergegas berdiri dan berjalan ke arah ruangan dokter umum yang merupakan sahabatnya semasa kuliah. Untungnya saat ia masuk, Rohan sedang tidak menerima pasien.

"Faisal, tumben tiba-tiba ke sini."

"Ada urusan penting yang berurusan dengan medis."

Rohan jelas terkejut karena melihat keberadaan sahabatnya di ruangannya. Seperti biasa Faisal akan duduk bahkan belum dipersilahkan oleh yang punya ruangan. Faisal langsung mengeluarkan botol pil dari jaketnya dan menaruh di atas meja agar Rohan bisa melihatnya dengan jelas.

"Ini obat apa?"

Rohan mengambil lebih dulu obat itu dan mengeluarkannya dari botol, memperhatikan dengan seksama teksturnya, lalu mencium bau obat ini. Rohan berdiri dari tempat duduknya dan mengambil beberapa sample obat yang memiliki kemiripan dengan obat ini lalu membandingkannya, hingga akhirnya menemukan jawaban atas nama obat ini.

"Ini obat pencegah kehamilan."

Mendengar jawaban Rohan, Faisal langsung terdiam dan seketika tangannya mengepal kuat saat mengerti kenapa obat itu ada di kamar Binar.

Ego Faisal sebagai seorang pria dan suami terasa tercoreng akan pilihan Binar yaitu tidak mempunya anak dari nya dengan mengkonsumsi obat pencegah kehamilan tanpa bicara padanya lebih dulu. Sedangkan Rohan merasa bingung dengan respon marah Faisal.

"Kau memangnya menemukan obat ini dari mana?"

"Dari kamar perempuan pembangkang dan suka berontak."

Faisal hanya mengatakan hal itu sebagai jawaban lalu keluar begitu saja dari ruangan sahabatnya tanpa basa-basi. Untungnya Rohan mengerti kepribadian dan sifatnya sehingga tak ambil pusing dengan sikap Faisal dan lanjut memeriksa rekam medis beberapa pasien nya.

Saat Faisal kembali ke ruangan dokter kandungan, ia menemukan Shinta sudah keluar dari ruangan dengan kantung plastik yang isinya mungkin vitamin atau obat dari dokter.

"Kamu dari mana, Sayang?"

"Ayo pulang."

Faisal langsung menarik pergelangan tangan istrinya dengan cukup kasar agar mengikuti langkah kakinya. Shinta sedikit kesulitan menyusul Faisal karena ia sedang hamil dan Faisal terlalu cepat berjalan.

"Faisal, aku bertanya kau dari mana? Kenapa tiba-tiba kau emosi seperti ini?"

Beberapa bulan menjadi istri Faisal, Shinta tahu jika Faisal sedang marah, namun bukan padanya karena jika Faisal marah padanya maka Faisal akan langsung memarahinya.

"Diamlah, Shinta. Kau terlalu banyak bertanya."

Setelahnya Shinta pun memilih diam karena takut kena imbas kemarahan suaminya. Mereka pun pulang ke rumah dan selama perjalanan, keduanya hanya diam.

[][][][][][][][][][][][][][][][][]

Tangerang, 16 September 2021

Istri TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang