Bab -57-

34K 4.3K 149
                                    

"Keduanya sama-sama menyayangi Anjani, namun sulit untuk mengalahkan ego menjadi ayah satu-satunya untuk Anjani."
-Binar Swastika-

TARGET: 2,3 ATAU 2300 VOTE!

Kalau belum capai target, engga akan update.

Selamat membaca.
.................................

Faisal masih berharap jika Arman yang notabenenya adalah sahabatnya bukan ayah dari anaknya, namun hasil tes darah menyatakan darah Arman dan putrinya sama. Ia pun harus menerima kenyataan pahit ini walaupun ia sakit hati.

Arman sedang melakukan transfusi darah di ruang rawat itu, ia berbaring di brankar samping Anjani. Terlihat kondisi Anjani yang lemah namun masih bisa menoleh ke arah Arman dan tersenyum.

"Paman Arman."

Anjani memanggil Arman dengan sebutan paman karena mengenal pria itu sebagai teman ayahnya. Beberapa kali keduanya bertemu saat Arman melakukan penelitian di Indonesia dan menginap di rumah Faisal, sehingga Anjani tak asing lagi dengan sosok Arman. Namun sayangnya gadis kecil itu tak tahu bahwa Arman adalah ayahnya.

Arman pun harus menerima bahwa hubungannya dengan Anjani tak akan sama seperti hubungan Anjani dan Faisal karena ia sudah berjanji dengan Faisal.

"Iya, Nak. Ada apa?"

"Paman juga sakit?"

"Tidak."

"Lalu kenapa dirawat?"

"Paman ingin menolongmu biar kau sembuh."

"Kenapa bukan Ayah saja dan kenapa wajah Paman terluka? Paman habis bertengkar dengan seseorang ya?"

Anjani yang masih polos mengungkapkan isi hatinya yang membuat Arman langsung mati kutu dan terdiam. Bahkan ia tak merasa sakit sedikit pun saat di suntik karena memikirkan jawaban yang bisa diberikan pada Anjani.

"Karena hanya Paman yang bisa melakukannya. Tadi Paman hanya terjatuh sehingga terluka."

"Oh begitu, Paman harus berhati-hati dan semoga cepat sembuh, Apakah Paman menjadi pahlawanku?"

"Iya, Nak."

Setelahnya pembicaraan berakhir saat Anjani diberi obat bius untuk mengurangi rasa sakit selama transfusi darah. Arman yang sudah selesai melakukan pengambilan darah langsung dipindahkan ke ruang rawat lain. Arman juga diberikan buah-buahan, kapsul, susu, dan lain-lain untuk menambah energi dan darahnya.

Faisal langsung menyusul ke ruang rawat Arman yang membuat Binar dan Levron saling pandang satu sama dengan tatapan khawatir. Sedangkan Septhi tampak tak peduli dengan hal itu bahkan mungkin berharap Arman mati di tangan Faisal karena pria itu sudah menghancurkan pernikahannya dan Faisal dengan membongkar aib masa lalunya.

"Ayo kita susul Faisal, aku takut dia memukuli Arman lagi."

Binar mengangguk setuju, lalu Levron langsung membantu mendorong kursi roda Binar ke ruang rawat Arman. Saat mereka masuk ke dalam, mereka melihat Faisal sedang menulis sesuatu di kertas yang ternyata cek.

"Ini cek untuk pembayaranmu, menjauh dari hidup Putriku setelah ini."

"Tapi aku ingin melihat Anjani sembuh dulu."

"Jangan buat aku marah, Arman. Kau sudah sepakat dengan perjanjian kita. Pergi dari rumah sakit ini sebelum Putriku sadar."

Ketegangan di antara mereka masih terasa namun untuknya Faisal berhasil menahan diri dan langsung keluar dari ruang rawat Arman. Ia berpapasan dengan Binar dan Levron.  lalu langsung pergi meninggalkan keduanya.

Binar dan Levron menghampiri Arman yang tampak bersedih. Mereka tahu sebenarnya Faisal, Arman, dan Anjani hanya korban keegoisan Septhi. Arman tak sepenuhnya salah karena pria itu ingin bertanggung jawab saat Septhi mengatakan sedang mengandung Anjani, tapi Septhi lebih memilih Faisal dan memutuskan berbohong. Keduanya merasa kasihan pada Arman dan berusaha menghiburnya, Binar yang pertama kali bersuara.

"Arman, maafkan ucapan dan perilaku, Faisal. Karena marah, dia jadi hilang kendali."

Binar merasa tak enak hati dan bersalah pada Arman saat melihat luka lebam di wajah Arman akibat kelakuan Faisal. Namun sepertinya Arman tak mempermasalahkan hal itu apalagi sampai membenci Faisal.

"Itu wajar, dia berusaha melindungi posisinya sebagai Ayah Anjani."

"Aku akan berusaha menjelaskan pada Faisal jika kau juga berhak menemui Anjani. Kalian seharusnya bisa menjadi ayah bagi Anjani, tanpa perlu bertengkar dan merawat Anjani bersama-sama."

"Rasanya itu mustahil. Binar, ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu."

"Apa?"

"Aku ingin meminta maaf padamu karena menggunakan dirimu sebagai alat untuk bisa dekat dengan Putriku. Setelah sekian lama, aku punya alasan untuk datang ke rumah itu walau menjadi tamu, Septhi selalu mengancam setiap aku datang menemui Anjani, namun karena aku datang sebagai tamu dirimu, dia tak pernah lagi mengancam. Mungkin dia suka saat Faisal cemburu melihat aku denganmu, aku tahu perbuatanku salah dan mungkin menyakiti hatimu. Sekali lagi aku minta maaf."

Kali ini Arman yang merasa bersalah karena telah menjadikan perempuan sebaik Binar sebagai alat untuk mencapai keinginannya. Ia sudah siap menerima amarah dari Binar namun perempuan itu masih bersikap tenang dan tersenyum padanya.

"Tidak masalah, aku mengerti keadaanmu. Untuk saat ini, lebih baik kau pulang karena bisa saja Faisal menjadi emosi lagi karena melihatmu masih di sini."

"Ya, kau benar, Binar. Tolong jaga Putriku, jika bisa tolong bantu aku agar bisa bersatu dengan Putriku."

"Aku akan berusaha semampuku."

"Terima kasih, Binar."

"Sama-sama."

Arman pun memutuskan bangkit dari brankar dan dibantu Levron karena kondisi Arman sangat lemah sehabis dipukuli Faisal dan melakukan donor darah. Binar dan Levron menghela nafas kasar saat melihat kepergian Arman.

"Kondisi ini sangat rumit, Binar. Sangat sulit mengubah pikiran, Faisal."

"Kau benar, Levron. Namun bagaimana pun, ini tidak adil bagi Arman. Pria itu hanya ingin dekat dengan Putrinya dan seharusnya Faisal mengerti hal itu."

[][][][][][][][][][][][][][][][][][]

Tangerang, 30 November 2021

Istri TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang