Bab -43-

41.8K 4.5K 157
                                    

"Jarak di antara kita terbentang begitu jauh hingga semua tentangmu masih terlihat abu-abu bagiku."
-Faisal Khasan-

TARGET: 1,7 ATAU 1700 VOTE, LANGSUNG UPDATE.
.......................

Pagi hari yang cerah, Binar sudah melihat pemandangan yang membuat matanya sakit dan hatinya panas. Di hari libur ini, ia merutuk Faisal yang tidak bekerja sehingga bermesraan dengan Septhi di kolam renang dan parahnya lagi pemandangan jendela kamar Binar langsung mengarah ke kolam renang.

Namun bodohnya Binar tetap duduk di dekat jendela sambil menatap keduanya yang kini sedang berciuman bibir. Hal pertama yang terbesit di otaknya tentang keduanya adalah serasi. Septhi yang terlihat seksi dan cantik dengan swimdress berwarna hitam dan Faisal yang bertelanjang dada, hanya memakai celana pendek. Keduanya tampak sempurna dan serasi, terlebih luapan gairah di antara keduanya terlihat begitu pas. Septhi mampu mengimbangi gairah Faisal bahkan menambah kadar gairah itu, berbeda jauh jika ia yang sedang bersama Faisal, kaku dan terlalu polos.

"Astaga, apa yang aku pikirkan?"

"Kenapa aku bisa memikirkan hal itu?"

"Sepertinya otakku sudah terkontaminasi oleh sifat mesum Faisal."

"Aku harus menjauhkan pikiran kotor tersebut sebelum aku berubah menjadi seperti Faisal."

Binar langsung menutup gorden kamarnya saat sudah sadar kebodohan yang ia lakukan. Ia memutuskan keluar dari kamar dan sarapan sendirian saja di ruang makan. Namun sialnya, Septhi dan Faisal baru selesai berenang dan kini duduk di hadapannya untuk sarapan juga. Keduanya sudah memakai bathrobe.

Pelayan pun kembali menyajikan makanan ke piring Faisal lalu ke piring Septhi namun Septhi menolaknya dengan menahan tangan pelayan tersebut.

"Aku tidak makan daging, sedang diet, buatkan saja salad untukku."

"Baik, Nyonya Septhi."

Pelayan pamit pergi ke dapur untuk membuat salad, yang lain hanya mengangguk. Septhi pun memulai pembicaraan sambil menunggu sarapannya datang.

"Selamat pagi, Binar."

"Pagi."

"Faisal, aku mau coba wortelnya."

"Ini."

Melihat Faisal yang menyuapi Septhi membuat Binar merasa canggung sekaligus tak suka. Hal itu juga mempengaruhi nafsu makannya sehingga berhenti makan. Sedangkan Septhi tampak tersenyum dengan pipi merona karena sikap manis Faisal.

"Aku sudah selesai makan, aku pamit kembali ke kamar."

"Tapi sarapanmu belum habis. Itu tidak baik untuk kandunganmu, Binar. Kau harusnya makan yang banyak."

"Septhi, aku sudah kenyang, aku tidak bisa lagi ....

"Habiskan makananmu, Binar."

Belum selesai Binar membalas ucapan Septhi, Faisal sudah lebih dulu memotong ucapannya dengan nada perintah dan tatapan tajam yang membuat Binar tak bisa melawan dan tampak pasrah kembali makan.

"Ini sarapannya, Nyonya Septhi."

"Baik, terima kasih."

Sontak Faisal dan Binar menoleh ke arah Septhi dengan tatapan tak percaya, bahkan pelayan yang membawakan menu makanan tersebut tampak melongo karena tiba-tiba saja majikannya yang terkenal judes, kejam, dan suka menghina orang lain malah berubah sikap menjadi ramah dan baik hati. Septhi yang merasa diperhatikan akhirnya balas menatap yang lain lalu memutar mata jengah saat tahu isi otak semua orang lewat tatapan mereka.

"Mengucap terima kasih saat dibantu adalah hal yang biasa, kalian terlalu berlebihan dalam menanggapi hal itu."

"I ... iya, Nyonya. Saya pamit kembali ke dapur."

Binar pun mengangguk sebagai pertanda setuju dengan ucapan Septhi sedangkan pelayan sudah kembali ke dapur. Tiba-tiba saja Faisal menggenggam tangan Septhi dengan lembut, Septhi pun kembali menoleh ke arah Faisal, sedangkan Binar pura-pura menunduk dan sibuk makan karena tak mau melihat kemesraan keduanya lagi.

"Aku senang dengan perubahanmu, Septhi. Aku berharap kita berubah bersama menjadi pribadi yang lebih baik lagi."

"Apapun akan aku lakukan untuk membuatmu bahagia."

Suara kecupan bibir membuat pegangan tangan Binar pada sendok semakin menguat hingga tangannya memerah. Hatinya semakin terbakar dan ingin rasanya ia pergi sejauh mungkin namun tak bisa karena akan membuat Faisal curiga. Sekarang Binar tak bisa lagi membohongi dirinya jika perlahan-lahan ia mulai merasakan cinta pada Faisal, namun ia tak menyukai perasaan ini karena membuat menjadi semakin lemah dan kehilangan kontrol atas ketenangannya.

Setelahnya mereka kembali makan namun kedatangan Elis dengan sebuah surat di tangannya membuat mereka berhenti makan dan melihat ke arah Elis.

"Ada apa Elis?"

"Ini ada surat dari keluarga Nona Binar, baru diantar oleh kurir pos."

Binar langsung mengambil surat itu, raut wajahnya yang datar membuktikan bahwa Binar tak kaget dengan pengiriman surat yang tiba-tiba, berbeda dengan Elis dan Faisal yang merasa aneh sekaligus penasaran kenapa keluarga Binar sampai mengirim surat padahal bisa chat atau datang langsung ke rumah ini. Binar yang sudah membuka isi surat hanya bisa menghela nafas kasar, Faisal pun semakin penasaran dan akhirnya bertanya.

"Surat apa itu, Binar?"

"Bukan apa-apa. Hanya sebuah undangan."

"Undangan? Apa keluargamu akan merayakan sebuah pesta?"

Binar terdiam sesaat dan tak langsung menjawab pertanyaan dari Septhi. Yang lain fokus menatapnya dan menunggu jawaban Binar.

"Undangan doa untuk Mendiang Saudariku."

"Kau punya saudari selain Kakak dan Adikmu?"

Faisal terkejut dengan ucapan Binar karena ia hanya tahu Binar mempunyai dua saudari. Elis memutuskan pamit saat sadar pembicaraan sudah berubah menjadi privasi majikannya. Setelah kepergian Elis, Binar hanya mengangguk sebagai jawaban pada Faisal. Respon Binar yang tergolong dingin membuat Faisal merasa ada yang aneh pada Binar.

Binar pikir Faisal akan berhenti bertanya karena kehidupan pribadinya tak penting untuk diketahui Faisal namun nyatanya Faisal lanjut bertanya.

"Siapa nama Saudarimu? Kenapa Saudarimu meninggal? Dan kapan dia meninggal?"

"Jangan bersikap seperti wartawan, Faisal."

"Aku hanya bertanya karena kau tak pernah memberitahuku tentang keluargamu."

"Jika aku tak pernah menceritakannya pada siapa pun, berarti aku memutuskan merahasiakannya dan rahasia hanya bisa diketahui oleh pemiliknya."

Setelah membanting sendok dan garpu ke piring hingga menimbulkan suara nyaring, Binar menggerakkan kursi rodanya dan meninggalkan meja makan sambil membawa surat tersebut.

Sikap Binar menandakan ada yang ganjil dengan saudarinya, Faisal mencoba mencari tahu lewat internet dan menyuruh pelayan mengambil laptopnya di kamar. Setelah pelayan menaruh laptopnya di atas meja, ia langsung mencari data tentang keluarga Swastika. Namun belum sempat ia selesai mencari, Septhi sudah menutup laptopnya. Ia menoleh ke arah Septhi dengan tatapan bingung.

"Ada apa? Kenapa kau menutup laptopku?"

"Nama Saudari Binar adalah Berlin, keluarga Binar menganggapnya sudah meninggal karena tak pernah menemukannya semenjak diculik, tepatnya saat berumur sepuluh tahun. Hal itu yang membuat Binar tak mau menceritakannya pada kita."

Faisal terdiam dan mencoba mencerna apa yang baru saja dikatakan Septhi, sekarang ia merasa bersalah karena menekan Binar untuk bercerita tadi padahal hal ini pasti menyakitkan untuk kembali diungkit. Sedangkan Septhi hanya bisa terdiam termenung sambil menatap pintu kamar Binar, entah apa yang dirasakan Binar saat ini. Pasti perempuan itu sedih, kecewa, sekaligus marah.

[][][][][][][][][][][][][][][][][]

Tangerang, 30 Oktober 2021

Istri TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang