Bab -51-

39.1K 4.1K 128
                                    

"Harapan yang terlalu tinggi membuat seseorang lupa jika takdir bisa menghancurkan harapan tersebut."
-Caroline Swastika-

TARGET: 1,8 K ATAU 1800 VOTE.
.................................

Saat ini Faisal dan Binar sedang duduk di taman rumah sakit, merenungi apa yang baru saja terjadi dan hanya diam dengan tatapan kosong ke depan.

"Kenapa kau mengatakan kata-kata sekejam itu pada Septhi?"

"Karena dia pantas mendapatkannya."

"Bukankah itu berlebihan? Septhi sudah berubah sekarang, dia mencoba menjadi perempuan baik-baik dengan mempertahankan pernikahannya."

Binar melihat sendiri bagaimana sedih dan kecewanya Septhi saat Faisal mengungkit masa lalunya, ia tak bisa membayangkan berada di posisi Septhi yang dihina oleh suami yang sangat dicintainya.

"Sebaik apapun dia mencoba berubah, masa lalunya akan terus membekas. Karma itu ada, Binar. Sekarang adalah karmanya."

"Jangan katakan itu, bagaimana jika nantinya giliran kau mendapat karma?"

"Aku akan menerimanya asalkan kau ada di sisiku. Ada satu karma yang sangat aku takutkan, Binar. Kau tahu karma apa itu?"

Faisal mengusap rambut Binar dengan lembut lalu menghalau helaian rambut yang menutupi wajah cantik istrinya. Binar penasaran dengan karma tersebut dan mulai menebaknya.

"Karma kehilangan hartamu?"

"Bukan."

"Jabatanmu?"

"Bukan."

"Kehilangan Anjani dan Liya?"

"Bukan."

"Baiklah, aku menyerah, aku tak tahu, jadi karma apa?"

Berulang kali mencoba menebak namun hasilnya salah membuat Binar lelah menebak dan akhirnya bertanya langsung pada Faisal. Sebelum menjawab, Faisal memeluknya dengan lembut lalu berbisik di telinganya.

"Karma kehilanganmu karena sudah menyakitimu terlalu jauh."

[][][][][][][][][][][][][][][][][][][]

Semenjak pulang dari rumah sakit, Septhi menjadi lebih pendiam, dia tak pernah lagi mengajak Binar bicara dan cenderung berusaha menjauhi Binar dan Faisal. Hal itu membuat rasa bersalah dalam hati Binar semakin memupuk. Ia berulang kali mencoba bicara pada Septhi namun Septhi malah diam dan menjauh dari hadapannya.

Sehingga Binar merasa kembali kesepian di rumah ini karena Septhi yang tadinya adalah temannya, kembali menjadi asing untuknya. Sedangkan Elis sedang mengerjakan pekerjaan rumah. Faisal sedang bekerja di kantor. Binar ingin sekali menghubungi Faisal namun ia tak mengganggu Faisal sehingga tak jadi meneleponnya. Ia pernah berada di posisi ini saat ia kehilangan sosok yang menjadi teman sekaligus saudarinya.

Flashback On ...

Di rumah sakit Cakra Buana sedang terjadi persalinan Nyonya Caroline Swastika yang akan melahirkan bayi kembarnya. Nyong Caroline terlihat kesakitan dan terus merintih kesakitan, berusaha melahirkan bayinya.

Sedangkan Tuan Jacob Swastaro terus menggenggam tangan istrinya untuk memberi dukungan pada istrinya. Dokter terus memberikan arahan pada Nyonya Caroline agar semakin berusaha dengan keras melahirkan bayinya.

"Terus dorong, Nyonya. Kepala bagimu mulai keluar."

"Aku tidak kuat lagi, Jacob."

"Kau pasti bisa, Sayang. Kau akan melahirkan anak kembar kita, ayo berusaha Carol."

Nyonya Carol berteriak dengan keras dan berusaha mendorong bayinya sekuat tenaga, ucapan suaminya telah menguatkannya. Hingga akhirnya ia berhasil melahirkan anak keduanya yaitu anak perempuan yang sangat cantik.

"Carol, lihat Puteri kita. Dia sangat cantik seperti dirimu."

Dengan tatapan mata yang lemah karena kelelahan, Nyonya Carol berusaha melihat bayi perempuannya yang baru saja ia lahirkan, ia tersenyum lebar saat melihat wajah puterinya.

"Wajahnya bercahaya dan matanya tampak berkilau, dia Binarku."

"Ya, Binar kita."

Nyonya Carol berusaha menyentuh puterinya namun rasa sakit itu kembali hadir di perutnya, ia kembali berteriak kesakitan dan membuat Jacob panik, suster pun membawa bayinya untuk dibersihkan, sedangkan dokter yang selama ini menjadi dokter kandungan Nyonya Carol sudah tahu bahwa Nyonya Carol akan melahirkan anak kembar dan kembali mempersiapkan persalinan.

"Sayang, Putera kita akan lahir. Kau harus kuat demi Putera kita, penerus perusahaan kita."

Carol mengangguk sebagai respon, ia pun tak sabar untuk melihat puterinya. Hasil USG beberapa bulan lalu menunjukkan bahwa bayi yang akan dilahirkannya adalah kembar tak seiras yaitu bayi perempuan dan laki-laki. Kali ini ia tidak mengeluh dan terus berusaha mengikuti arahan dokter agar ia bisa melahirkan puteranya dengan baik.

Hingga akhirnya terdengar suara tangis kedua kalinya dari bayi yang baru lahir. Senyum lebar langsung terukir di wajah sepasang suami istri tersebut. Mereka saling berpelukan dan menangis haru karena akhirnya bisa mendapatkan penerus bagi perusahaan mereka.

"Selamat Nyonya dan Tuan Carol, kedua bayi perempuanmu telah lahir."

Sontak keduanya saling melepas pelukan dan menatap terkejut ke arah dokter yang tersenyum bahagia ke arah mereka. Keduanya langsung menggelengkan kepala untuk menolak ucapan dokter tersebut.

"Tidak, Dokter. Bayiku yang satunya adalah laki-laki. Kau pasti salah."

"Istriku benar, hasil USG menunjukkan demikian. Bagaimana bisa keduanya adalah bayi perempuan?"

Dokter itu terlihat bingung karena ia yang melihat sendiri jenis kelamin kedua bayi tersebut, ia memang tidak ada saat sepasang suami istri itu melakukan USG karena ada ia mengambil cuti untuk rencana pernikahannya. Namun ini adalah hal yang biasa yaitu kesalahan USG.

"Nyonya Carol dan Tuan Jacob, terkadang hasil USG tidak sama dengan kehendak Tuhan. Ini bukan pertama kalinya terjadi, ini sudah sering sekali terjadi. Lagi pula perbedaan itu tak akan membuat kebahagiaan kalian berdua berubah atau berkurang bukan?"

"Jadi, aku belum bisa melahirkan bayi laki-laki. Maafkan aku, Jacob. Aku mengecewakanmu, kita kembali mendapat anak perempuan, tidak ada penerus untuk perusahaan."

Nyonya Carol mulai menangis dan terlihat syok dengan berita ini, namun untungnya Tuan Jacob tidak bersikap egois dengan mementingkan keinginannya sendiri sehingga langsung memeluk istrinya dan menenangkan istrinya. Dokter pun memberikan bayi tersebut pada suster untuk dibersihkan.

"Tenang, Carol. Aku tidak masalah dengan hal ini, lagi pula bayi tersebut tetap anakku, mau itu anak perempuan atau anak laki-laki, sama saja bagiku. Kau tetap perempuan yang memberikan ku cinta dan seluruh kebahagiaan di Dunia ini."

"Terima kasih, Jacob. Terima kasih karena menerimaku apa adanya. Aku sangat bahagia dan bersyukur memiliki Suami sebaik dirimu."

"Aku juga bersyukur memilikimu dalam hidupku, Carol."

Jacob berhasil menenangkan istrinya dan keduanya kembali berbahagia atas kelahiran dua puteri mereka, walaupun Jacob harus memendam kesedihannya sendiri karena gagal mendapat bayi laki-laki.

"Siapa nama anak ketiga kita?"

"Tadinya aku akan memberi nama anak ketiga kita yaitu Berliano Swastaro karena aku berpikir dia adalah laki-laki, namun karena dia perempuan, namanya adalah Berlin Swastika."

"Nama yang sangat indah, dia akan secantik dan seindah kota Berlin."

[][][][][][][][][][][][][][][][][][]

Tangerang, 08 November 2021

Istri TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang