Bab -74-

31.7K 2K 62
                                    

Aku lagi ikut lomba fanfiction, yuk baca ceritaku, seru, menarik, dan dijamin baper. Jangan lupa kasih love dan follow akun aku ya.

Judul: Serpihan Memori
Akun: Ashella_123
Aplikasi: Klaklik
Link: https://www.klaklik.com/detail-novel/Mjc0MA-Serpihan-Memori
Blurb
Lima tahun sudah berlalu sejak kejadian jatuhnya pesawat Aoera Flight yang menjadi penyebab kematian istri Aldebaran beserta calon anak mereka, namun dia masih trauma.

Hingga kejadian yang sama terulang kembali di tanggal dan bulan yang sama, ia dipertemukan dengan korban kecelakaan yang mengalami amnesia dan memiliki wajah sangat mirip dengan Andin, mendiang istrinya.

Aldebaran akui ia sudah gila saat memutuskan berpura-pura menjadi suami korban hanya karena ia rindu pada istrinya, bahkan ia nekat mengubah identitas wanita itu menjadi Andin.

Sepandai apapun ia menyembunyikan bangkai pasti akan tercium juga, bagaimana jika perempuan itu mengingat kembali memorinya dan tahu Aldebaran membohonginya?

____________

Tak pernah dibayangkan oleh tiga saudari tersebut akan kehilangan ayah mereka untuk selamanya. Mereka tahu kematian adalah takdir yang tak bisa dihindari namun mereka belum mempersiapkan diri untuk kehilangan terbesar dalam hidup mereka. Bagi seorang putri, ayah adalah cinta pertamanya, begitu pun bagi Berlin, Lefi, dan Aruna.

Tangis ketiganya pecah saat berada di ruang jenazah, mereka tak kuasa melihat tubuh ayahnya yang terbaring kaku dengan wajah dan bibir pucat, serta tubuh ayahnya terasa dingin, ayahnya sudah tak bernyawa dan tak bernafas lagi.

"Ayah, bangun. Berlin minta maaf karena membuat Ayah marah beberapa hari yang lalu, Berlin menyesal karena menciptakan pertemuan terakhir kita adalah pertemuan terburuk. Berlin janji akan menuruti apapun yang Ayah inginkan jika Ayah bangun."

Berlin terus mengguncang tubuh ayahnya sambil menangis histeris, berharap sang ayah bisa bangun dan kembali lagi walaupun itu mustahil. Sedangkan Aruna merangkul Lefi yang masih terdiam membatu melihat jenazah ayahnya.

Tiba-tiba Lefi pingsan dan hampir saja tubuhnya ambruk di lantai jika saja Aruna tak menahan tubuh adiknya. Kondisi bertambah buruk dengan insiden itu. Aruna, Berlin, dan Jarvis tahu bahwa mental Lefi yang masih remaja tak bisa menerima kabar duka ini, terlebih Lefi adalah putri yang paling dimanja oleh ayahnya karena putri terakhir, wajar jika Lefi pingsan karena syok.

"Jarvis, ayo kita bawa Lefi ke ruang rawat, Lefi butuh penanganan dokter."

"Iya, Aruna. Berlin, kau disini saja, mungkin perawat membutuhkan informasi tentang jenazah Ayah Mertua."

Berlin mengangguk lemah dan menatap sendu saat Jarvis menggendong adiknya dan keluar bersama kakaknya. Tangan Berlin menggenggam kuat tangan ayahnya, kehilangan sosok pahlawan dan cinta pertama dalam hidupmu bagaikan mimpi buruk yang sangat menyeramkan.

Di saat Berlin tengah memperhatikan wajah ayahnya, pintu kamar jenazah terbuka, awalnya Berlin pikir itu adalah kakaknya dan kakak iparnya yang telah kembali, tapi ia terkejut saat melihat orang lain yang memasuki kamar jenazah.

"Anjani? Arman? Apa yang kalian lakukan di sini?"

Berlin yang belum tahu pemilik mobil yang menabrak mobil orang tuanya merasa bingung dengan kehadiran dua orang tersebut. Sedangkan Anjani langsung berlari ke jenazah di samping Berlin yang tertutup kain putih. Arman pun menghampiri Anjani yang sudah membuka kain putih tersebut. Sekarang Berlin tahu alasan kedua orang tersebut ada di sini, tapi kenapa Faisal tak ikut menemani Anjani?

"Mama!"

"Mama, Anjani ada di sini."

"Mama kenapa diam saja? Bicara Mama, Mama boleh marahin Anjani tapi jangan tinggalkan Anjani."

"Mama dengar ucapan Anjani kan?"

Berlin tak bisa membayangkan rasa sakit Anjani karena kehilangan ibunya di usia yang masih kecil. Kakaknya saja masih syok dan sedih, Lefi sampai pingsan, dan ia masih menangis, apalagi Anjani.

"Paman, bangunkan Mama. Anjani mau mendengar suara Mama."

"Mama sudah tertidur selamanya, Nak. Mama tidak bisa bangun lagi. Maafkan, Paman."

Arman tak kuasa melihat kesedihan putrinya, ia memeluk putrinya yang terus menangisi kepergian sang ibu. Walaupun sempat bertengkar dengan Septhi namun kepergian perempuan itu menorehkan bekas di hati Arman yang masih mencintai Septhi sampai detik ini.

"Selamat jalan, Septhi. Aku pernah berharap kisah kita bisa dimulai lagi dari awal bersama Anjani, tapi Tuhan berkehendak lain. Semoga semua kebahagiaan yang tak bisa kau dapatkan di Dunia, bisa kau dapatkan di Surga."

Untuk terakhir kalinya, Arman mengecup kening Septhi lalu menutup lagi kain putih tersebut untuk mengurangi kesedihan Anjani. Berlin berjalan ke arah Anjani dan menggenggam tangan anak itu.

"Tante kenapa berada di sini?"

"Tante juga kehilangan seseorang yang Tante sayangi, seperti Anjani kehilangan Mama."

"Tante kehilangan siapa?"

"Tante kehilangan Ayah Tante."

Anjani yang melihat Berlin menangis langsung memeluk Berlin dengan erat. Tangis keduanya kembali pecah saat merasakan kehilangan yang sama, rasa sakit yang sama, dan kesedihan yang sama. Keduanya bisa merasakan perasaan satu sama lain dan berusaha saling menguatkan satu sama lain.

"Tetap kuat ya, Anjani. Tante akan selalu ada untuk kamu sebagai pengganti Mama Septhi."

"Aku juga akan selalu ada untuk Tante, jangan sedih ya, Tante."

[][][][][][][][][][][][][][][][][]

Jenazah Septhi dan jenazah Jacob sudah dipersiapkan untuk dibawa pulang. Arman sudah membawa Anjani pulang karena suasana rumah sakit tak baik untuk mental Anjani, terlebih Arman harus mengurus pemakaman Septhi. Jarvis pun terpaksa pulang dan tak bisa menemani istrinya karena harus mengurus pemakaman ayah mertuanya. Arman dan Jarvis sudah sepakat untuk membeli tanah di makam yang sama dan berdekatan untuk mendiang Septhi dan Jacob agar memudahkan proses pemakaman dan bisa menolong satu sama lain.

Sedangkan tiga saudari yaitu Aruna, Lefi, dan Berlin masih menunggu keajaiban yaitu kesadaran mamanya. Sebenarnya kondisi Lefi masih lemah dan harus istirahat namun Lefi memaksa untuk ikut menunggu mamanya bangun, Lefi duduk di samping mamanya sambil memeluk mamanya dengan erat. Remaja perempuan itu menangis tanpa suara sedari tadi, Aruna dan Berlin sudah berusaha menguatkan Lefi agar berhenti menangis karena akan membuat kondisi Lefi semakin memburuk, namun Lefi tak bisa membendung kesedihannya saat melihat jenazah ayahnya dan melihat kondisi mamanya yang kritis.

"Kakak pesankan makanan untuk kalian berdua, kalian belum makan siang dan makan malam, pasti kalian lapar."

"Aku engga nafsu makan, Kak."

"Pesankan saja, Kak Aruna. Lefi, kamu harus makan, kondisi kamu juga penting, kamu harus pikiran kesehatan kamu."

Lefi hanya diam dan tak bisa menolak saat Berlin menasehatinya. Aruna hendak keluar dari ruang rawat namun terhenti saat mendengar suara kejang-kejang dari mamanya.

"Mama!"

"Mama, kenapa begini?"

"Panggilkan Dokter, Kak!"

Lefi langsung panik saat melihat kondisi mamanya, Berlin langsung memanggil dokter lewat interkom di ruang rawat, sedangkan Aruna tak jadi keluar kamar dan menggenggam tangan mamanya, walaupun berusaha kuat sedari tadi, namun Aruna sangat lemah, ia tak siap untuk kehilangan kedua kalinya.

"Dokter, Suster, segera datang ke ruangan VIP nomor 390, Mama saya tiba-tiba kejang-kejang."

__________________

Kupang, 16 November 2022

Istri TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang