SELAMAT MEMBACA^^
•••🖤•••
"Dede embul nggak boleh nangis." Gadis berseragam putih biru itu mengangkat kepalanya, melihat cowok yang lebih tinggi darinya. Tersenyum ke arahnya, lalu mengusap air matanya.
"Kok nangis? Nanti cantiknya hilang loh," ucap cowok itu mengelus lembut air mata gadis itu. Gadis SMP yang masih duduk di bangku kelas 7. Dan cowok SMP yang 2 tingkat lebih tinggi darinya.
"Aku kan nggak cantik, kak. Kak Arnav aja bilang aku jelek, makanya nggak suka sama aku," ungkap gadis itu.
"Embul nya kakak cantik kok. Masih SMP kata bunda nggak boleh pacaran," kata cowok itu tetap mempertahankan senyumnya. Fay ikut tersenyum.
"Nanti kalau kamu udah besar, kita nikah aja. Jangan pacaran sama dia, dia jahat." Cowok itu tertawa setelah mengatakan nya, bersama dengan tawa kecil Fay.
"Dia bilang dia mau pacar yang cantik," ucap Fay dengan nada lesu.
"Dede embul juga cantik." Fay tertawa kecil, menarik napas dalam-dalam, senang dibuatnya.
•••🖤•••
Fay mulai membuka matanya, mengusap-usap wajahnya, masih menyisakan kantuk. Melihat jam yang menempel di dinding kamarnya, sudah sore. Mengubah posisinya menjadi duduk setelah tidur siang. Merenggangkan otot-otot tangannya.
"Tiba-tiba mimpi kakak itu, aa malu!" Fay menutup wajahnya, menggeleng-gelengkan kepalanya malu. "Asli, kalau gue ketemu dia gue harus apa?"
"Seneng banget pasti, tapi malu gue dulu masih bocil udah sok-sokan bucin," gumam Fay berdialog sendiri. Menghempaskan tubuhnya ke kasur lagi, memeluk boneka RJ nya.
"Lagian Arnav dari dulu ganteng banget. Mana dulu nolak gue gara-gara gue jelek. Sekarang jadi pacar gue anjir." Fay menutup wajahnya, tiba-tiba bergumam-gumam sendiri tentang kejadian sekitar 10 tahun yang lalu.
"Dia inget gua nggak ya? Inget mau nikahi gue nggak ya? Tapi dia siapa? Kan sekarang gue punya Arnav."
Fay menggeram, mengacak-acak rambutnya, mulai pusing dengan memori-memori itu. Hatinya resah karena tidak tahu nama cowok itu, dulu mereka tidak sering bertemu, bahkan nama saja belum kenalan.
"Dede embul?" Fay terkekeh malu, mengingat panggilan yang diberikan cowok itu. Karena tidak saling kenal nama. Mengingat dulu pipi nya yang berisi dengan lesung, meski kata Raga dirinya dektil. Ya, memang benar.
•••🖤•••
Sore yang cerah ingin Fay akhiri dengan kencan kecil bersama Arnav. Berdadan kecil di depan cermin nya, merapikan rambutnya dan melihat penampilan casualnya. Ia tidak suka memakai dress, bahkan berkencan di restoran atau semacamnya ia tidak suka. Lebih suka berkencan sederhana. Hanya saja ia menghargai Arnav.
Mengambil tas selempang nya, menatap penampilan nya sekali lagi lalu keluar kamar. Menuruni tangga hendak meminta izin. Matanya sibuk memeriksa tas nya sembari turun tangga, mengalihkan pandangannya, terkejut melihat Ayah nya duduk bersantai bersama Raga. Berbincang-bincang kecil.
"Mau kemana kamu?" tanya Pak Rangga melihat penampilan Fay yang rapi. Tatapan Fay beralih ke Raga, merasa cowok itu semakin sering ke rumahnya. Apalagi? Kucing?
"Lo ngapain?" Fay tidak menjawab pertanyaan Pak Rangga, malah bertanya ke Raga.
"Jawab dulu Papa lo." Fay berdesis, merasa malu karena ditegur seperti itu oleh Raga.
"Keluar bentar, Pa. Jalan."
"Sama siapa? Bella, Amel lagi?" Fay diam, tidak mungkin ia menyebutkan nama Arnav. Lagi-lagi ia harus memakai nama kedua temannya untuk alasan pergi ke luar. Sungguh membosankan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Muda: Ragatama
Teen Fiction"Lo mahal, Fay. Dapetin lo mahal." "Contohnya dengan mahar helikopter dan sejenisnya. Mahal anjir, istrinya tuan muda," lanjut Raga. •••🖤••• "Badan lo nggak nyaman di peluk, Raga. Lepas." "Badan gue nyaman buat dikelonin tapi. Mau?" •••🖤••• Tentan...