SELAMAT MEMBACA
•••🖤•••
Di ruang lain yang penuh pc, laptop, audio, headset dan barang elektronik lainnya. Barang-barang yang sangat memadai untuk Raga menikmati bermain game. Sisa malam nya yang dingin, ia habiskan di ruang game itu. Tidak peduli sudah selarut apa, tidak peduli sudah seperih apa matanya. Ia hanya membutuhkan ketenangan, menyibukkan dirinya.
Sengaja, menghindari Fay setidaknya satu malam ini. Berharap esok pagi, keadaan sudah mulai membaik. Agar keduanya dapat berbicara dengan hati yang tenang. Menghela napas, mungkin ini perjalanan rumah tangganya yang sebenarnya. Dan ia harus mencari solusi terbaik.
•••🖤•••
Setelah semalam penuh Raga berkutat di ruang game nya, ia benar-benar merasa lelah dan jenuh. Setelah ia melaksanakan shalat subuh, ia memilih tidur. Mengakui tubuhnya yang lelah dan butuh istirahat. Namun beberapa jam setelahnya, ia kembali bangun di pukul 08.25 WIB. Kepalanya terasa pening, mungkin ini efek semalam.
Raga merenggangkan otot-ototnya, matanya berkeliling mencari keberadaan Fay. Yang ia temukan ternyata Bi Ica, yang sedang menyiapkan sarapan untuknya dengan senyum hangatnya.
"Fay ke mana, Bi?" tanya nya sembari duduk di meja makan.
Bi Ica menoleh, "oh, Nona sudah pergi dari satu jam yang lalu, Tuan Muda."
"Kok nggak bilang?"
"Kurang tahu kalau soal itu. Mungkin, Nona Fay tidak mau mengganggu tidur, Tuan Muda."
"Bi Ica tau dia ke mana?"
Bi Ica menggeleng dengan senyumnya, "Nona cuma pamit mau pergi aja."
Raga mengetuk-ngetuk jarinya di meja sambil manggut-manggut, ia menghela napas lagi. Harapannya semalam terasa sirna lagi. Ia yang sudah berniat untuk memperbaiki, tapi kesempatan itu selalu hilang.
Bi Ica menepuk lembut pundak Raga, membuatnya menoleh sedikit terkejut. Raga melihat senyum menenangkan Bi Ica.
"Gapapa, biarkan Nona Fay juga mencari ketenangan dulu. Pasti nanti balik. Semuanya akan baik-baik saja, Tuan muda."
Selang dari perkataan Bi Ica, Raga tersenyum. Mengelus-elus tangan Bi Ica yang ada di pundaknya. Kehadiran Bi Ica memang sedikit membantu Raga tenang. Memahami apa kata Bi Ica.
"Cewek kalau lagi pms memang mudah sensi dan marahnya. Jadi masalah sepele bisa membesar kan," imbuhnya.
Raga mengerutkan keningnya, "dia lagi pms, Bi?"
"Loh, iya."
Beberapa detik Raga diam, seakan merenung. Ia bahkan tidak tahu gadis itu sedang pms. Meraup wajahnya, geleng-geleng kepala sendiri.
"Ini mungkin penyebab marah-marah nggak jelasnya, yang malah jadi berdebat sampai pisah ranjang," tuturnya.
Bi Ica terkekeh, "kok ya dua-duanya sama-sama tersulut emosi loh. Cuma sepele katanya."
"Aneh emang, Bi."
"Ya sudah, silakan makan, Tuan Muda. Saya ke belakang dulu," pamitnya.
"Bi Ica jangan lupa makan juga ya."
"Iya, Tuan Muda."
Selepas kepergian Bi Ica, bukannya makan Raga malah merenung sendiri. Mengingat kembali perdebatan kemarin. Jika dipikir-pikir itu bukan masalah besar. Hanya bagaimana cara mengontrol emosi dan ego satu sama lain. Bagaimana cara mengerti keinginan dan kondisi. Dan pengucapan yang sekiranya tidak menyinggung perasaan sesama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Muda: Ragatama
Teen Fiction"Lo mahal, Fay. Dapetin lo mahal." "Contohnya dengan mahar helikopter dan sejenisnya. Mahal anjir, istrinya tuan muda," lanjut Raga. •••🖤••• "Badan lo nggak nyaman di peluk, Raga. Lepas." "Badan gue nyaman buat dikelonin tapi. Mau?" •••🖤••• Tentan...