Happy Reading 💜
•••🖤•••
Tidak peduli dengan apa yang terjadi pada kita, apa yang tengah kita alami saat ini. Dunia benar-benar tetap berjalan seperti biasanya, tanpa memikirkan ada orang yang berharap waktu berhenti sejenak. Waktu benar-benar tetap berjalan begitu saja.
Bagaimanapun itu, Fay tetap harus menjalani aktivitas sehari-harinya, tanpa mengeluh pada dunia bahwa hatinya sedang rapuh. Tetap menempuh pendidikannya, dengan hati yang benar-benar tidak siap. Sama sekali tidak siap untuk bertemu dengan Arnav, yang sejak kemarin sudah mencarinya.
Meski tidak ada senyum di wajahnya, atau bahkan tidak ada semangat. Setidaknya Fay punya niat ke kampus. "Kampus lo besar, Fay. Kemungkinan ketemu Arnav kecil."
Fay tersenyum tipis dengan kalimat yang mencoba menenangkan dirinya sendiri. Langkah Fay semakin dekat dengan kelasnya, tapi pandangan matanya membuat langkah itu terhenti dan senyum tipis itu menghilang dengan sekejap.
"Kenapa ketemu," lirih Fay memandang Arnav di lorong kelasnya. Pandangannya terpaku pada langkah kaki Arnav yang semakin dekat dengannya. Seharusnya Fay segera melangkahkan kakinya untuk menghindari, tapi kenapa hatinya selalu bertahan?
Arnav memberikan senyum hangatnya, "masih marah?"
Tertebak dengan jelas pertanyaan apa yang pertama Arnav lontarkan. Sederhana tapi sulit untuk Fay jawab. Fay menelan ludahnya sejenak, memain-mainkan jari-jarinya.
"Jauhin gue," ucapnya tetap lirih. Tetap saja meski perasaannya masih emosi, tapi Fay bisa mengontrolnya.
"Sampai kapan? Sampai kita kembali asing?" Bola mata Fay memutar dengan malas, membuang pandangannya dengan pertanyaan itu.
Tersenyum kecut tanpa memandang Arnav. "Bahkan gue merasa asing buat lo, Ar."
Desiran mengalir di seluruh tubuh Arnav, memandang dengan sendu paras cantik yang kehilangan senyum tersebut. Berkali-kali batinnya merasa sakit, dan sekarang melihat respon sang pacar yang seperti ini.
Arnav menundukkan kepalanya dengan senyum miris, sadar kehadirannya belum diinginkan Fay untuk saat ini. Memberikan Fay ruang lebih banyak adalah pilihan tepat untuk sekarang ini.
"Masuk gih, belajar yang bener." Arnav kembali mendongak dengan kekehan kecil, mengusap-usap kepala Fay. "Gue juga ke kelas ya."
Menepuk-nepuk pelan kepala Fay, masih mempertahankan senyum yang tersimpan luka. Mata Fay melihat kaki Arnav yang mulai berjalan menjauhinya. Fay masih belum mau menatapnya, hingga langkah Arnav semakin jauh dan Fay menatap dengan nanar punggung cowok itu.
Tidak heran jika air mata Fay kembali turun, batinnya kembali merasa sakit. Menjauhi Arnav juga menyakitinya, tapi fakta-fakta kemarin belum mampu Fay terima sepenuhnya.
Mengusap air matanya, "belajar, Fay. Bukan nangis."
Menerbitkan senyumnya kembali, berbalik badan untuk masuk ke kelas. Tapi notifikasi ponselnya menghentikan langkahnya, memeriksakannya sembari melanjutkan jalannya menuju kursinya. Duduk di kursinya sambil membaca pesan dari Raga.
Tuan muda katanya:
|
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Muda: Ragatama
Teen Fiction"Lo mahal, Fay. Dapetin lo mahal." "Contohnya dengan mahar helikopter dan sejenisnya. Mahal anjir, istrinya tuan muda," lanjut Raga. •••🖤••• "Badan lo nggak nyaman di peluk, Raga. Lepas." "Badan gue nyaman buat dikelonin tapi. Mau?" •••🖤••• Tentan...