SELAMAT MEMBACA^^
•••🖤•••
Fay sudah mengemasi barang-barangnya juga barang-barang Raga. Semuanya sudah siap di dalam koper maupun tas ransel, semuanya perlahan dimasukkan ke dalam mobil. Fay mengangguk-angguk melihat semuanya sudah siap. Pandangannya kembali menatap orang tuanya.
Berdiri di samping Mama nya, memasang wajah cemberut lalu memeluk Mama nya. "Ma, aku bisa nggak ya jalanin hari jadi seorang istri kayak Mama?"
Bu Nadin terkekeh pelan, mengusap-usap rambut putrinya. "Gapapa, belajar dulu. Jalani senyaman kamu."
Bu Tania ikut mengelus-elus rambut Fay dengan lembut, tahu ketakutan serta kebingungan seperti apa yang Fay rasakan. Fay perlahan melepaskan pelukannya, menatap Bu Tania yang memberikan senyum lebar padanya.
"Gapapa, Raga nggak galak kan, Sayang?" tanya Bu Tania lembut.
Raga berdecak, "galak apa nya, Bun? Anak Bunda ini baik dan lembut."
"Gue nggak setuju," sahut Fay. Membuat Bu Tania terkekeh pelan, mencubit kecil perut Raga. Raga dibuat meringis.
"Tuh, jangan galak-galak kamu," omel Bu Tania.
"Aku enggak, Bund." Raga membela diri. "Dia tuh, Ma yang sinis terus," adu Raga pada Bu Nadin, mulai memanggil Bu Nadin seperti Fay.
"Fay juga nggak boleh sinis-sinis gitu. Senyum dong, pamerin lesungnya." Nasihat Bu Nadin pada Fay, yang membuat Fay mengangguk sekenanya.
Pak Raymond geleng-geleng kepala. "Kalian ini yang bilang mau nikah, tapi seakan ini kayak perjodohan."
"Ho'oh, sebenernya kalian kenal berapa lama? Apa udah pacaran dari dulu?" imbuh Pak Rangga ikut menambah kebingungan.
Fay dan Raga saling tatap, sama bingungnya untuk menjawab pertanyaan itu. Merasa canggung dan bingung menjalani hari-hari setelah pernikahannya, bahkan keduanya belum bisa dan mau untuk menceritakan bagaimana hubungan Fay dan Raga awalnya. Tidak sedekat yang kedua orang tua mereka pikirkan.
Fay memalingkan wajahnya dari Raga. "Emang kitanya aja yang belum terbiasa, Yah, Pa."
Raga mengangguk menyetujui, mengambil kunci mobilnya. "Makanya mau tinggal berdua biar mudah terbiasa dan leluasa."
"Oh, jadi kalau tinggal sama Bunda nggak leluasa gitu?" sahut Bu Tania dengan nada dibuat seperti marah, padahal tidak.
"Iya lah, mana ada mantu yang mau serumah sama mertua. Yang ada nggak tenang," sahut Raga dengan nada kesal, tapi diiringi dengan candaan.
Fay menyenggol lengan Raga. "Omongan lo njir! Gue nggak gitu ya."
Bu Tania melipat kedua tangannya di depan dada, menyipitkan matanya. "Oh ya udah, betah ya di rumah barunya."
Raga tertawa melihat Bunda nya ngambek, segera memeluk Bunda nya dari belakang. Hangat dan manja. "Bunda cantik, sering-sering main ke rumah aku ya nanti. Bawain makanan enak."
Bu Tania mencubit lagi perut Raga, tapi cowok itu berhasil menghindar. "Ya harusnya kamu yang sering-sering kunjungi Bunda. Jangan lama-lama."
Raga terkekeh pelan, melihat mata Bunda nya yang sudah berkaca-kaca. Mengusapnya lembut, "iya nanti sering pulang, biar dompet makin tebel."
"Ragaa astaga!" kesal Pak Raymond memukul pantat Raga yang terus becanda.
"Usir aja, Yah. Jangan kasih uang." Sasa ikut-ikutan, selalu kompor.
"Emang Ayah kasih uang? Dia cari sendiri," sahut Pak Raymond santai, Raga tertawa lagi melihat wajah kesal Sasa.
Raga mengacak-acak rambut adiknya. "Kasihani gue kek, kalau nambah duit dari Ayah gue harus nambah dompet buat isi kartu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Muda: Ragatama
Teen Fiction"Lo mahal, Fay. Dapetin lo mahal." "Contohnya dengan mahar helikopter dan sejenisnya. Mahal anjir, istrinya tuan muda," lanjut Raga. •••🖤••• "Badan lo nggak nyaman di peluk, Raga. Lepas." "Badan gue nyaman buat dikelonin tapi. Mau?" •••🖤••• Tentan...