33. Api Cemburu?

564 20 6
                                    

HAPPY READING

•••🖤•••

Sejak pagi seakan belum ada waktu istirahat untuk Raga, setelah selesai urusannya dengan Bayu. Ia melanjutkan urusannya dengan sektretaris nya, Vita Alkadir namanya. Di ruang tamu yang luas itu, keduanya tengah sibuk bersama.

"Pak Harto nggak bisa ke sini?" tanya Raga, Vita mendongak.

"Ada kerjaan yang harus diselesaikan dulu, Tuan muda," jawab sektretaris dengan setelan rok span selutut dan blouse tanpa lengan warna putih itu.

"Kerjaan proyeknya Ayah di Bandung itu?"

"Iya, Tuan muda. Tuan Raymond menyuruh menyelesaikan hari ini."

Raga mengangguk-angguk, "kita seumuran ya?"

"Saya setahun diatas, Tuan muda."

"Ohh gitu, lupa gue pas baca biodata lo," sahut Raga. "Bicaranya santai aja kalau ngga di kantor."

Vita mengangguk-angguk dengan senyum manisnya, menata ulang berkas-berkas nya lagi. Raga malah sibuk dengan ponselnya, yang ia tunggu-tunggu belum juga membalas pesannya. Melirik jam, sudah hampir jam 4 sore.

Tiba-tiba suara langkah kaki terdengar, dari suara sepatunya Raga bisa menebak orang itu berlarian kecil. Raga mengira itu Fay, tapi ternyata gadis cantik yang berlari dengan gembira itu Sasa.

"Ngapain?"

Pertanyaan yang menyambut Sasa, raut gembira Sasa langsung padam melihat sambutan Kakak nya, ditambah seorang gadis di sampingnya, heran. Langkahnya terlihat malas mendekat kakak nya.

"Tujuannya cari Kak Fay, ogah banget ke sini cari Kak Raga," jawab Sasa menyebalkan.

"Yang lo cari nggak ada."

"Ke mana?"

"Nggak tau, pulang aja sana lo," usir Raga dengan kesal.

"Ogah! Aku mau nunggu Kakak iparku tersayang."

Raga memutar bola matanya malas meladeni Sasa. Ditatapnya Vita yang seperti keheranan, "kakak ipar? Oh iya, gue lupa lo udah punya istri."

"Iya, Fay nama nya," balas Raga memperkenalkan.

Vita mengangguk-angguk paham dengan tersenyum ramah. Mata Sasa mengintimidasi dengan tajam, "dia siapa, kak?"

"Sekertaris baru kakak, Vita."

Sasa ber oh ria saja, Vita memberikan sapaan ramah pada Sasa. "Sekretaris rasa teman akrab."

"Apa salahnya? Kerja nggak harus formal terus, dek."

Sahutan ketus dari Raga itu membuat Sasa berdecak malas, rasanya semakin kesal dengan Raga ditambah Vita. Sasa melengos pergi, menaiki tangga meninggalkan keduanya. Tidak mau tau dan peduli dengan mereka.

Raga geleng-geleng kepala, "maaf ya, adik gue emang gitu."

"Loh? Kenapa maaf? Gapapa kok, Ga."

Raga tersenyum dengan anggukan kecil. "Jadi, gimana kelanjutan proyeknya?"

Vita kembali tersenyum sebelum berbicara, memutar laptopnya menghadap Raga. "Untuk proyek Bandung 99% udah kelar, dikit lagi."

"Oke, proyek Bandung bisa dibereskan. Nggak ada masalah," tanggapi Raga.

"Kalau untuk proyek di Bali, baru 20% selesai. Proyek itu butuh banyak tinjauan lagi, kita harus sering-sering mengsurvei nya."

Raga mengamati layar laptopnya, lalu menatap Vita. "Itu berarti harus ada tinjauan langsung ke Bali?"

Tuan Muda: RagatamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang