Selamat Membaca🍭
•••💗•••
Fay menghabiskan malam yang dingin di kamarnya, merebahkan tubuh di tengah kasur dengan satu kaki bertumpang di lutut. Berteman secangkir teh serta beberapa kue kering. Menikmati layar elektronik.
Langkah kaki memasuki kamar, mengalihkan fokus Fay. Raga menyugar rambutnya ke belakang, menggigit bibirnya dengan senyum jahil. Fay langsung siap siaga, menurunkan kakinya lalu merapatkan tubuh di sandaran kasur.
"Ih, serem!" Fay jaga jarak dari Raga, juga melempari Raga bantal. "Gue masih kecil, jangan macem-macem, Om!"
Raga terkekeh kecil, ia mulai merenggangkan otot-otot tubuhnya. Seperti sedang pemanasan. Fay semakin takut, Raga berlagak seolah ia siap menyantap dirinya. Apalagi kemeja yang Raga kenakan sengaja kancingnya dilepas semua, berpaduan celena pendek. Tidak kah Raga pikir bagaimana kinerja otak Fay? Juga degup jantungnya?
"Nggak bisa kancing baju lo? Apa perlu diajarin?" Fay meredam rasa gugupnya.
"Iya, gue perlu." Kaki Raga mulai naik ke atas ranjang, badannya condong ke arah Fay. "Praktekin sekarang."
Fay menelisik jelas pemandangan apa yang disuguhkan pada netranya ini. Dada bidang ditemani perut sixpack, mematikan netra cantik Fay. Susah payah ia meneguk ludahnya, mengatur gejolak yang terus bergemuruh. Mendongak sedikit saja, degupnya semakin keras. Disajikan paras menawan dari Raga, tak terpungkiri pesonanya yang begitu membius. Apalagi sedekat ini.
Melihat Fay diam terpaku, Raga mengambil tangan Fay menggerakkan nya perlahan. Entah dengan kesadarannya atau tidak, tangan mungil itu dengan lembut mengelus dada bidang Raga. Si empu tersenyum hangat, menikmati wajah polos yang tengah memberinya sentuhan hangat. Kehangatan itu mulai naik, mengusap ceruk lehernya.
"Shit," umpatnya. Ibu jari mungil itu, mengusap jakunnya. Tangan Raga menumpu pada punggung tangan Fay, menghentikannya. "Nakal ya."
Kedua bola mata hitam itu saling menangkap objek yang sama. Menyadarkan alam bawah sadar Fay yang sempat tersihir. Segera ia menarik tangannya, memalingkan wajah penuh malu. Berkali-kali ia merutuki dirinya sendiri.
Fay mengalihkan topik, "ck kancingin bajunya!"
"Ngapain?"
"Apanya?"
"Ngapain dikancing?"
"Ketek lo kelihatan, baunya nyebar. Badan lo--"
"Suka?" potong Raga. "Suka kan badan gue?"
"Badan lo jelek! Kulit lo item, perut lo abstrak, leher lo panjang." Fay geram sendiri. "Lo jelek, Raga!"
Tingkah konyol itu membuat Raga terkekeh gemas. "Brisik banget sih mulutnya, gue cium ya biar diem?"
"RAGA!" teriaknya semakin keras. Perut Raga yang terpampang jelas, memberikan ruang untuk Fay leluasa mencubitnya.
Raga meringis, "orang mah malem pertama mesra, lembut, suaranya syahduh. Ini kita apa?"
"Nggak usah berdrama."
"Romantis dikit. Ada lilin, sprei ganti putih, taburin mawar. Pakai baju bagus, wangi. Apaan banget lengan panjang. Modal dikit gitu loh!"
"Giliran brisik ya," katanya. "Korban film banget."
"Lo benar-benar mematahkan ekspektasi gue. Sambut suaminya dengan gairah gitu. Nggak pernah diajarin, hah?"
"Lagian, siapa yang mau ngajarin? Ribet banget!"
Netra hitam milik Raga, menatap sang puan dengan sayu. Sepenuhnya tubuhnya sudah berada di tengah ranjang. Menyila kakinya, duduk berhadapan penuh keheningan. Menerobos netra indah, yang tampak kekhawatiran di dalamnya. Entah, kemana pikiran mereka berkelana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Muda: Ragatama
Genç Kurgu"Lo mahal, Fay. Dapetin lo mahal." "Contohnya dengan mahar helikopter dan sejenisnya. Mahal anjir, istrinya tuan muda," lanjut Raga. •••🖤••• "Badan lo nggak nyaman di peluk, Raga. Lepas." "Badan gue nyaman buat dikelonin tapi. Mau?" •••🖤••• Tentan...