SELAMAT MEMBACA
•••🖤•••
"Oh ya, panggilan dede embul itu dari kakak cowok, gue nggak kenal sih. Dia nyamperin gue pas gue nangis, dia baik. Dia kakak tingkat gue waktu smp, temennya Arnav kayaknya."
Raga mulai tertarik lagi dengan cerita Fay, "terus?"
Menoleh, "ya terus apa? Orang gue sama dia nggak kenal. Tapi kata-katanya dia tuh selalu nenangin, buat gue nggak insecure."
"Kata-katanya gimana?"
"Emm, kayak kata-kata yang lo bilang di mobil itu. Terus gue bilang kata-kata lo mirip, itu yang gue maksud kata-kata lo mirip sama kakak itu."
Memori dikepala Raga berputar searah jarum jam, mencari momen seperti yang dimaksud Fay. Berpikir-pikir, hingga ia mulai ingat.
Flashback on
"Kalau lo insecure, itu ngebuat lo nyakiti diri sendiri. Diri lo berharga, meski nggak sempurna."
Senyum Fay masih terlihat jelas di wajah cantiknya, ia semakin tersenyum mendengar kata-kata itu. Rasanya, sekarang ada seseorang yang membantunya tidak jatuh insecure lagi. Kata-kata yang menguatkan batinnya.
"So, don't be insecure, cantik."
Raga mengalihkan pandangannya, sebelum itu ia tersenyum. Mulai melajukan mobilnya kembali. Fay bernapas lega, membuang muka ke samping.
Tapi tunggu, tunggu! Fay teringat sesuatu, rasanya seperti deja vu."Kalimat lo, mirip sama--"
Flashback off
Ber oh ria, mulai ingat dengan memori itu. Raga tersenyum miring, berbaring miring sambil menyangga kepalanya dan menatap Fay dalam.
"Gimana kalau yang ngomong ternyata orang nya sama?"
kerja otak Fay berusaha melaju sangat cepat, berpikir keras dengan maksud ucapan Raga? Dahinya mengernyit, tanda ia kebingungan. Melihat senyum Raga, membuat Fay menebak-nebak. Lalu menggeleng dengan tawa meremehkan.
"Haha ya nggak mungkin, lo itu kakak cowok yang gue maksud."
"Kenapa nggak mungkin?"
Fay berdecak, ikut berbaring miring. "Kakak itu berbeda 180° sama lo. Dia nggak senyebelin lo."
Manik matanya masih menatap Fay dengan senyuman, melihat ketidak percayaan di mata itu. Menggendikkan bahunya acuh lalu menghela napas, bangkit dari tidurnya dan menyeruput es kopyor nya.
"Ya udah sih kalau nggak percaya."
"Emang."
Raga melirik Fay sambil mengunyah telur gulungnya, terkekeh meremehkan. Menurunkan kakinya, bersiap-siap memakai sandal. Sedangkan Fay, mulai menikmati jajanannya sambil rebahan.
"Dia janji mau nikahi lo kan? Gimana jadinya?"
Seketika itu juga Fay berhenti mengunyah, kalimat yang Raga ucapkan benar-benar membuat degup jantungnya semakin kencang. Dengan gesit, Fay beranjak menarik lengan Raga yang bersiap berdiri, membuat Raga jatuh ke kasur. Raut Fay terlihat panit dan kebingungan.
"Yaallah kenapa?" tanya Raga yang sudah terbanting di kasur.
Fay duduk di samping Raga, meneguk salivanya. "Ga, kok lo, kok lo tahu? Soal itu gue nggak ngomong siapa-siapa loh, bahkan nulis di notebook pun enggak."
Antara panik, bingung dan gelisah menjadi satu dalam diri Fay. Pasalnya, ia sama sekali tidak menceritakan hal itu pada siapapun atau menulisnya dalam buku notebooknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Muda: Ragatama
Teen Fiction"Lo mahal, Fay. Dapetin lo mahal." "Contohnya dengan mahar helikopter dan sejenisnya. Mahal anjir, istrinya tuan muda," lanjut Raga. •••🖤••• "Badan lo nggak nyaman di peluk, Raga. Lepas." "Badan gue nyaman buat dikelonin tapi. Mau?" •••🖤••• Tentan...