17. Kejujuran Arnav

582 29 4
                                    

HAPPY READING^^^

•••🖤•••

"Sejauh apa kalian sekarang?" potong Arnav dengan raut datarnya, emosinya benar-benar ia simpan. Selaan Arnav itu membuat pacu jantung Fay semakin cepat.

Mata Fay tidak mampu lagi menatap Arnav, badannya bergetar, takut. Bibirnya benar-benar kelu untuk menceritakan bagaimana ia dan Raga. Emosinya benar-benar dimainkan, mengingat interaksi Raga dengan dirinya dan keluarganya saat ini.

Fay melayangkan pandangannya ke arah lain. Tidak berani menatap Arnav, tapi Fay ingin terbuka. Jika Raga semakin nekat melanjutkan rencana pernikahan itu, Fay tidak bisa berbuat banyak. Kecuali sekarang ia mencegahnya, dengan menceritakan pada Arnav dan mencari solusinya.

Tatapannya kembali tertuju pada Arnav, berharap respon baik dari cowok itu. "Raga bilang mau nikahin gue."

Mata Arnav semakin fokus tertuju pada Fay, rautnya tetap stabil, tidak melototkan matanya sama sekali. Atau bahkan mengeraskan rahangnya, atau mengekpresikan sebuah kemarahan. Tidak, Arnav tidak menunjukkan kemarahan itu diwajahnya.

Tapi, terasa jelas aura marah dari Arnav. Apalagi diamnya Arnav dan tatapan yang tidak lepas dari Fay. Sungguh, membuat detak jantung Fay tidak stabil, menunggu Arnav membuka mulutnya. Tapi sepertinya tidak.

Arnav hanya mengangguk sekali dengan lesu dan pasrah. Mendorong kursinya ke belakang, berdiri perlahan, hendak melangkahkan kakinya pergi. Tanpa menatap Fay sekilas pun, Fay langsung ikut berdiri, menghadang langkah Arnav di depannya.

Fay menelan air ludahnya, menarik napasnya dalam-dalam. "Ar, gue cerita karena gue mau kita cari solusi. Bukan lo pergi gini."

"Lanjutin," lirih Arnav dengan nada dinginnya. Matanya sudah benar-benar tidak berminat menatap Fay.

"Apanya? Lo mau gue terusin? Lo mau, Ar? Lo mau?!" Emosi Fay sudah semakin tidak stabil, air matanya mulai mengalir lagi.

Arnav menggeleng pelan, "gue gamau."

"Terus kenapa lo minta gue lanjutin? Kenapa lo nggak cegah ini? Kenapa lo malah mau pergi?"

Fay menatap Arnav penuh nyala emosi, terisak tanpa peduli dengan sekitar. Fokusnya hanya pada Arnav, tapi objek fokusnya malah membuang pandangan ke arah lain. Enggan menatap Fay.

Arnav tersenyum kecut, "gimana kalau akhirnya gue juga pergi?"

Fay mengerutkan keningnya dengan kesal, memukul dada Arnav. "Apa sih? Lo ngawur ya?"

"Ar, ayo ketemu Papa. Kenalan sebagai pacar gue. Kalau pun ada pernikahan yang terjadi, itu gue sama lo. Ayo, Ar."

Fay menarik-narik lengan Arnav, menggigit-gigit bibir bawahnya dengan genangan air mata yang ia tahan. Matanya memerah, masih menatap obyek yang sama dengan tatapan sendu penuh harap.

Arnav menolehkan kepalanya, menatap manik mata Fay, menurunkan tangan Fay yang mengayun-ayunkan lengan tangannya. "Pulang, Fay."

Mata Fay semakin memerah, pandangannya semakin blur karena genangan air mata di matanya. "Perjuangin gue, Ar."

Air mata Fay sudah menetes dengan deras, tatapannya semakin dalam dan sendu. Menatap mata cowok yang tidak lagi memandang nya sehangat dulu. Tatapannya benar-benar dingin.

Fay mulai menunduk pelan, "susah ya, Ar cuma ketemu Papa aja? Gue juga mau kayak Amel gitu, keluarganya kenal sama Sandy, saling kenal. Lihat pacar deket sama orang tua kita."

Arnav menghela napas, mendengar keluhan dari sang pacar. "Bahkan kencan sederhana kayak yang gue mau. Cukup jajan pinggir jalan berdua, tanpa peduliin makanan berminyak, nggak bernutrisi atau apapun itu. Sederhana, Ar."

Tuan Muda: RagatamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang