SELAMAT MEMBACA
•••
Pagi tiba beserta kehangatan yang ia bawa, menyinari setiap titik sudut di muka bumi, menghangatkan dengan cahayanya. Kehangatan pagi itu pun dirasakan oleh Fay sendiri. Menghabiskan waktu pagi yang hangat, dengan asik bermain air bersama Raga dan keluarga nya. Gelak tawa saling menggema, bersahutan satu dengan yang lainnya. Sampai cahaya hangat itu mulai terasa panas, peluh pun mulai bercucuran.
Siang yang panas segera tiba, membuat Fay memutuskan untuk segera bergegas mandi. Baju serta tubuhnya sudah begitu basah, tanpa pikir panjang ia langsung mandi di kamar Raga. Hanya beberapa waktu yang ia habiskan untuk berendam dalam kesejukan air ini. Lantas ia pun bergegas melilitkan handuk pada tubuhnya.
Tubuhnya terdiam sejenak, membuat kerutan di dahinya. "Tunggu, gue kan nggak ada baju di sini."
Berpikir sejenak, menyadari sesuatu yang sebelumnya ia tidak sadari. Fay menepuk keningnya, "astaga!"
Karena kondisi yang sudah lelah dan gerah, Fay langsung buru-buru mandi tanpa menyiapkan pakaian gantinya. Ia lupa, ia tidak pernah membawa baju ke rumah Raga. Karena sejak menikah mereka langsung memiliki rumah sendiri. Meski begitu, Fay tetap keluar kamar mandi dengan handuk yang melindungi tubuhnya.
Ia sedikit tersentak melihat Raga yang tengah duduk di tepi kasur. Netra keduanya saling beradu tatap, sama-sama terkejut. Sekejap Raga langsung memejamkan matanya, menutup nya dengan kedua telapak tangannya, ia berdecak kesal.
"Ganti baju di dalam bisa kan?" kesalnya.
Fay menyilangkan tangannya di depan tubuhnya, ia mendengus. "Gue nggak ada baju di sini."
Mendengar jawaban itu membuat Raga menghela napas, ia membuka sela-sela jarinya yang menutupi matanya. Mengintip sedikit, "terus lo mau pakai handuk doang?"
Dengan hembusan napas kesal, Fay menurunkan tangannya, "iya, kenapa?"
"Gila lo!"
"Lebay banget sih lo. Kita udah nikah, Raga!"
Raga menelan ludahnya sejenak, melihat langkah Fay yang semakin maju mendekati nya. Dengan sedikit kasar Fay menyingkirkan telapak tangan Raga yang menutupi matanya. Gadis itu berkacak pinggang di depan Raga dengan raut sinis nya. Tubuh Raga seakan kaku tiba-tiba, berhadapan cukup dekat dengan Fay dalam kondisi seperti ini. Ia mencoba tidak menunjukkan kegugupannya.
Raga berdehem, "ngapain sih? Lo pikir gue bakal tergoda sama lo?"
Alis Fay naik sebelah, "gue nggak berpikir sedang menggoda lo. Tapi kalau lo tergoda--"
"Mundur lo."
"Lo takut? Atau terpesona? Mungkin aja lo tergod--"
Mulut Fay langsung berhenti berucap, Raga yang tiba-tiba menarik selimut dan menutupi seluruh tubuh Fay. Raga melilitkan selimut tebal itu di seluruh tubuh Fay, sampai-sampai wajahnya tidak terlihat.
"RAGA!! MUKA GUE! SUMPEK MAU NAPAS!!" teriaknya sembari memberontak dari selimut itu.
Kini Raga tertawa puas, ia masih sibuk denga selimut itu. Raga memeluk selimut itu agar tidak lepas dari tubuh Fay. Tanpa sadar, Raga sedang memeluk Fay. Dan ia terkejut saat Fay berhasil menyingkirkan selimut itu dari wajahnya, lagi dan lagi netra keduanua beradu tatap. Kali ini lebih dekat, dengan dekapan yang Raga berikan.
Seakan ada desiran kehangatan yang mengalir dari tatapan mata yang saling terhubung itu. Banyak hal yang tersimpan, tak dapat diungkapkan. Netra cantik itu, menikmati tatapan yang sudah lama tidak ia lihat. Dan bagaimana Raga terbius dengan tatapan teduh yang selalu menenangkan nya. Seperti sekarang, ia seolah tersihir oleh mata cantik yang beradu dengannya.
Terukir garis lengkung yang indah di pahatan wajah Fay. "Gue kangen lo, Raga."
Lirih lembut suara Fay merangkap memasuki gendang telinga Raga. Seakan suara itu mengalir bersama tiap desiran darah, menuju hatinya. Hingga ada kehangatan lagi yang Raga rasakan pada hatinya, yang sudah lama ia rindukan. Rasa rindu itu memuncak, menumpahkan tetasan air mata yang mengalir pada pahatan wajah cantik itu.
Tetesan air yang mulai turun itu, membuat jari jemari Raga bergerak. Tangan Raga tergerak, tidak tahan melihat wajah cantik yang sedang ia nikmati ini, meneteskan airnya. Dengan lembut Raga mengusap pipi halus itu. Si empunya masih tersedu, ia sedikit menunduk dengan telapak tangan Raga yang menangkup pipinya.
"Raga, gue minta maaf. Maafin gue," lirih nya parau.
Raga memejamkan matanya sembari menelan salivanya susah payah. Ia menarik napasnya perlahan, berusaha menetralkan dirinya. Bersama hembusan napasnya yang teratur, Raga menarik lembut tubuh Fay. Memeluknya dengan hangat, mengusap surai kepala gadis itu. Menenangkan nya dari tangis itu. Karena Raga sendiri, tidak suka melihat ada tangis di wajah cantik miliknya itu.
•••💗•••
Jari jemari lentik itu saling bantu mengaitkan kancing kemeja yang cukup kebesaran. Tubuh Fay benar-benar terlihat mungil mengenakan kemeja putih, tentu saja itu milik Raga. Kemeja oversize yang sedikit membantu. Fay pun menata rambutnya di depan cermin, sembari berkaca pada penampilan nya saat ini. Selain itu Raga juga sibuk sendiri mengeringkan rambutnya dengan handuk. Baru saja ia menyelesaikan mandinya yang segar.
"Kemeja lo nggak ada yang lebih kecil apa?" tanya nya menatap Raga dari cermin.
Raga balik menatap Fay dari cermin, Ia berdecih. "Cewek kok suka pakai yang ketat."
"Gue nggak."
"Lo termasuk."
"Gue kan cuma cari kemeja yang nggak sebesar ini. Ini terlalu longgar."
"Bagus dong. Banyak udara bisa masuk dengan mudah," jawab Raga seadanya ia pun kembali berbalik badan.
Fay ikut berbalik badan dengan mendengus kesal, kaki nya hendak melangkah mendekati Raga. Namun dering ponselnya yang ada di atas kasur, menyita perhatian nya. Fay menoleh, bergegas mengambil ponselnya. Melihat tulisan nama seseorang yang tampil di layar itu. Ia diam sejenak, tidak langsung mengangkat panggilan telpon itu.
"Angkat aja," kata Raga setelah mengintip dari belakang.
Fay reflek menyembunyikan ponselnya karena sedikit terkejut. "Udah mati telponnya."
Raga mengamati raut wajah Fay, jujur saja Fay sedikit takut. Melihat Arnav tiba-tiba menelponnya membuat ia kebingungan. Ia tidak mau ada keributan lagi antara ia dan Raga. Ia pikir antara keduanya sudah mulai membaik. Jadi, Fay berusaha mempertahankan situasi sekarang lalu memperbaiki nya.
Namun, detik setelahnya terdengar suara notifikasi. Sebuah chat masuk ke ponsel Fay. Raga menaikkan alisnya, memberi kode agar Fay membuka nya. Dengan keraguan Fay membuka ponselnya. Membaca sebuah pesan dari Arnav, Raga juga ikut membacanya. Respon Raga hanya bergumam santai, berbeda dengan Fay yang mulai panik.
"Ohh, ketemu aja," katanya santai.
Fay dengan keras menggeleng. "Nggak mau gue."
"Kenapa?"
"Nanti ada yang cemburu."
Fay membuat garis senyum lagi, menyingkirkan ketakutan nya. Mencoba menguasai suasana lagi agar setenang mungkin. Mengembalikan suasana semula, menyingkirkan kesunyian dan ketagangan itu.
"Cih," decih nya lalu membuang muka. "Mungkin dia kangen, temuin aja."
"Tapi gue kangen nya sama lo, Raga."
•••💗•••
HAPPY READING YAAAA. JANGAN LUPA PENCET BINTANG NYAA DAN MOHONN SUPPORT TERUSS YA💗💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Muda: Ragatama
Teen Fiction"Lo mahal, Fay. Dapetin lo mahal." "Contohnya dengan mahar helikopter dan sejenisnya. Mahal anjir, istrinya tuan muda," lanjut Raga. •••🖤••• "Badan lo nggak nyaman di peluk, Raga. Lepas." "Badan gue nyaman buat dikelonin tapi. Mau?" •••🖤••• Tentan...