75. Lempar Kunci

451 25 0
                                    

Maaf ya lama banget ga update 🥺

•••❤️•••

Dari waktu yang terus berlalu tanpa henti, segala hal terasa begitu cepat berlalu. Namun, berat kala melewati nya. Hembusan udara masih terhirup dengan segar, memasuki rongga paru-paru. Meski ada rasa sesak di dada yang masih tersisa. Perjalanan hidup yang terlewati tidak mudah, membuat lelah hati yang menjalaninya. Saat semua terasa begitu melelahkan, tempat pulang hanyalah pelukan orang tua. Hangatnya peluk itu, mendekap semua rasa sakit yang menyeruak.

Bagi Fay, semua beban beratnya belakangan ini mulai luruh dalam dekap peluk itu. Segalanya sudah ia curahkan, tidak ada lagi hal yang ia tutupi. Sedikit pun tak ada. Ia membuka semua yang dulu orang tua nya tidak ketahui, namun sekarang kedua nya tahu. Perjalanan hidup Putri semata wayangnya yang tidak berjalan semudah yang mereka pikirkan.

Tangan kekar Pak Rangga mengusap surai rambut putrinya, dengan senyum hangat. "Anak Papa, sudah dewasa ternyata ya."

Si empu hanya membentuk garis lengkung di paras cantiknya, menyambut lembutnya usapan sang Papa.

"Dulu, kamu masih manja-manja nya sama, Papa. Ngadu ke Papa saat nggak dibolehin makan permen sama Mama. Sekarang, anak Papa ini sudah melewati masa dewasa yang berat."

"Pa ..." lirihnya. "Aku masih mau jadi anak kecil Papa."

Pak Rangga terkekeh kecil, "Papa sudah tidak muda lagi. Artinya putri cantik Papa ini sudah dewasa."

"Sayang," lembut kata Bu Nadin merangkul pundak Putrinya. "Papa dan Mama selalu sayang sama kamu. Nggak akan pernah habis rasa sayang itu."

Netra cantik kedua perempuan itu saling bertemu. Begitu dalam, menelusuri keindahan apa yang tersembunyi dalam netra cantik itu. Tak hanya ukiran garis di wajah cantik wanita paruh baya itu. Ada senyum menawan dari matanya pula, mampu menyejukkan hati Fay yang gundah.

"Sekarang, apa yang akan menjadi keputusan kamu dan suamimu. Papa dan Mama selalu mendoakan yang terbaik. Kebahagiaan kalian itu utama."

Bu Nadin mengusap pipi Fay dengan pelan. Tak membiarkan air mata murni dari netra cantik itu membasahi pipi mulus milik Putrinya.

"Nggak ada yang perlu disalahkan ataupun mencari letak salahnya. Akui perasaan masing-masing. Kalau kamu memang masih menginginkan mantan kekasih kamu, minta dia temui Mama Papa secepatnya. Tapi, jangan sampai perasaan itu menyakiti hati siapapun. Termasuk suami kamu."

Dengan cepat kepala Fay menggeleng, "aku mau Raga, Ma. Suami aku."

Mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Sang Putri. Membuat Bu Nadin dan Pak Rangga tertawa, terdengar lucu rengekan Putri mereka. Mulut Fay maju beberapa senti mendengar tawa itu.

"Kok diketawain?"

Pak Rangga geleng-geleng kepala sembari menepuk pundak Fay. "Kalau begitu apa lagi? Tidak perlu ada perceraian kan?"

"Tapi Raga mengurus perceraian itu, Pa. Aku bingung harus gimana."

"Raga sayang kan sama kamu?"

Mulut Fay terkunci, ia diam sejenak karena tidak yakin akan jawabannya. Kepalanya sedikit tertunduk, namun genggam hangat dari Bu Nadin Membuat kepalanya kembali mendongak.

"Jangan pernah ragu, Sayang. Percaya sama suami kamu ya?"

"Ma, tapi Raga maunya cerai."

"Bukan berarti dia tidak sayang sama kamu kan?" tanya Bu Nadin membuat Fay diam lagi. Ia mengusap lembut punggung tangan Fay dengan ibu jarinya. Tak lupa juga dengan senyum menenangkan yang masih terukir jelas di wajahnya.

Tuan Muda: RagatamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang