67. Menyelesaikan Masalah?

444 30 0
                                    

SELAMAT MEMBACA

•••

Dunia terasa begitu melelahkan, kepala terasa sangat bising. Ingin rasanya merasakan sejuknya udara dengan tenang. Namun, hiruk-pikuk dunia begitu berisik. Sampai-sampai sudah tidak ada arah lagi untuk pulang. Mencari ketenangan itu. Raga pun sama, ia sudah hampir di garis putus asa nya. Ia kehilangan arah dan kendalinya.

Hingga, langkahnya yang gontai perlahan memasuki pekarangan rumah megahnya. Yang dulu ia singgahi, sebelum menjadi seorang suami. Rumah orang tuanya adalah tujuan terakhirnya, tempatnya pulang dikala ia kehilangan arah.

Kakinya mulai memasuki rumah itu, kedatangannya disambut banyak pelayan. Sampai seorang perempuan paruh baya datang menyambut nya. Merentangkan tangannya, bersiap untuk memeluknya dengan senyuman hangat. Raga diam menerima pelukan itu.

"Ya ampun! Bunda kangen banget," ujar Bu Tania antusias.

Ia memeluk erat putranya, merenggangkan sejenak pelukannya. Mengecup kening Raga dengan senyum lebarnya. Tampak raut bahagia atas kedatangan Raga.

"Oh ya, Fay mana? Nggak kamu ajak?"

Mata Bu Tania mencari-cari sosok Fay di belakang Raga, tidak menemukan nya. Ia menatap Putranya, raut wajahnya tampak kesal. Senyum di wajahnya mulai memudar, berganti raut khawatir.

Raga terkekeh sinis, "yang ditanyain anak orang, bukan anaknya."

"Sayang, kamu kok bicara seperti itu? Mana Fay, Bunda kangen banget. Mau ketemu."

Raga memalingkan wajahnya, ia merasa kesal ketika yang dicari Bunda nya adalah gadis itu. Entahlah ia merasa cemburu atau apa. Padahal kedatangan nya untuk menenangkan diri.

Bu Tania menolehkan wajah Raga, "ini wajah kamu kenapa?"

Bu Tania mulai sadar sesuatu, ia memeriksa dengan teliti tubuh Raga. Tangan dan kakinya banyak luka. Ia semakin khawatir, kembali menatap wajah putranya yang masam. Terlihat dari kantung matanya, putranya sedang tidak baik-baik saja.

Bu Tania kembali mendekap Raga, "Sayang, ada apa?"

Raga diam, merasakan pelukan hangat dan elusan lembut di punggungnya. Memejamkan matanya, merasakan ketenangan di pelukan sang Bunda. Raga tidak menahannya lagi, ia membalas pelukan itu dengan erat, menyandarkan dagunya di pundak Bunda nya.

Bu Tania masih mengelus punggung Raga, membiarkan Raga seperti itu untuk beberapa lama. Memahami bahwa Raga sedang tidak baik-baik saja.

•••🖤•••

Sejak kecelakaan kecil dari Kafe Lamora itu, Raga pulang ke rumah kedua orang tuanya. Menginap di sana semalaman, menenangkan dirinya. Orang rumah membiarkannya, memberikan waktu untuk menenangkan pikiran. Kemudian pagi ini, Raga turun untuk ikut sarapan bersama. Keadaan nya mulai membaik, luka-lukanya sudah diobati oleh Bunda nya.

Raga mencium pipi Bunda dan Sasa, "morning."

"Morning, Sayang," jawab Bu Tania.

Sasa mengusap pipi bekas ciuman itu. "Kakak ih, skincare aku nanti rusak."

"Justru rusak karena kamu usap begitu."

"Ya siapa suruh cium-cium aku. Aku udah gede!"

Raga berdecih, "masih SMP."

"Kakak!" pekik Sasa kesal, menoleh ke Bu Tania. "Bunda lihat kakak itu. Nyebelin!"

Bu Tania geleng-geleng kepala, "sudah-sudah. Ayo makan saja, jangan ribut dulu."

"Dengerin, jangan ribut."

"Ih kakak yang mulai!"

"Dih? Gue cuma cium doang, tanda sayang itu."

Tuan Muda: RagatamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang