We Met In December III

941 207 90
                                    


Felix mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ekspresinya mengeras hingga ia tak mempedulikan suara klakson pengendara lain ataupun umpatan yang ditujukan padanya. Kakinya menginjak pedal gas makin dalam, melajukan mobil merahnya menuju sebuah hotel mewah yang terletak cukup jauh dari kota.

Nyawanya dipertaruhkan di jalanan namun Felix sama sekali tak terganggu hingga mobilnya mengerem mendadak di depan pintu mewah sebuah hotel. Tanpa banyak bicara pemuda manis itu turun dan berjalan lurus memasuki hotel dimana dua pegawai berjaga. Wanita cantik menyapa dari balik meja resepsionis dan Felix bicara tanpa mau beramah-tamah pada wanita itu.

"Lee Felix," ucapnya yang kemudian pergi begitu saja setelah si wanita memberikan kunci padanya.

Lift terbuka di lantai 10 dan Felix keluar dengan langkah cepat menuju sebuah kamar bertuliskan 1018. Kunci yang sedari tadi ia genggam ditempelkan ke pintu dan pemuda manis segera masuk hingga kakinya berhenti di depan sebuah ranjang besar yang telah terisi. Suara desahan terdengar makin jelas membuat Felix melemparkan sebuah botol minum dengan penuh amarah.

"Akh!"

Wanita yang tengah sibuk bermain di atas ranjang menoleh hingga matanya membola menatap Felix yang bediri kaku dengan kilatan marah di matanya.

"Ini yang membuatmu selalu mencari masalah agar kita terus bertengkar?" Tanya Felix dengan datar namun tajam.

Sena, wanita yang tengah duduk di atas tubuh seorang pemuda segera menarik selimut untuk menutup tubuh telanjangnya. Matanya mengedar ketakutan dan bibirnya bergetar tanpa bisa mengucapkan sepatah kata.

"Apa yang lebih menyakitkan dari sebuah perselingkuhan?" Tanya Felix dengan suara tertahan.

"Selama ini aku berusaha keras menjaga kehormatanmu sebagai wanita, tapi apa yang aku dapat sebagai balasannya?" Lanjutnya dengan nafas memburu dan mata memerah menahan marah.

"Apa hubungan yang terjalin selama 8 tahun tak cukup meyakinkanmu bahwa aku mencintaimu? Benar kita sering berbeda pendapat, tapi apakah itu bisa membenarkan tindakanmu ini?"

"Sayang, aku bisa jelaskan."

"Jelaskan kalau begitu."

Felix menunggu dalam diam. Matanya menatap tajam ke arah Sena yang terlihat ketakutan dan beralih menatap seorang pemuda yang sudah ia anggap sebagai saudaranya sendiri. Seorang sahabat yang menjadi saksi hubungannya dengan Sena sejak awal namun kini keduanya berkhianat dan membuat Felix tak bisa berkata-kata.

"Kau tidak ingin membantunya menjelaskan?" Tanya Felix dengan dingin ke arah pemuda itu.

Felix berdecih kemudian pemuda manis itu membuang muka ketika ia merasakan matanya memanas.

"Aku yang akan mengurus semua pembatalan, jadi jangan pernah kalian tunjukkan wajah menjijikkan kalian di hadapanku lagi," ucap Felix yang kemudian berbalik pergi sembari mengusap wajahnya dengan kasar.

Langkahnya makin cepat seiring dengan air mata yang mengalir di wajahnya. Seorang laki-laki seusianya yang sedang menunggu di lobby memanggilnya namun Felix hanya melempar kunci kamar ke arah pemuda itu sebelum kemudian berlari menuju mobilnya yang masih terparkir di depan hotel.

Felix masuk dan tergesa melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Sesekali tangannya bergerak kasar mengusap matanya yang basah hingga membuatnya beberapa kali hampir menabrak kendaraan lainnya. Tak terhitung berapa banyak suara klakson yang berbunyi namun itu semua tak mampu membuat Felix sadar dari kemarahannya saat ini.

Mobil merah itu melaju memasuki kawasan apartemen yang pernah ia datangi. Felix mengemudi makin lambat hingga benar-benar berhenti ketika melewati sebuah taman yang sepi. Matanya menatap kosong ke depan dimana sepasang sejoli tengah bergandengan tangan sembari berjalan pelan di trotoar. Saat ini Felix butuh sandarannya namun rupanya orang tersebut tengah sibuk dengan urusannya.

Three Words 6 [ChangLix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang