A Fairy Tale

1.1K 175 26
                                    


Ada hal yang seseorang simpan untuk dirinya sendiri. Tak ada yang boleh tau, seorangpun. Bahkan jika itu orang terdekat sekalipun. Pasangan, keluarga, sahabat, tak terkecuali, semuanya tak ada yang tau. Nyatanya perasaan manusia adalah hal paling sulit untuk dimengerti.

"Siang nanti kau yang menjemput anak-anak kan?"

Seorang lelaki dengan balutan kemeja kantornya keluar dari kamar, menghampiri seorang wanita yang tengah sibuk menyiapkan makanan di dapur. Wanita itu menyahuti tanpa menatap sebelum kemudian tersenyum tipis ketika si lelaki memeluknya dari belakang.

"Aku berangkat dulu," ucap si lelaki yang kemudian mengecup kilat tengkuk istrinya.

Lelaki itu melepas pelukannya, mengambil tas kerjanya hingga suara sang istri menahan langkahnya.

"Changbin tunggu, kau melupakan bekalmu."

Changbin tersenyum, meraih sebuah tas berisi bekal buatan istrinya sebelum kemudian segera pergi untuk bekerja.

Dengan langkah lebar Changbin berjalan menuju elevator, memencet tombol teratas dengan penuh semangat hingga pintu terbuka di lantai teratas gedung apartemen. Disana begitu sepi, tak ada seorangpun yang datang lantaran lantai tersebut sudah tak lagi dihuni selama 10 tahun lamanya. Rumor mengatakan lantai tersebut berhantu sehingga penghuninya tak betah dan memilih untuk pergi. Kini pengelola membiarkan lantai tersebut kosong dan tak ada seorangpun yang berani datang kesana lantaran takut pada penghuni tak kasat mata yang mendiaminya. Keculai Changbin, lelaki itu sangat menyukai tempat tersebut.

Kaki Changbin berhenti di depan unit apartemen paling ujung. Tangannya terangkat, mengetuknya tiga kali sebelum kemudian pintu itu terbuka menampakkan kegelapan di dalamnya.

"Aku datang," ucap Changbin sembari melangkah masuk.

Ruangan yang awalnya begitu gelap kini berubah menyilaukan. Tembok apartemen pun tak lagi terlihat digantikan taman bunga yang begitu luas terhampar di depannya. Kakinya melangkah ringan, berjalan mendekati sebuah pohon rimbun dimana ada sebuah kain putih yang menari tertiup angin.

"Menungguku?" Sapa Changbin ketika melihat seorang pemuda berkulit pucat yang tengah duduk di salah satu ranting pohon. Kain putih yang membalut tubuh pemuda itu terus bergoyang seiring rambut pirangnya yang turut menari membawa aroma bunga bersama angin.

"Terlambat 10 menit," ucap si pemuda sembari melompat turun hingga berdiri tepat di hadapan Changbin.

Changbin tersenyum menatap pemuda di hadapannya. Tangannya terangkat, membelai lembut kepala si pemuda yang dihiasi mahkota bunga. Cantik, seperti paras pemuda itu yang masih nampak tak nyata baginya. Terlalu indah hingga tak bisa ia jabarkan melalui kata.

"Maaf, aku harus memandikan anak-anakku dulu tadi," ucap Changbin yang kini membelai pipi lembut si pemuda.

Kulit pucat, bibir merah, mata bulat yang memiliki semesta di dalamnya. Begitu indah hingga membuat Changbin tak bisa mengalihkan pandangannya.

"Apa menurutmu anakmu lebih lucu dariku?" Tanya si pemuda dengan nada manja.

"Mereka lucu, namun tak ada hal lain yang lebih indah darimu Felix."

Felix tersenyum, mengecup singkat bibir Changbin sebelum kemudian menggandeng lelaki itu menuju kursi kayu yang terletak di tengah hamparan bunga.

"Bisakah hari ini kau membawaku berkeliling di duniamu?" Tanya Felix dengan antusias sembari mengambil kotak bekal milik Changbin.

Changbin memperhatikan Felix yang mulai memakan bekalnya dengan lahap sebelum kemudian tangannya terangkat mengusap rambut halus pemuda manis itu.

"Aku tak berani membawa pergi peri terbaik dari dunianya."

Three Words 6 [ChangLix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang