We Met In December II

1K 187 63
                                    


Felix kembali bertengkar dengan Sena. Pertengkaran yang kesekian kalinya sejak mereka mulai mempersiapkan pernikahan. Keduanya terlihat semakin keras kepala seiring berjalannya waktu sehingga pertengkaran pun tak bisa dihindari. Kali ini Felix tak menghubungi Changbin seperti biasanya, ia hanya merasa tak enak karena ia sudah terlalu sering merepotkan pemuda itu.

Felix berjalan menyusuri pinggiran sungai yang cukup sepi kemudian pemuda manis itu duduk di salah satu bangku sembari memejamkan mata untuk menenangkan diri. Sesekali ia akan menghela nafas, mencoba mengurangi beban yang memenuhi hatinya saat ini. Ia lelah terus bertengkar dengan kekasihnya namun ia masih tak rela untuk melepaskannya. Hatinya bimbang, untuk membatalkan pernikahan adalah hal mudah tapi melepas seseorang yang sudah ada di hatinya selama bertahun-tahun tentu tak akan semudah itu. Ini bukan hanya soal perasannya, tapi juga perasaan orang lain di sekeliling mereka.

"Bertengkar lagi?"

Felix membuka matanya dan ia terkejut melihat Changbin sudah berdiri di depannya. Ia sengaja tak menghubungi Changbin karena ia tak mau ketergantungan pada pemuda itu, tapi kenapa Changbin bisa muncul begitu saja di hadapannya?

"Aku bukan hantu, jangan menatapku seperti itu," ucap Changbin sembari duduk di samping Felix.

Felix memperhatikan Changbin dengan perasaan yang campur aduk, namun ada satu perasaan yang mendominasinya saat ini. Nyaman, ia nyaman hanya dengan memiliki Changbin di sisinya seperti ini.

"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Felix menyuarakan rasa penasarannya.

"Lari malam, biasanya aku berlari mengelilingi kompleks apartemen tapi entah kenapa malam ini aku ingin berlari di sekitar sini. Tak kusangka aku akan bertemu denganmu yang sedang bersedih seorang diri. Apa kau baik-baik saja?"

"Bertengkar seperti biasa," ucap Felix sembari menyandarkan punggungnya di sandaran bangku.

Changbin hanya mengangguk tanpa bertanya lebih jauh lagi. Pemuda itu tak melanjutkan olahraganya dan memilih duduk disana menemani Felix.

"Apa kau sudah makan malam?" Tanya Changbin membuka obrolan.

"Belum."

"Berapa kilogram lagi yang ingin kau singkirkan dari tubuhmu? Ayo makan," ucap Changbin sembari bangun dan mengulurkan tangannya ke arah Felix.

Felix menatap tangan Changbin kemudian pemuda manis itu bangun tanpa menerima uluran tangan pemuda itu. Ia masih rasional, jika ia menerima uluran tangan Changbin maka perasaan nyamannya akan semakin berkembang dan itu tidak akan baik bagi semua orang.

"Kau ingin makan apa?" Tanya Changbin sembari mengimbangi langkah Felix.

"Aku akan pulang dan beristirahat, kau lanjutkan saja olahragamu," ucap Felix sembari menunduk menatap kakinya yang terus melangkah.

Changbin tak bersuara. Pemuda itu hanya berjalan di samping Felix tanpa berniat mengucapkan apapun lagi. Felix takut, ia tak mau pertahanannya runtuh. Ia ingin menghindar karena tak mau perasaan nyamannya menjadi sebuah petaka di kemudian hari.

"Hati-hati," ucap Changbin sembari menahan tangan Felix ketika pemuda manis itu hampir menabrak sebuah tiang lampu.

Felix terkejut tentu saja. Kepalanya mendongak dan matanya secara otomatis menatap Changbin yang kini berdiri di hadapannya. Tangan hangat Changbin melingkar di pergelangan tangannya membuat pertahanannya runtuh seketika. Felix kembali menunduk hingga tangisnya pecah karena tak mampu menahan segala beban yang memenuhi hatinya. Selama ini ia berusaha kuat tapi ternyata ia memiliki batas kesabaran yang kini telah terlewati.

Changbin tak bicara, pemuda itu mendekat hingga tubuh Felix masuk ke dalam pelukannya. Awalnya hanya tubuhnya yang bergetar hingga isakan pun turut terdengar dari Felix yang kini menangis lepas tanpa mau berpura-pura tegar lagi. Segala beban seperti keluar secara bersamaan hingga membuat nafasnya tersengal karena tangis yang tak terkendali.

Three Words 6 [ChangLix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang