Color Palette II

1.1K 187 60
                                    


Felix pusing setengah mati. Tetangga samping rumah begitu berisik membuatnya tak bisa beristirahat dengan tenang. Hari-harinya sudah pusing akibat Roro Jonggrang yang suka memerintah seenaknya, sekarang akhir pekannya pun turut memprihatinkan dengan hadirnya Changbin sebagai tetangganya.

Entah Changbin sedang menggelar hajatan besar-besaran atau mungkin mengundang warga satu kompleks untuk pesta rakyat, yang pasti rumah itu sangat berisik dari tadi. Iya kalau berisiknya nyanyian merdu, ini berisiknya suara para manusia berbatang yang tidak ada merdu-merdunya. Mirip lah dengan pasar burung yang ada di dekat alun-alun sana.

"Biar aku beri mereka pelajaran," ucap Felix dengan penuh emosi.

Dengan mengabaikan dandanannya yang ala kadarnya Felix menghampiri segerombolan manusia berbatang yang sedang nongkrong di teras rumah Changbin. Di hadapan mereka ada bungkus makanan berserakan, juga ada satu teko kopi yang hanya tersisa ampasnya saja. Sok-sokan anak senja, padahal mereka sudah mirip beban negara.

"Permisi, bisakah kalian memelankan suara? Saya sebagai tetangga merasa agak terganggu karena sekarang sudah memasuki waktu istirahat," ucap Felix sembari melirik jam tangan salah satu orang disana untuk memberi isyarat.

Felix berusaha sabar padahal dalam hati sudah marah-marah dengan terus merapalkan, "ini hampir tengah malam sialaaannn!"

Sebenarnya Felix tidak mau ikut campur mengganggu kesenangan orang lain, toh ia juga pernah menjadi remaja yang suka kumpul-kumpul. Tapi kan nongkrong juga ada adabnya, apalagi nongkrong di rumah yang punya tetangga. Mereka harus tau diri kan?

"Kenapa dik? Tidak bisa mengerjakan PR dengan tenang ya?" Celetuk salah seorang teman Changbin yang kemudian tertawa seorang diri.

"Hush jangan bicara begitu, nanti kau membuat anak orang menangis," ucap yang lainnya menimpali.

Tidak tau diri! Felix makin emosi kalau begini. Sudah cukup dirinya disalah pahami, nah ini pakai acara mengoloknya juga. Felix bersiap mengumpat namun tertahan ketika Changbin berucap sembari keluar dari dalam rumahnya.

"Maaf ya kak, teman-temanku sudah mau pulang kok," ucap Changbin sembari memberi isyarat pada teman-temannya untuk segera pergi dari rumahnya.

Changbin pernah ditampar tanpa sebab, jadi ia tidak mau teman-temannya yang rusuh jadi korban kekerasan Felix juga. Tidak masalah sih jika teman-temannya yang berkulit badak itu ditampar, yang jadi masalah kalau mereka balas melawan, kan jadi repot kalau Felix babak belur dan masuk rumah sakit.

"Siapa yang kau panggil kak?" Tanya teman Changbin sambil celingukan menatap satu-persatu orang disana.

"Dia," ucap Changbin sambil menunjuk Felix yang kini melipat tangannya di depan dada.

"Hah? Kenapa dipanggil kak? Aku kira dia anak sekolahan."

Felix melirik malas ke arah teman Changbin sebelum kemudian ia beralih menatap tajam si pemilik rumah.

"Sana kalian pulang ke kandang masing-masing, aku tidak enak pada tetangga jika kalian masih disini membuat keributan," ucap Changbin yang untungnya memiliki tingkat kepekaan tinggi.

Satu-persatu teman Changbin pamit pulang, merasa tau diri jika mereka sudah membuat keributan terlalu lama. Felix terus menatap Changbin, menghakimi melalui tatapan tajamnya.

"Sudah aku bilang ini bukan stadion yang punya lapangan luas. Beritau teman-temanmu untuk jaga sikap ketika bertamu. Jika ini terjadi lagi maka aku akan lapor ke pak RT," ucap Felix masih pakai urat meski teman Changbin sudah semuanya pergi.

"Kak."

"Apa?"

"Kakak jomblo ya?" Tanya Changbin dengan tiba-tiba membuat Felix mengerutkan keningnya. Apa hubungannya lapor Pak RT dengan dirinya yang jomblo?

Three Words 6 [ChangLix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang