Who's There? : The Mirror VII

933 137 90
                                    


Langit tampak gelap. Matahari yang semestinya menyinari kini tak terlihat tertutup awan hitam. Bukan hanya hari itu, namun sudah lebih dari satu minggu matahari tak menampakkan dirinya membuat suhu turun drastis. Bukan fenomena alam, melainkan disengaja oleh seorang lelaki yang tengah memendam amarahnya.

Changbin melangkah di lantai dingin mansion mewahnya. Langkahnya pasti, tatapannya lurus ke depan tak menggubris seluruh pelayan yang tampak lalu lalang. Matanya menyorot tajam dan rahangnya terkatup rapat seakan siap membunuh siapapun yang mendekat.

Pintu utama yang terbuat dari kayu jati setinggi dua meter terbuka otomatis, menampilkan seorang wanita dengan pakaian mewah berdiri di baliknya. Tak peduli, Changbin tetap berjalan lurus hingga melewati wanita itu.

"Menyimpan marah terlalu lama bukanlah hal yang menguntungkan. Lupakan dan jalani kehidupanmu selayaknya lelaki sejati," ucap wanita itu berhasil menghentikan langkah Changbin.

"Sudah puas?" Ucap Changbin dengan dingin tanpa menatap orang itu.

"Ibu sudah memperingatkanmu bahwa manusia tak bisa dipercaya."

Sudut bibir Changbin terangkat, membentuk seringai menyeramkan seperti seorang pembunuh sadis.

"Apa yang bisa dipercaya dari seorang iblis yang memperdaya manusia?"

"Keluarga kita bukan iblis!"

Lira, wanita itu meninggikan suaranya membuat seringai di wajah putranya semakin terangkat sinis.

"Ibu adalah iblis yang tidak menghargai cinta," ucap Changbin menoleh menatap Lira sebelum kemudian menjentikkan jarinya hingga tubuhnya menghilang dari sana. Lira masih berdiri di tempatnya, mengusap sudut matanya yang basah sebelum kemudian turut pergi dari mansion putranya.

Di lain tempat pada dunia yang berbeda, keadaan tak jauh beda dengan dunia lainnya. Langit tampak mendung seakan mendukung perasaan seorang pemuda manis yang tengah dilanda kesedihan. Matanya tampak lelah, tubuhnya lemas, dan ekspresinya tak berubah sejak satu jam yang lalu ia duduk di sudut cafe yang sepi.

"Makan dulu sedikit."

Seungmin menyodorkan kotak bekal berwarna biru berisi masakan yang biasanya Felix suka. Meski begitu, Felix tetap diam di tempatnya, menolak makan meski Seungmin sudah membujuknya sedari tadi.

"Jangan begini," ucap Seungmin dengan sedih sembari mengusap sayang kepala Felix.

"Kalau aku sakit kan ada kau yang bisa mengobatiku," ucap Felix dengan bercanda untuk mengurangi kekhawatiran sahabatnya.

Seungmin masih terus mengusap kepala Felix hingga pemuda manis itu menegakkan tubuhnya.

"Apa lebih baik aku mengakhiri hubunganku dengan Chaebin?"

"Kau yakin?"

"Aku kasihan padanya. Awalnya aku menjalin hubungan dengannya karena aku merasa nyaman, namun makin kesini perasaan sayangku memudar. Aku tidak bisa memaksakan perasaanku menjadi cinta, terlebih ketika posisi itu sudah terisi."

"Apapun itu selagi bisa membuatmu lebih baik maka aku akan mendukungmu."

Felix menatap Seungmin kemudian senyumnya muncul begitu saja.

"Manis sekali puppy ku ini," ucap Felix sembari mencubit kedua pipi Seungmin membuat pemuda itu memekik kesal.

"Sekarang makan!" Ucap Seungmin dengan galak membuat Felix terkikik geli.

"Iya iya."

Felix mulai menyantap makanannya dengan sebelah tangannya yang menggenggam erat bandul kalung yang dipakainya. Sebuah kalung yang menjadi satu-satunya kenangan antara dirinya dan cintanya.












Three Words 6 [ChangLix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang