Lovederella II

764 143 81
                                    

Ini bukan dongeng yang ceritanya romantis, manis, dan mengharu biru. Ini dunia nyata dimana tak ada pangeran kaya raya yang akan mencari seorang gadis miskin dengan sebuah sepatu kaca. Changbin bukan pangeran dan Felix bukan Cinderella yang hidup menderita.

"Om mau mengembalikan sepatuku?" Tanya Felix ketika Changbin menariknya ke halaman parkir sekolah yang sepi.

Lihat kan, Cinderella mana yang akan mencari sepatunya sendiri? Jelas ini dunia nyata.

"Sudah aku buang."

Benar, Changbin sungguhan membuangnya di tong sampah taman. Untuk apa ia repot menyimpan sepatu usang yang terlihat tidak dicuci satu abad lamanya.

"Jahat sekali."

"Lagipula kau sudah punya sepatu baru kan?"

"Iya sih, tapi kan sayang om kalau sepatunya dibuang sebelah, lebih baik disumbangkan sepasang ke anak yang kurang beruntung."

Kali ini Changbin tak membantah. Memang jelek, tapi sepatu Felix masih layak pakai jadi Changbin lebih baik tak menjawab karena ia tau anak SMA di depannya punya argumen kuat.

"Jadi, kenapa om menyeretku kemari?"

Changbin tersadar dengan niat awalnya menarik Felix kesana. Untuk memarahi, tapi sekarang ia sudah tak berminat bicara panjang lebar dengan Felix lagi. Tanpa banyak bicara Changbin mengambil dompetnya, mengeluarkan beberapa lembar uang untuk kemudian ia berikan pada Felix.

"Ganti rugi sepatumu."

"Banyak sekali om, sepatu yang dibuang kan murah."

"Tidak apa-apa, untuk buang sial," ucap Changbin yang kemudian segera kabur menghindari Felix yang baginya membawa petaka dalam hidupnya yang bahagia.

"Terima kasih ya om! Sering-sering saja membuang sepatuku!" Teriak Felix sembari melambai senang ketika mobil Changbin lewat di depannya. Dasar tidak tau malu!










Malam minggu adalah malam yang asik untuk main keluar. Felix si anak muda tak mau ketinggalan dengan mengajak Jisung pergi ke cafe yang sedang banyak dibicarakan. Biasalah anak muda pecinta konten, dimana ada tempat hits maka Felix dan Jisung akan datang untuk mencobanya secara langsung.

Kali ini sepasang sahabat itu pergi dengan menaiki motor Jisung. Sebuah vespa pink nyentrik terparkir mencolok di tempat parkir cafe yang malam itu cukup ramai. Felix melepas helmnya kemudian berkaca di spion untuk merapikan rambutnya agar tidak lepek seperti terkena setrika.

"Keren juga selera om-om itu," ucap Felix mengomentari interior luar cafe.

Jangan lupakan soal pengusaha muda di bidang kuliner. Seo Changbin, orang yang jadi pembicara di sekolah Felix adalah pemilik tempat hits tersebut.

Di waktu yang sama Changbin berjalan keluar dari cafe, mengeluarkan sebuah pemantik dan rokok hingga matanya menangkap aura hitam yang mendekat. Buru-buru lelaki itu mengurungkan niatnya dan memutuskan untuk kembali masuk sebelum petaka menghampirinya.

BRUK

Sial bagi Changbin ketika ia buru-buru hingga menabrak pintu kaca. Felix yang tadinya tidak sadar keberadaannya jadi tau kalau lelaki itu ada disana.

"Saking kinclongnya pintu cafe membuat pemiliknya tertipu ya?"

Changbin tak menanggapi, lelaki itu segera masuk meninggalkan Felix dan Jisung di luar.

"Dasar orang tua, menyuruh anak muda untuk sopan tapi malah dianya yang sombong," gerutu Felix sembari masuk dan memilih tempat kosong di dalam cafe.

Sepertinya Changbin tidak bisa menghindari kesialan tiap bertemu dengan Felix. Malam itu cafe begitu ramai hingga mereka kekurangan staff untuk melayani. Mau tidak mau Changbin harus turun tangan tapi ia dapat ampasnya karena hanya ada meja Felix yang belum dilayani.

Three Words 6 [ChangLix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang