Rules Of Love II

1.4K 235 75
                                    


"Cara berkomunikasi bisa dilakukan dengan mulut yang bicara atau tangan yang bergerak sesuai bahasa isyarat. Ketika ada orang bertanya maka gunakan salah satu dari dua cara itu untuk menjawab, bukannya membungkam bibir penanya dengan bibirmu."

Felix memejamkan mata, berusaha untuk tidak menyerang dosennya yang sedari tadi memberi wejangan tentang perbedaan komunikasi dua arah dengan berciuman. Dua hal yang jauh berbeda tapi terus saja disangkut pautkan akibat tragedi mengerikan di dalam bioskop.

Memang Changbin tak bicara apa-apa setelah Felix tidak sengaja mengecupnya, namun ternyata si dosen ganteng sudah menata seluruh materi dalam otaknya. Materi diskusi ala seminar yang sebenarnya tidak penting untuk dibahas. Selain malu, Felix juga sudah tidak punya muka lagi di depan dosennya itu.

"Selain itu–"

"Pak," panggil Felix memberanikan diri memotong ucapan Changbin.

"Apa?"

"Saya paham maksud Pak Changbin, jadi sudah ya pak? Saya mohon dengan sangat, saya tidak melakukannya dengan sengaja jadi bisakah Pak Changbin memaafkan kesalahan saya dan berhenti membahasnya?"

"Tidak bisa begitu Felix, kita harus mendiskusikan ini sebagai pembahasan yang penting."

Penting apanya sih? Penting untuk mempermalukan dirinya? Kalau itu sih iya. Jadi, selama perjalanan pulang ke asrama Felix hampir menangis karena Changbin terus saja memberinya kuliah dadakan. Menyedihkan.














Felix menggelung diri di dalam selimut. Ia sudah bangun dari 30 menit yang lalu namun mengetahui Changbin belum berangkat kerja membuatnya pura-pura tidur untuk menghindari beramah-tamah dengan dosennya. Tidak mau, Felix sudah kapok diceramahi semalaman suntuk.

Beberapa saat kemudian Felix merasakan colekan tangan astral di punggungnya. Tetap konsisten, Felix berdiam pada posisi yang sama. Kali ini pura-pura mati suri.

"Bangun, anak muda tidak boleh malas-malasan."

Felix bukan malas bangun pagi, tapi malas berinteraksi dengan dosennya. Peka sedikit dong, pak.

"Lee Felix bangun, aturan baru tidak boleh bangun siang di kamar ini."

Felix menghela nafas pelan sebelum kemudian menendang selimutnya dengan agak brutal.

"Saya sudah bangun."

"Bagus, olahraga atau mandi, menyegarkan pikiran di pagi hari adalah kebiasaan positif yang membantumu menjadi lebih produktif."

Membicarakan soal produktif mengingatkan Felix pada sapi perah. Mereka diam di kandang, makan-tidur-makan-tidur tapi susunya tetap banyak. Jadi produktif tidak selalu bisa diukur dengan banyak gerak kan? Sayangnya Felix bukan sapi perah, jadi ia tidak bisa menerapkan cara hidup sapi di hidupnya.

"Kenapa pak Changbin belum berangkat ke kampus?"

"Kau mengusirku?"

Bagus kalau tau diri. Memang itu niat Felix yang asli, tapi tidak, Felix masih sayang IP semester ini.

"Bukan begitu maksud–"

"Stop, aku akan banyak mengulur waktu jika mendengarkanmu bicara. Sudah ya, jangan bicara lagi."

Sialan. Selain berwajah dingin, Changbin juga memiliki sifat seperti pembunuh berdarah dingin. Tidak tau diri selalu kejam demi kepentingan sendiri.

"Hari ini kau ada kelas jam berapa?" Tanya Changbin sembari mengambil tas kerjanya.

Felix hanya diam, menuruti perkataan Changbin yang menyuruhnya untuk tidak bicara lagi. Jika boleh ia tebak, maka sebentar lagi ia akan kembali disalahkan.

Three Words 6 [ChangLix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang