Rules Of Love IV

1.2K 213 85
                                    

Felix tertawa membuat Changbin menoleh ke arahnya untuk memastikan bahwa pemuda manis itu tidak kerasukan.

"Siapa juga yang mau melamar saya pak, kekasih saja tidak punya."

"Seandainya ada yang melamar, itu pertanyaanku."

"Kenapa Pak Changbin tiba-tiba penasaran soal itu?"

"Daripada mobil ini sepi dan ada hantu yang menumpang ikut, lebih baik aku mencari topik pembicaraan kan?"

Felix manggut-manggut, meski alasannya aneh tapi ia iyakan saja daripada mereka berdebat tidak penting.

"Pertama, saya jelas tidak memiliki pandangan untuk menikah dalam waktu dekat. Kedua, saya belum siap menjalin hubungan yang serius dengan seseorang. Ketiga dan paling utama, saya yang akan melamar, bukan saya yang dilamar."

"Oh."

Lagi, Felix emosi. Untuk apa bertanya kalau akhirnya hanya memberikan jawaban "oh" dengan sangat enteng. Apa ini yang dinamakan komunikasi dua arah? Bertanya lalu membunuh pembicaraan?

"Pak Changbin sendiri bagaimana? Kapan menikah? Biasanya kan seorang pengajar yang galak identik dengan perawan tua pak."

Felix menyindir dengan sengaja. Biar saja nilainya terancam yang penting dendamnya terbalaskan. Siapa suruh menjahatinya duluan. Iya kan?

"Bisakah kau sebutkan literasi pendukung untuk ucapanmu itu?"

"Itu kan opini yang paling banyak dibicarakan orang-orang, saya hanya bertanya."

"Kau sudah tau jika itu sebuah opini, jadi jangan menggeneralisasi opinimu itu."

Felix merengut, memang salah mengajak seorang dosen untuk berdebat. Jadi, setelahnya Felix memilih diam daripada ucapannya dibalas dengan kalimat pedas lagi. Sakit hati ah.

"Besok kau ada kelas jam berapa?"

Felix melirik malas ke arah Changbin. Jika ia tidak menjawab pasti Changbin akan mengucapkan sebuah kalimat jahat, tapi jika dijawab pasti sebuah "oh" akan terucap lagi. Pilih yang mana?

"Satu."

Bagus, Felix sudah lebih pintar sekarang. Agar adil ia juga harus menjawab dengan singkat jadi dosennya tau bagaimana rasanya sakit hati.

"Satu apa?"

"Siang."

"Jawab yang benar."

Felix menghela nafas pelan. Banyak maunya, dasar tua.

"Jam satu siang pak."

"Oh."

Kan, ia bilang juga apa. Menyebalkan sekali.

"Kalau mau berangkat denganku jam setengah 7 harus sudah siap, kalau tidak kau harus naik bus tapi jalurnya memutar jadi akan memakan waktu kurang lebih satu jam jika tidak macet."

Felix mencoba menimbang pilihan yang paling menguntungkan. Jika berangkat dengan Changbin ia bisa irit ongkos dan sampai lebih cepat di kampus tapi ia harus bangun pagi yang mana itu sangat mengganggu. Jika naik bus maka ia bisa bangun siang, menikmati fasilitas gratis di rumah dosennya, tapi ia harus menempuh waktu lebih lama dan harus panas-panasan di dalam bus. Hm.. Yang penting tidak lama-lama bersama Changbin.

"Saya naik bus saja pak."

Felix sudah memutuskan, pantang menarik ucapan sebagai lelaki sejati.

"Oke."

Felix mengangguk puas setelahnya ia menatap bingung ke arah ponsel hitam yang tiba-tiba muncul di depannya.

"Berikan nomormu."

Three Words 6 [ChangLix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang