Limerence VI

1.2K 219 72
                                    


Felix merasa sedang duduk di kursi panas. Ia salah menantang orang. Niatnya menantang Changbin membuktikan cintanya kan untuk dapat perlakuan manis dan romantis, mana ia tau kalau hari pertamanya bersama Changbin akan dihabiskan di rumah lelaki itu. Kalau berdua sih Felix senang, nah ini, ada setannya. Orang ketiga. Ah, jahat ya Felix bicara begitu?

Areum duduk diam di depan Felix, sedang si pemilik rumah yang menjabat sebagai kepala keluarga duduk di tengah seperti akan memimpin rapat. Katanya mau makan malam tapi suasananya lebih mirip rapat darurat. Bagaimana tidak, Areum memang hanya diam tapi aura dan tatapannya terlihat ingin menguliti Felix hidup-hidup. Ia salah apa coba?

"Kalian kan seumuran, masih tidak mau mengobrol?" Tanya Changbin mengisi keheningan sembari menunggu pesanan delivery mereka sampai.

"Hai mantan."

Felix menyapa, agak menyebalkan nadanya. Sengaja menyindir kalau Areum harusnya tau diri dan tidak pasang ekspresi mirip macan beranak. Mereka impas. Areum menjadikan Felix selingkuhannya selama setahun sedangkan Felix menggaet hati ayah Areum untuk dijadikan kekasih. Sama-sama saling menyakiti, harusnya impas kan? Aturannya begitu, tapi gadis di depannya itu sepertinya masih menyimpan dendam kesumat.

"Disapa kok tidak menjawab, beda sekali dengan ayahnya yang ganteng dan ramah."

Kadang mulut Felix harus dipasangi kampas rem agar tidak bicara seenaknya. Changbin menepuk pelan tangan Felix, meminta pemuda manis itu untuk jaga bicaranya. Disana Changbin dalam posisi serba salah, ia tidak boleh berat sebelah atau huru-hara akan kembali terjadi.

"Mau apa numpang makan di rumah orang?" Tanya Areum dengan nada tidak ramah. Meski ayahnya sudah mewanti-wanti untuk tidak menyerang (si brengsek) kekasih ayahnya, Areum tetap saja gatal ingin menampar wajah Felix sekali lagi.

"Minta ganti rugi lah. Dulu juga kau pernah numpang makan di rumahku, dijamu dengan mewah pula."

"Kau numpang pamrih ke ayahku?"

"Numpang makan bukan numpang pamrih. Kalau aku pamrih lebih baik aku minta ganti rugi berupa mentahan. Uang tunai."

"Ayah kok bisa sih suka dengannya?" Tanya Areum dengan level kemarahan yang sudah naik satu tingkat. Felix masih santai, beranggapan bahwa ia memegang kendali untuk saat ini.

"Kau saja pernah nyantol padaku, masa ayahmu tidak boleh," sahut Felix masih betah menabuh genderang perang.

"Sudah jangan bertengkar," ucap Changbin dengan tegas membuat dua remaja beda gender itu diam.

"Aku sebagai anak memegang kartu penting untuk hubungan kalian. Jika aku mengatakan tidak setuju maka ayah juga tidak bisa berbuat apa-apa," ancam Areum dengan serius sembari menatap lurus ke arah Felix.

Felix mendengus malas kemudian pemuda manis itu menatap ke arah Changbin yang terlihat tegang mendengar topik serius barusan.

"Sebelum bicara lebih baik kau tanya dulu pada ayahmu. Dia bahagia tidak? Jangan egois, kebiasaan."

Areum diam, memalingkan wajah dengan alis bertaut kesal. Changbin bangun, mengambil pesanan makanan mereka meninggalkan dua orang yang bermusuhan dalam satu ruangan.

"Heh."

Felix menendang pelan kaki Areum di bawah meja membuat gadis itu kembali menatapnya dengan ekspresi siap mengumpat.

"Aku sungguhan menyayangi ayahmu. Meski niat awal untuk main-main tapi aku janji akan memberinya kebahagiaan. Maaf keisenganku beberapa waktu lalu membuat kalian bertengkar, tapi sekarang aku serius. Kau tau sendiri kan seriusku seperti apa?"

Felix mencoba bicara baik-baik. Setahun bersama membuat Felix tau bagaimana mengatasi gadis itu. Lumayan, ia bisa diuntungkan untuk meluluhkan hati anak kekasihnya. Lucu ya? Tapi ya memang begitu adanya.

Three Words 6 [ChangLix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang