Okay udah lama aku nggak update. Maap ya lagi nyari2 job buat nambah-nambah pemasukan plus udha mulai kuliah juga jadi lumayan sibuk sekarang 😭✌
Oh ya, yang aku bilang di chapter sebelumnya tentang Luffy x reader and Luffy x oc itu makin banyak itu maksudnya lebih ke kek dulu tuh waktu aku pertama kali banget publish cerita ini, keknya udh 1 tahun lalu, yang bikin cerita Luffy x reader itu hampir nggak ada. Maksudnya yang fokus ke Luffy gitu. Kan ada tuh cerita-cerita dari author lain yang harem atau pair lain. Tapi yang Luffy tuh keknya dikit banget waktu itu. Nah sekarang udah mulai bertambah tuh cerita-cerita Luffy x reader atau Luffy x oc. Jd seneng deh wkwkwk jd bisa ngehalu.
Happy reading
"Ah, Nava ternyata kau sudah bangun. Tidurmu sepertinya sangat nyenyak."
Nava melirik tajam ke arah Robin. Sang arkeolog itu duduk di atas batang kayu dengan tangan yang menompang dagu. Garis setengah lingkaran terlukis di wajahnya dan mengunci matanya. Benar-benar membuat Nava kesal.
Gadis itu berdecak pelan. "Ck, jangan mengatakan sesuatu yang membuatku semakin tidak menyukaimu, Nico Robin," ujarnya.
Robin terkekeh pelan. "Bukankah sejak awal kau memang tidak menyukaiku?"
Nava mendengus pelan.
"Ngomong-ngomong, sepertinya tubuhmu sedikit bertambah besar," tutur Robin. Matanya bergulir dari atas ke bawah, memperhatikan tubuh Nava lekat-lekat.
Kedua alis Nava saling bertaut. "Hah?" Ia terheran.
Tinggi dan berat tubuhnya memang terasa bertambah sedikit. Rambutnya juga terlihat lebih panjang dari sebelumnya. Wujud anak kecilnya kini menjadi anak-anak yang baru menginjak jenjang remaja.
Nava memperhatikan tubuhnya. Memang benar baju yang dia pakai saat ini terlihat mengecil.
Tangan Nava bergerak meraba-raba seluruh tubuhnya. Wajahnya sedikit panik dan terkejut. Lagipula, memangnya hal ini wajar terjadi? Kutukannya melemah? Itu tidak mungkin karena menurut penduduk langit, di pulau upper yard itu ada Dewa.
Nava bisa merasakan keringat panas dingin menetes, membasahi wajahnya yang nampak sayu. Tatapannya yang nanar menatap sekitarnya.
Hanya ada dua jawaban atas pertanyaan yang berkumpul di otaknya. Pertama, dewa itu tidak ada. Kedua, kutukan itu tidak berlaku pada Nava karena bukan penduduk asli pulau Slimmy.
Yah, jawaban mana pun sama saja untuk Nava. Setidaknya dia tidak harus berada di dalam tubuh kecilnya lagi. Menjadi anak kecil sangat merepotkan. Tangannya terlalu pendek bahkan untuk meraih buku yang berada di atas rak buku milik Robin.
Nava kini tersenyum menyeringai. Sudut bibirnya terangkat ke atas begitu saja saat muncul ide-ide jahat di otaknya.
Gadis kecil itu mengalihkan pandangannya pada Luffy yang tengah tidur tengkurap sambil menatap lekat-lekat tungku berisi air yang sedang dipanaskan untuk mengisi persediaan air minum untuk semua orang.
Ide cemerlang yang muncul di otaknya ini tidak bisa Nava abaikan begitu saja.
"Luffy chan!" Gadis itu memekik dengan suara agak nyaring lalu mendekati Luffy. Tanpa ragu dia memeluk Luffy dari belakang. Menubrukan bagian dadanya yang sedikit menonjol pada pemuda itu kemudian melingkarkan kedua tangannya di leher Luffy.
Luffy tersentak kaget, tapi lantas ia terkekeh pelan. "Nava, ada apa?" tanyanya ingin tahu. Tangannya dengan lembut mengusap lengan Nava yang melingkar di sekitar lehernya.
"Luffy, apa aku imut? Menggemaskan?" tanya Nava dengan senyuman jahil. Hatinya yang berbunga-bunga membuatnya sangat bersemangat untuk mendengarkan jawaban yang akan Luffy katakan.
Garis tipis perlahan terlihat di kening Luffy. Wajahnya ditekuk seperti kertas seolah dia tengah berpikir keras. "Kenapa kau tiba-tiba bertanya begitu?" tanyanya penasaran.
Nava mengangkat kedua bahunya acuh tak acuh. "Aku hanya ingin tahu saja," jawabnya.
Lantas Luffy terkekeh pelan. "Apakah itu penting? Shishishi .... Menurutku kau itu lebih dari menggemaskan." Senyuman sumringah yang tak pernah urung dari wajah konyol pemuda itu menimbulkan gemuruh di hati Nava. Badai besar serta awan-awan gelap yang menutupi hatinya yang beku semakin menghilang hingga kini digantikan dengan matahari yang cerah tak tertutup awan.
Silau, begitu menyilaukan, tapi Nava menyukainya. Hidupnya tak lagi suram. Dia bisa melihat warna selain warna monokrom serta merah dalam hidupnya.
"Kau itu sangat menggemaskan sampai-sampai aku ingin memakanmu, Nava ...." Suara bisikan halus yang masuk ke indra pendengaran seketika membuat sang empunya bergidik.
Perasaan senang bercampur malu yang menjadi satu sukses membuat pipi Nava kini memerah. Rona tipis yang menutupi pipi hingga ke telinganya membuat
Rasanya Nava akan terbakar. Ah, sekarang seluruh wajahnya terasa panas. Luffy benar-benar tahu bagaimana harus berbicara manis di depannya.
"Sanji, kami mendapat banyak makanan!" Chopper berteriak dari jauh. Tangannya memegang keranjang berisi penuh dengan bahan makanan yang akan diserahkan kepada Sanji selaku koki yang akan memasakan makanan untuk seluruh kru.
"Ohh, terima kasih. Apa saja yang kalian dapatkan?" Tanya Sanji penasaran.
"Buah kenari dan gaharu. Pisang dan bawang putih," ucap Chopper.
Zoro berjalan mengikuti langkah Chopper dari belakang lalu berkata. "Tikus dan kodok."
"Yosh, masukan semuanya ke dalam panci!" ujar Sanji.
Nami protes. "Tunggu dulu!" Pekiknya. "Itu ada bahan yang aneh lho!"
Sanji menggaruk tengkuknya. Dia merasa tak enak hati. "Ah bodohnya aku. Sangat ceroboh .... Kau tak suka bawang putih, kan?"
"Bukan! Bukan itu yang kumaksud!!" Pekik Nami.
"Apanya yang bukan, nona navigator?" Robin kembali dengan sebuah kristal besar berwarna kebiruan di tangannya.
Nava terperangah. "Aku tidak sadar Robin pergi tadi," katanya dalam hati.
"Wow, Robin. Benda biru itu apa? Permata?" tanya Nami dengan mata terkagum.
"Cantik bukan? Tapi ini tidak seperti yang kau pikirkan," kata Robin terus terang.
Sanji sontak kagum. "Eh, bukankah itu garam kristal. Temuan yang bagu, Robin chan," katanya.
"Aku temukan ini di samping danau," jelas Robin. "Aku pikir ini mungkin akan berguna."
Sanji menyunggingkan senyum bodohnya. "Tentu saja! Itu adalah kunci hidup dalam survival," katanya.
Nava berdecak kesal. "Ck, seharusnya kau menemukan permata sungguhan Nico Robin," katanya.
Nami pun turut mengangguk setuju. Dia sependapat dengan Nava jika sudah berhubungan dengan uang, emas, dan permata.
Ussop memanyunkan bibirnya. Dia mengejek Nava dengan suara pelan. "Dasar mata duitan."
To be continued
Yeayy ane update lagi setelah sekian lammaaaa
Buat yang mau support aku atau lihat cerita 18+ nya one piece bisa kesini ya
https://teer.id/purple_enjel
Ada linknya juga di bio
KAMU SEDANG MEMBACA
My Queen [One Piece X Oc]
FanfictionSeorang gadis kecil telah berjanji akan bertemu kembali dengan bocah bertopi jerami itu saat mereka dewasa nanti. Rasa suka dan kagumnya pada bocah itu memberikannya tujuan dan perjalanan baru. Lantas bagaimana kisah perjalanannya di lautan yang lua...