12.

1.3K 168 7
                                    

Wah, keknya udah dua bulan ya aku nggak update. Maaf banget, ku nggak niat menghosting reader yang menantikan cerita ini.

Happy reading

"Yosh, yosh, apa boleh buat." Dalam sekali serangan, Ace berhasil menumbangkan kadal itu dan tubuhnya terbakar oleh tinju berapi miliknya.

Sambil menghabiskan waktu, mereka semua akhirnya memilih menikmati kadal tadi dengan memanggangnya. "Hey Luffy, unta apa yang kau bawa itu?" tanya Zoro.

Luffy menggidikan bahunya. "Tak tahu. Saat aku mengejar burung, aku melihatnya hampir dimakan tanaman misterius."

Nami memperhatikan unta itu dengan seksama. Terlihat dia memiliki tali di sekitar mulutnya dan pelana di punggungnya. "Sepertinya dia bukan unta liar," ujarnya.

Vivi mengangguk setuju. "Ya, ada pelana terpasang di punggungnya.

Nava sejak tadi melamun. Wajahnya di tekuk dengan sudut bibir yang melengkung ke bawah. Nava sejak tadi hanya duduk di atas batu sambil sesekali menghela napas panjang. Pikirannya melambung entah kemana. Hawa panas padang gurun membuatnya putus asa. Seandainya dia punya kekuatan untuk menghasilkan balok es besar mungkin gadis itu tak akan semurung ini.

"Seharusnya aku tidak datang ke pulau ini," gumamnya sambil menghela napas kasar. Entah sudah keberapa kalinya Nava menyayangkan hal ini.

"Aku kangen Maru dan Same."

Ace yang sedari tadi berada di dekat Nava menekuk alisnya heran. "Sebenarnya sejak lama aku ingin bertanya hal ini Nava." Nava menatap Ace dengan tatapan penuh tanya. "Tanya apa?"

"Kenapa kau terlihat begitu sayang pada makhluk mengerik– maksudku hiu itu?"

Nava menatap Ace dengan intens. Gadis itu tahu betul apa yang tadi mau Ace sebutkan. Berani-beraninya si pemuda yang sering disebut tinju api ini mengejek Maru dan Same dengan sebutan makhluk mengerikan. Mereka tidak mengerikan sama sekali.

"Mereka telah bersamaku sejak lama. Maru, sister Ivry, dan Same adalah keluargaku setelah aku kehilangan ibuku saat usiaku 5 tahun."

Ace merasa sedikit tidak enak. Sepertinya dia telah menyentuh luka lama Nava yang tak bisa disembuhkan oleh obat mana pun. Nava pasti tersinggung dengan ucapannya tadi.

Nava tersenyum kecil. "Aku–"
"Nava, kenapa kau tidak makan?" tanya Luffy dengan mulut yang penuh dengan daging kadal tadi. Gadis itu menggelengkan kepalanya lemah. "Aku tidak lapar, Luffy chan."

Luffy termangut. Wajah di tekuk, tapi pemuda itu tak berhenti memakan daging kadal di tangannya.

"Ternyata itu kau?!" Chopper berteriak kegirangan saat melihat unta yang di bawa Luffy. Keduanya terlihat asyik berbincang. Unta itu terlihta menceritakan apa yang terjadi padanya.

"Souka, kau sangat beruntung sekali," ujar Chopper.

Luffy terkejut melihat keakraban Chopper dengan unta itu. "Apa?! Kau mengenalnya?!"

Chopper mengangguk. "Ya, unta ini yang memberiku tumpangan dan membantuku melarikan diri dari Katorea."

"Kita bisa menaikinya, kan?" tanya Ussop. "Jika kita bisa menaikinya, semua akan mudah."

"Ya, itu sangat membantu." Sanji ikut menanggapi. "Tapi kelihatannya hanya untuk dua orang saja."

"Unta sangat sempurna untuk melintasi gurun."

"Baiklah aku yang pertama!" pekik Luffy antusias. Luffy berniat menaiki unta itu, tapi unta itu dengan kasarnya memukul kepala Luffy dengan kepalanya. Raut wajah hewan itu terlihat enggan dinaiki oleh pemuda itu. "Argh! Kau kenapa?!"

"Aku ini unta cinta kebebasan, berwibawa, dan seorang ksatria. Terima kasih karena tadi sudah menolongku." Chopper sebagai penerjemah mengartikan apa yang diucapkan unta itu. "Aku tidak keberatan ditunggangi, tapi aku tak mau jika laki-laki yang naik."

Luffy, Sanji, dan Ussop memasang raut wajah kesal. Ketiganya tanpa ragu menghajar unta itu hingga babak belur. "Dasar tidak punya rasa kasihan pada binatang," komentar Nava.

"Dasar pilih kasih," keluh Luffy.

"Bohong, Choppper saja boleh menaikimu!" pekik Ussop.

"Demi jiwa ksatriaku," ujar Chopper menerjemahkan.

Luffy, Ussop, dan Sanji kembali menghajar unta itu. "Jangan cari-cari alasan!"

"Unta br*ngsek! Unta brengs*k! Unta brengsek!" sarkas Ussop.

Di tengah kegaduhan itu, Nami maju dan mengambil kesempatan. Tangannya yang ramping dengan telaten mengelus unta itu, memberikan rasa nyaman dan aman yang tidak dia dapatkan dari Sani, Luffy, dan Ussop tadi (yang ada hanya sentuhan cinta).

"Gomen ne, bandit-bandit kecilku sangat jahat ya padamu? Kau unta baik 'kan? Bagaimana aku harus memanggilmu?"

Unta itu seketika langsung luluh pada Nami yang notabanenya bersikap baik padanya dan yang paling penting adalah Nami adalah perempuan.

"Aho!"

"Boke!"

"Tako!"

"Bagaimana kalau aku memanggilmu 'Matsuge'?" tanya Nami sambil menaiki unta tersebut.

Unta itu terlihat senang dinaiki Nami. "Nava, apa kau juga ingin naik? Kau terlihat lelah," tawar Nami.

Nava dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu. Biar Vivi saja yang naik."

Ace terkekeh mendengar penuturan Nava. Lijat saja bagaimana keringat terus membasahi wajah dan lehernya. Nava sudah benar-benar berada di ambang batasnya dalam menghadapi cuaca panas dan gadis itu sudah sangat lelah, tapi dia malah memberikan kesempatannya untuk santai dan menaiki unta pada Vivi. "Kau terlalu baik Nava," gumamnya. "Sesekali pikirkan dulu dirimu sendiri."

Nava dengan cepat menodongkan Karna tepat di bawah dagu Ace dengan ujung jarinya yang siap menarik pelatuk Karna. "Ace, sepertinya kau lupa kalau aku punya peluru batu laut di dalam Karna ya? Kau ingin mati hah?!"

Wajah Ace seketika pucat pasi. Pemuda itu sudah berbicara terlalu banyak. "DIAMLAH!" perintah gadis itu. Ace dengan cepat mengangguk mengiyakan.

Like father like daughter.

Entah kenapa aura Shirohige dan aura Nava begitu menyeramkan begitu mereka marah. Bulu kuduk Ace dibuat berdiri oleh sorot mata Nava yang setajam belati miliknya.

"Emm, Nava kalau kau lela–"

Nava langsung tersenyum manis ke arah Vivi. "Tidak kok Vivi. Aku baik-baik saja. Bocah api ini membuatku kepanasan karena apinya. Jangan dengarkan dia ya," ucap Nava dengan suara lembut. "Naiklah. Kau pasti lelah telah melakukan perjalanan panjang, Vivi."

"Ehm tapi–"

"Aku tidak apa-apa."

Vivi akhirnya mengalah. Wanita itu mengangguk pasrah dan duduk di atas punggung Matsuge bersama Nami.

"Unta genit!" ejek Luffy, Sanji, dan Ussop. Ketiganya terlihat masih tidak suka pada unta satu ini.

Nami tersenyum senang. "Dengan begini kita bisa tiba lebih cepat. Kita harus sampai di Yuba secepat mungkin untuk menghentikan pasukan pemberontakkan," ucap Nami penuh semangat.

Vivi mengangguk mengiyakan.

Nami dengan semangat memegang tali kekang di mulu Matsuge dan memberi unta satu ini perintah. "Maju Matsuge!"

Matsuge berlari kencang mendahului yang lain.

"Oi, CHOTTO MATTE!!" Pekik para pria yang merasa ditinggalkan itu. 

"Ayo berangkat! Jika kalian terlambat, kalian tidak akan bisa keluar dari gurun!!" teriak Nami dari kejauhan.

"JANGAN BERCANDA!" teriak Ussop.

To be continued

My Queen [One Piece X Oc]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang