70.

79 14 5
                                    

Happy reading

"Bisa-bisanya kau membiarkan dua wanita itu ada di kapalmu ...." Ao Kiji berdiri dengan tangan terlipat di depan dada. Keningnya berkerut heran lantaran ia mulai bicara pada dirinya sendiri. Luffy yang seharusnya mendengarkan justru membeku dengan tangan terkepal.

"Kata gila saja tidak cukup untuk mndeskripsikan mereka, terutama Nava. Gadis itu buas ...." Suara helaan napas lolos dari bibirnya. Ada perasaan yang mengganjal di hatinya, tetapi kata-kata saja tak cukup untuk mengungkapkannya. "Dia bahkan tidak bisa disebut sebagai manusia lagi," ungkapnya dengan suara pelan, terkesan seperti tak ingin siapa pun mendengar ucapannya.

Mengingat semua rumor dan masalah yang dibuat wanita itu, tidak diragukan lagi dia layak dinilai lebih berbahaya dari Nico Robin. Lantas tak seharusnya ia membungkam mulutnya layak orang mati bahkan setelah beberapa kali ia hampir berhasil meraih sosok itu ....

Ao Kiji membalikkan tubuhnya. Membawa jas yang sempat terjatuh saat pertempuran, lalu pergi meninggalkan Luffy dalam keadaan membeku sendirian. "Itu tak masalah buatku menghancurkanmu sekarang, Monkey D. Luffy, tapi aku punya hutang budi ...."

《☆》

Beberapa hari berlalu sejak hari itu. Kapal tidak berlayar mengingat kondisi sedang kacau balau. Robin dan Luffy sudah lebih membaik setelah es di tubuh mereka mencair, tetapi Nava terkena demam tinggi. Tubuhnya dingin dan sedikit pucat.

Chopper dan yang lain sangat mencemaskannya, tapi tidak banyak yang mereka bisa perbuat. Tidak ada yang bisa mereka lakukan untuk menyembuhkan Nava selain memanjatkan doa sebanyak mungkin, berharap akan munculnya keajaiban.

Ditengah kesunyian laut malam, Luffy berbaring di samping Nava. Tatapan intens tertuju pada gadis berambut pirang yang sudah beberapa hari ini menghantui pikirannya. Tangannya terulur, mengusap wajah manis yang dipenuhi tatto berwarna merah menyala. Rambut yang kian hari memerah mengingatkannya pada api yang menyala.

Sudah beberapa hari kondisinya seperti ini. Maru atau apapun namanya pernah memberitahu Luffy sedikit hal tentang keajaiban buah iblis Nava. Kondisi tubuhnya yang rentan terbantu oleh buah iblis itu bahkan sedari ia masih kecil. Tubuhnya yang kini sedingin es tak lagi membuatnya cemas sejak ia tahu kekuatan buah iblis gadis itu bisa menyembuhkan dirinya secara perlahan.

"Luffy! Ini waktunya makan malam!" Sanji berdiri di ambang pintu. Dengan suara pelan, tapi tegas dia berujar agar sang kapten tak melewatkan makan malamnya lagi.

Luffy dengan wajah lesu menoleh perlahan, menatap Sanji dengan tatapan sayu. Sejak dia sadarkan diri, pria itu tak henti-hentinya menemani Nava yang masih setia terbaring di atas kasurnya. Tangannya dengan lembut menggengam telapak tangan sang gadis, berharap kehangatan tubuhnya bisa tersalur walau hanya sedikit.

"Sanji ...."

"Cepatlah makan!" Sanji menarik Luffy keluar dari kamar. Tidak ada bantahan jika sudah mengenai waktu makan. "Jika kau sakit juga, bagaimana kau bisa menjaga Nava swan?"

Ketidakberdayaan Luffy sebagai kapten pada saat bertarung melawan Ao Kiji sudah pasti menjadi pukulan berat bagi pria itu. Dan jika terjadi sesuatu padanya hari itu, entah apa yang akan terjadi pada kru topi jerami. Membayangkannya saja Sanji pun enggan.

"Semakin cepat makan, semakin kuat kau, semakin bisa kau menjaga Nava, Luffy!"

《☆》

"Jadi, kenapa kau jadi begini, Luffy chan?"

Sudah sejak beberapa jam lalu Nava sadarkan diri dan saat ini ia dipeluk erat oleh Luffy. Tangan pria itu melingkar di sekitar pinggangnya sembari menyembunyikan wajah di dadanya. Suara helaan napas lega juga senyum sumringah tak lepas dari wajah pria itu sejak ia bangun.

Nava semakin heran. Sejak tadi Luffy terus menempel padanya dan yang lain terlihat mewajarkan hal itu. "Apa yang terjadi?" Tanya gadis itu penasaran.

"Kau sudah tertidur selama lebih seminggu, Nava ...." Luffy bergumam dengan suara amat pelan. "Bahkan kau melewatkan 21x makan."

"Meja makan jadi sepi tanpamu."

Diam-diam senyum lebar terlukis di wajah Nava. Izinkan dia menikmati momen ini sejenak. Jarang sekali dia bisa melihat Luffy yang manja begini. "Benarkah begitu?" Tanyanya setengah menggoda.

"Benar!" Luffy mengangkat kepalanya. Kini senyum di wajahnya digantikan oleh senyum kesal diikuti dengan gerutuan tanda pria itu benar-benar marah saat ini. "Jadi mulai sekarang jangan melakukan hal yang membahayakan dirimu lagi!"

Nava mengangguk paham. Senyum di wajahnya tak luntur. Melihat mata merah sembab saja sudah cukup meyakinkan Nava bahwa Luffy sangat mengkhawatirkan keselamatannya.

"Terima kasih sudah mencemaskanku, Luffy," tutur gadis itu seraya mengelus kepala Luffy dengan lembut.

"Tapi, saat itu situasinya sangat genting. Robin dalam bahay—"

"Jauh lebih baik jika kau memikirkan dirimu sendiri, Nava ...." Robin berdiri diambang pintu dengan tangan terlipat di depan dada. Jelas sekali wanita itu sangat marah walau senyum merekah di wajahnya. "Aku tidak berpikir itu hal yang baik jika kakakmu tahu tentang ini."

Itu adalah senyum palsu! Jangan percaya pada senyum Robin! Wanita itu penipu yang ulung!

Nava merasakan nyalinya menciut. Sudah beberapa kali Nava melihat senyum itu di wajah Robin dan tidak akan ada yang berakhir baik saat senyum itu terlukis di wajah Robin. "Nico Robin ...," tuturnya dengan suara agak gemetar.

Senyum di wajah Robin tak luntur barang sedikit pun. "Ah, aku tidak akan menganggu waktu bermesraan kalian."

Robin memilih meninggalkan Nava dan Luffy sendirian, lalu mengabari yang lain untuk tidak menggangu keduanya sementara waktu.

"Robin benar Nava, seharusnya kau memikirkan dirimu sendiri ...." Luffy kembali mengeratkan pelukkanya. Menyembunyikan ekpresi wajahnya. Diam-diam pria itu menghirup dalam-dalam aroma tubuh Nava. Mencoba menenangkan pikirannya yang kalut tatkala membayangkan suatu saat situasi di mana Luffy tak mampu melindungi Nava terulang lagi.

"Aku akan menjadi lebih kuat lagi, Nava."

"Sekarang pun kau sudah kuat Luffy," balas Nava.

"Tidak, masih kurang. Aku harus menjadi lebih kuat agar bisa melindungimu di masa depan agar kau tak merasakan sakit lagi."

Nava kembali mengulas sebuah senyum kecil di wajahnya. Luffy yang manja dan perhatian sangat menggemaskan. "Percayalah, aku bisa melindungi diriku sendiri," katanya mencoba meyakinkan.

Luffy tidak percaya. Matanya memicing lantaran ia meragukan perkataan Nava. Seingatnya sudah beberapa kali Nava sakit selama gadis itu berada di kapalnya. Jadi, sudah pasti Luffy harus lebih memperhatikan Nava agar dia tak lagi terluka.

"Nava!"

Kenapa banyak sekali yang menggangunya hari ini? Seharusnya setelah sampai di Water Seven, Luffy dan Nava akan mendapat banyak waktu berdua mengingat mereka akan mengisi persediaan kapal sambil menunggu log pose terisi.

Dengan wajah sebal Luffy menatap ke arah Nami yang berdiri di ujung kamar dengan senyum lebar di wajahnya. Sementara Nava terlihat sangat senang saat melihat Nami muncul dengan mata berbinar-binar.

"Ada apa Nami?" Tanya Nava dengan raut wajah penasaran. Luffy pun sama penasarannya dengan gadis itu.

"Kita sudah sampai di Water Seven." Nami berucap dengan suara menggebu-gebu. "Aku mau menukarkan emas yang kita dapat di Skypiea agar kita bisa memperbaiki Merry Go. Aku tau kau baru bangun beberapa waktu lalu, tapi jika ada kau, aku merasa lebih nyaman." Nami berkata terus terang. "Jadi, apa kau mau ikut?"

Kini mata Nava ikut berbinar. Gadis itu dengan cepat bangun dari kasurnya, lalu bergegas mengganti pakaiannya. Padahal sampai beberapa jam lalu dia masih terbaring lemas di kasurnya.

"Luffy, ayo kita pergi!"

To be continued

My Queen [One Piece X Oc]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang