Happy reading
"Jadi, apa kau masih ingin menghalangi jalan kami?" tanya Ace. Nava menguap kecil. Tiba-tiba saja dia mengantuk.
Kadal itu menoleh ke belakang. Melihat mahakarya Ace, yaitu sisa tubuh kalajengking merah yang dia bakar tadi. Herannya, bagaimana mayat hewan itu bisa ada di sana ya? Jangan bilang mereka hanya berjalan memutar sejak tadi.
Nyali kadal itu seketika menciut. Dia tak mau jadi target selanjutnya api sang Portgas D Ace.
Tiba-tiba terlintas sebuah ide di benak Ace. "Bagaimana kalau kita menunggangi kadal ini saja agar cepat sampai?"
Nava membuka sebelah matanya. Melihat kadal berwarna ungu yang tengah berdiri dihadapan mereka. "Terserah kau sajalah," jawabnya setengah mengantuk.
Ace menurunkan Nava dengan hati-hati dari punggungnya dan mendudukkan gadis itu di punggung kadal tadi. Kemudian pemuda itu ikut duduk dibelakangnya sambil melingkarkan tangannya di perut Nava.
Nava berdeham kecil. "Tolong ya kakak ipar, saya bukan boneka. Jangan peluk-peluk," keluhnya sambil masih memejamkan mata.
Ace kembali menarik sudut bibirnya ke atas. "Maaf ya adik ipar, tapi aku perlu pegang sesuatu atau aku akan jatuh dan hanya kau yang bisa kupegang saat ini." Nava berdecak kesal. "Pegang saja ekor kadal ini. Jangan peluk-peluk calon adik iparmu ini."
"Kau pelit."
"Kau genit."
"Pelit!"
"Genit!!"
Keduanya terus saja beradu mulut dan saling menghina. Mulut mereka sejak tadi hanya mengeluarkan kata-kata yang saling menghina satu sama lain.
Nava tiba-tiba terdiam. Manik matanya bergerak menyapu padang pasir di depannya. "Ada apa Nava?" tanya Ace penasaran.
"Sepertinya ada sebuah desa di dekat sini. Mau mampir dulu?"
Ace mengangguk. "Persediaan minuman kita hampir habis."
"Baiklah."
Akhirnya Ace dan Nava memutuskan untuk singgah di desa terdekat. Bangunan-bangunan terlihat masih berdiri dengan kokoh dan masih banyak penduduk yang tinggal disana. Berbeda sekali dengan kota Erumalu yang mereka singgahi beberapa waktu lalu.
"Desa ini terlihat damai ya," gumam Nava. Gadis itu melihat orang-orang masih beraktivitas seperti biasanya walau sedang terjadi masalah di negri ini. "Ya, sangat damai," tanggap Ace.
Terdengar suara dari dalam bangunan. Ace dan Nava yang kebetulan lewat pun ikut mendengarkan. "Yeah, kita merasa sangat terhormat karena pasukan pemberontak tinggal disini."
Nav mengerutkan keningnya heran. "Pasukan pemberontak?"
"Bukankah itu pasukan yang ingin ditemui Vivi?" tanya Ace.
Nava mengangguk singkat. "Aku jadi penasaran seperti apa pasukan pemberontak itu."
"Mau masuk ke dalam?" Nava mengangguk sebagai jawaban.
"Sejak Kamyu sama datang kemari, serangan di desa pun berhasil di atasi."
"Ya, tentu saja! Tidak ada yang berani melawan kita. Kalau ada yang berani, mereka pasti hanya orang bodoh. Sonchou (kepala desa) serahkan saja semuanya pada kami!"
Ace dan Nava hanya mengamati dari balik dinding. "Mereka hanya penipu," cicit Nava.
Ace mengangguk setuju. "Terlalu lemah."
"Aku jadi kasihan pada desa ini karena telah ditipu oleh sekumpulan ikan teri," lirih Nava.
Ace berbisik dengan suara pelan. "Kita hajar saja nanti mereka." Senyum jahil terpatri di wajah pemuda itu. Oh God, lihatlah ini. Seorang pemuda yang sudah berusia 20 tahun ini masih saja jahil dan selalu membuat kekacuan.
Tangan Nava mengepal keras. Telinga gadis itu terasa panas mendengar sekumpulan penipu itu membual di hadapan kepala desa.
"Tenang saja. Serahkan semuanya kepada kami. Kami tidak memikirkan hal lain sejak kami memutuskan untuk menjaga desa kalian. Tapi, sebagai gantinya jangan lupa bir dan makanan."
"Yah kalau soal itu jangan tanyakan lagi. Baiklah, aku permisi sebentar."
Setelah kepala desa tadi pergi, pemuda yang di duga bernama Kamyu itu bersama kawanannya duduk santai sambil menikmati makan siang mereka.
"Kamyu aniki, kalau pasukan pemberontak benar-benar melawan raja apa kita juga akan ikut bergabung?" tanya salah seorang kawan Kamyu.
Kamyu berdecak kesal. "Menyusahkan saja. Kita tidak akan meninggalkan desa ini sebelum mereka menyerahkan semua barang berharga mereka."
"Aniki! Ini gawat! Gawat aniki!!" teriak salah seorang kawan Kamyu yang berlari menghampirinya.
"Apa?! Bisa tenang sedikit tidak?! Kita ini sedang makan!" serunya tak senang.
Pemuda yang menghampiri Kamyu tadi tampak panik. "Bajak laut gurun. Bajak laut gurun sedang menuju kemari!!"
"Benarkah? Bagaimana ini?!"
"Kita tidak mungkin mengalahkan mereka semua. Kita juga tak bisa kabur dihadapan para penduduk. Aniki, bagaimana ini?"
Kamyu terlihat bingung dan frustasi. Kondisi sekarang negitu mendesak dan mereka dihadapkan pada masalah yang sulit menurutnya.
Mau tak mau mereka hanya punya satu jalan. "Yosh, ayo kabur dari sini!" perintahnya.
"KABUR?!" Semua teman-teman Kamyu tersentak kaget dengan perintahnya.
"Tapi, setelah kabur dari sini, kita mau kemana? Apa kita akan hidup miskin lagi?"
"Bakayaro! Yang penting kita selamat dulu dari sini. Masih banyak mangsa selain desa ini. Ayo kita pergi saja!"
Tak!
Tiba-tiba suara peluru kosong dari senapan Nava jatuh dan menimbulkan suara yang cukup keras. Semua mata kini tertuju padanya.
"Siapa kau?!" ujar salah satu dari bawahan Kamyu.
Nava dengan setengah wajahnya yang tertutupi tudung jubah berwarna merah gelap tersenyum menyeringai. Gadis itu dengan santai memasukan isi peluru yang baru ke dalam senapannya dan menodongkan senapan itu ke depan.
"Kalian bilang kalian pasukan pemberontak, apa itu sungguhan?" Mata gadis itu berkilat dengan sorotan yang tajam. "Kalian terlihat seperti pengecut," ejeknya.
Ace hanya menyimak saja sambil menikmati makanan yang tersaji di atas meja.
Para pasukan pemberontak palsu itu terlihat panik. Terlebih lagi saat mereka ditodongkan senapan laras panjang milik Nava. "Si-siapa kalian?! Ini bukan urusan kalian berdua! Sejak kapan kalian ada disini?!"
"Pencuri makanan!"
"Tapi yang perempuan manis walau agak menyeramkan."
Kamyu pun terlihat begitu terpesona saat dia berhasil melihat wajah Nava dari balik tudung merahnya. "Wow, gadis itu sangat cantik. Menikah lah den–"
Sebelun pemuda itu lebih banyak lagi berbicara dan membuang-buang waktu Nava, mereka semua akhirnya dibuat babak belur dengan tinju dan tendangan mematikan gadis itu. "Menyebalkan."
Ace terkekeh pelan. Ini adalah salah satu keenakan berada di dekat Nava. Gadis yang tidak ada manis-manisnya dalam bersikap itu cukup kuat untuk melindungi dirinya sendiri sehingga Ace tidak perlu repot-repot mengurus ikan teri.
"Kenapa kau terlihat kesal sekali?" tanya Ace heran.
Perempatan imajiner muncul di dahi Nava. "Dia mau melamarku."
Ace menaikkan alisnya acuh tak acuh. "Memangnya kenapa?"
Nava mengepalkan tangannya kesal. Dasar pria tidak peka. Tembok yang ada disampingnya dia pukul cukup keras hingga menghasilkan beberapa retakkan kecil. "Hanya Luffy yang boleh melamarku," ucapnya dengan penuh percaya diri.
Ace melanjutkan makannya dengan santai. Dengan mulut yang masih penuh dengan makanan, pemuda itu kembali bertanya. "Memangnya dia akan melamarmu?"
To be continued
Sebagai bentuk permintaan maaf karena udah lama nggak update, dalam beberapa hari ini mungkin aku bakalan gencar update, jadi ditunggu terus ya chapter selanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Queen [One Piece X Oc]
FanficSeorang gadis kecil telah berjanji akan bertemu kembali dengan bocah bertopi jerami itu saat mereka dewasa nanti. Rasa suka dan kagumnya pada bocah itu memberikannya tujuan dan perjalanan baru. Lantas bagaimana kisah perjalanannya di lautan yang lua...