Keceplosan, Tania refleks melebarkan mata, lantas menutup mulutnya dengan sebelah tangan. "Eh, ya, ampun! Maaf, gue nggak sengaja. Aduh, maksud gue bukan gitu." Sesekali, gadis itu bergumam sambil memukul pelan mulutnya sendiri sebagai hukuman karena telah berbicara sembarangan.
Mengedipkan matanya satu kali, Ian merasa 'tertampar' ketika mendengar ucapan Tania beberapa detik yang lalu. Ah, ternyata sosok playboy memang sudah melekat pada dirinya, bahkan Tania sekalipun mengetahuinya.
Melihat Ian yang tidak merespons, Tania semakin gundah. "Ian ..., maaf banget, serius, deh, gue nggak bermaksud ngehina atau gimana." Gadis itu melipat beberapa jari hingga menyisakan jari telunjuk dan jari tengah saja yang membentuk tanda seperti huruf 'V'.
Tak ayal, Ian sontak terkekeh kala menyaksikan ekspresi ketakutan yang tampak jelas di wajah Tania. Tidak tega melihat raut memelas tersebut, Ian pun lekas membuka suara. "Iya, iya, udah, nggak papa, kok. Gue ngerti. Ya, sebenernya, memang fakta juga, kan?"
Tawanya berangsur reda, Ian kembali ke mode seriusnya. "Tapi ..., gue juga manusia, Tan. Gue punya hati. Gue bakal ngerasa sakit hati ketika ditinggalkan sama seseorang, apalagi ... seseorang itu pura-pura nggak mengenali kita setelah apa yang udah dia perbuat."
Seperti ada makna tersirat di balik ucapan Ian barusan, Tania hanya mampu memendam suara. Rasa tidak enak hati hinggap di hatinya, kini yang ada hanyalah keheningan. Untungnya, Ian cepat menyadari bahwa Tania perlahan mengunci mulutnya, sehingga lelaki itu bisa sesegera mungkin bertindak.
"Eh, kenapa lo jadi diem gini, Tan? Gue salah ngomong, ya?" Dalam hati, Ian merutuki mulutnya yang 'sangat baik' dalam berbicara. Entahlah, lelaki itu pun tak mengerti mengapa ia sampai membuka masalah pribadi, terlebih pada orang yang baru saja dikenalnya. Baiklah, salahkan mulutnya yang refleks berbicara, kan?
"Nggak, kok, justru gue yang salah ngomong. Maaf, ya, gue udah buat lo tersinggung," ucap Tania pelan.
Tersenyum geli, Ian sengaja melontarkan candaan, mengingat Tania yang terlalu serius. "Kata siapa gue tersinggung, hem? Sok tau."
Setelah melihat ekspresi Tania yang tidak setegang tadi, Ian berusaha mengalihkan topik agar suasana kembali seperti sedia kala. "Tan, kita coba liat-liat ke sana, yuk. Kita belum liat buku yang ada di rak itu."
Mencoba melupakan kejadian tadi, Tania langsung mengiakan ajakan Ian. Tak apa, sebuah pelajaran baginya bahwa spontanitas akan berdampak baik bila dilakukan di waktu dan kondisi yang tepat. Ya, Tania harus menggarisbawahi hal itu.
Tak terasa, satu jam terlewati begitu cepat. Sempat berpencar karena mencari buku yang berbeda, Tania yang sudah terlebih dahulu selesai menentukan buku yang ingin dibelinya pun berinisiatif menghampiri Ian.
Tidak mau mengganggu aktivitas Ian yang sedang membolak-balikkan buku, Tania sengaja tidak memanggilnya, memilih berdiri di belakang punggung tegap itu. Sedikit penasaran, Tania memberanikan diri menyembulkan kepalanya untuk melihat lebih dekat terkait buku apa yang saat ini berada di genggaman Ian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Sandaranmu ✔️ [END]
RomanceSiapa yang tak membenci pengkhianatan? Lima tahun yang berujung duka nyatanya mengundang dendam. Memilih 'terlahir kembali' sebagai playboy, Drian menikmati kesehariannya dalam mencari mangsa. Sampai suatu hari, rasa segan untuk mendekat tiba-tiba m...