🪐 85 • Keputusan Bersama 🪐

70 3 0
                                    

Rencana Ian untuk menikmati hari telah sepenuhnya gagal total, permintaan kedua orang tuanya yang menjadi kendala utama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rencana Ian untuk menikmati hari telah sepenuhnya gagal total, permintaan kedua orang tuanya yang menjadi kendala utama. Ah, beberapa jam yang lalu, lelaki itu sudah memutuskan untuk keluar kamar, menghadapi semuanya dengan kepala tegak. Merasa siap, Ian hanya perlu berpura-pura tuli jika ada yang membicarakan soal kehamilan Clara. Namun, sayang sekali, untuk yang kali ini, jujur saja Ian kepikiran.

"Nikahi Clara, Ian, tunjukkan tanggung jawabmu sebagai seorang lelaki," titah Giovano.

"Udah berapa kali Ian bilang sama Papa, sih, Pa? Ian nggak ngehamilin Clara," jelas Ian.

"Ya, oke, lah, terserah mau kamu bilang kamu tidak menghamili dia atau apa, lah, itu. Tapi, apa pun alasannya, kamu harus tetap menikahi Clara," balas Giovano.

Belum sempat Ian melayangkan protes, Giovano lekas menerangkan lebih lanjut. "Sebelum kejadian buruk ini terjadi, Papa dan Pak Herman memang sudah berencana untuk menjodohkan kalian berdua. Kamu dan Clara adalah pasangan yang cocok. Tapi, sayang sekali, perbuatan kamu kemarin sudah terlalu jahat ..., tak bisa dimaafkan. Apa kamu tau? Pak Herman mengancam Papa, dia akan membangkrutkan perusahaan kita jika kamu tidak memberikan jawaban, apalagi sampai berani menolak untuk menikahi Clara."

"Ian, kamu tau sendiri betapa susahnya keluarga kita mempertahankan usaha itu. Kamu tau jatuh bangunnya mendiang kakek kamu ketika merintis perusahaan itu dari awal. Kamu tidak lupa beliau memberikan kita amanah untuk menjaganya, kan? Papa punya tanggung jawab besar, Ian. Kamu tau perusahaan itu bukan hanya sekadar perusahaan, tapi juga peninggalan yang berharga dengan berbagai makna di dalamnya," lanjutnya.

"Dan, apa kamu ingat siapa yang selama ini selalu siaga membantu perusahaan kita di masa sulit? Pak Herman, Ian! Pak Herman yang mengulurkan tangannya. Dia berjasa besar, keluarga kita berutang budi padanya." Giovano menambahkan.

Tersenyum sinis, Ian menatap remeh sang ayah. "Yakin cuma karena tanggung jawab dan utang budi, Pa? Bukannya karena ego? Bukan karena Papa yang sedang mencoba mempertahankan harga diri Papa? Ian udah bilang berjuta kali sama Papa, kan? Ian NGGAK NGE-HA-MI-LIN CLA-RA."

Tak terima dengan tuduhan tersebut, Giovano sontak menggeleng. "Kamu paham apa maksud Papa, Ian?  Sekalipun kamu tidak menghamili Clara, kamu harus tetap menikahinya."

Tersentak, Ian refleks melebarkan matanya. Apa? Ia tak menghamili Clara pun, sang ayah tetap memintanya untuk menikah? Jelas saja, ia menolak keras. "Nggak, Pa. Ian nggak bisa."

"Kenapa tidak? Kamu dan Clara sudah bersama sejak kecil. Lagi pula, Clara itu gadis yang cerdas, Ian, Papa yakin dia bisa mengimbangi kamu, menjadi pendamping yang baik untuk kamu. Jadi, tolong kamu pertimbangkan kembali. Besok adalah batas waktu keputusan kamu, Ian. Papa harap kamu mengerti. Anggaplah ini sebagai permintaan terakhir Papa, Ian. Setelah ini, Papa berjanji tidak akan minta apa-apa lagi dari kamu." Giovano memohon.

Aku Sandaranmu ✔️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang