🪐 05 • Bumi dan Saturnus 🪐

153 27 0
                                    

Deretan buku dengan berbagai genre tersusun rapi di tempatnya masing-masing, Ian dan Tania menjelajahi rak demi rak untuk menemukan buku yang diinginkan pihak gadis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Deretan buku dengan berbagai genre tersusun rapi di tempatnya masing-masing, Ian dan Tania menjelajahi rak demi rak untuk menemukan buku yang diinginkan pihak gadis. Canggung, keduanya tak pernah sekalipun berinteraksi di sepanjang perjalanan menuju kemari, bahkan sampai sekarang.

Tidak ada yang inisiatif membuka suara, Ian hanya bisa membuntuti Tania tanpa mengucap sepatah kata pun. Tugasnya sekarang hanyalah menemani Tania saja, kan? Jadi, tidak ada yang salah dengan situasi ini.

Namun, nyaris saja Ian menabrak punggung Tania karena gadis itu tiba-tiba berhenti tepat di saat dirinya memalingkan wajah untuk meneliti sekitar. Baiklah, mengapa juga ia harus panik? Sang pangeran kampus lantas mengembuskan napasnya, berusaha menjaga wibawa. Jangan sampai sesuatu yang memalukan terjadi.

Sementara itu, Tania masih betah menelusuri judul-judul buku yang sekiranya akan ia butuhkan nanti. Ah, ketemu! batinnya bersorak. Mengambil salah satu buku berwarna merah hati yang tidak terlalu tebal, juga tidak terlalu tipis, Tania tersenyum senang. Ia sempat berpikir bahwa stoknya habis karena mahasiswa lain pun pasti memburu buku tersebut.

"HAKI dan Warisan Budaya," gumam Ian, membaca tulisan besar berwarna kuning yang terletak di sampul depan buku. Dan, tentu saja, suara kecil yang masih tertangkap di telinga itu sontak membuat Tania menoleh.

"Lo ... belajar HAKI juga?" tanya Ian spontan.

Setelah mendapatkan anggukan dari Tania, Ian kembali angkat bicara. "Kalau gitu, nanti gue kasih buku gue, deh. Kebetulan, gue udah belajar HAKI di semester satu, jadi gue pernah beli bukunya ..., ya, meskipun kayaknya beda, sih, sama buku ini." Hebat sekali, Ian mendadak tergerak untuk menawarkan buku bekasnya.

"Eh, nggak usah," tolak Tania secara halus, "takutnya, nanti masih kepake."

"Nggak, kok. Nanti lo coba akurin dulu aja sama silabusnya. Kalau cocok, siapa tau bisa jadi referensi tambahan," balas Ian meyakinkan.

"Wah, beneran, nih?" Tania sedikit tidak menyangka bahwa Ian mau memberikan bukunya secara cuma-cuma. "Makasih, ya, sebelumnya."

Ian mengangguk singkat, menanggapi ucapan Tania sebelum kembali bertanya. "Ada lagi yang mau lo cari di sini?"

Tania membuka ponselnya, kemudian menatap ragu pada Ian. "Ehmm ..., udah, sih, itu aja. Kalau lo ada kelas atau mungkin ada urusan lain, lo pergi duluan aja, nggak papa. Gue masih mau di sini."

"Gue ada kelas habis ini."

Perkataan Ian kembali terngiang di telinganya, Tania enggan menganggu jam kuliah lelaki itu. Lagi pula, Tania jadi tidak leluasa untuk berburu bacaan seru lainnya jika ada orang lain yang menunggu. Ya, selain membeli buku referensi, ia berniat memboyong buku yang sekiranya menarik untuk dibaca pula. Bagi orang yang tidak suka membaca, berada di toko buku dalam waktu yang lama sangatlah membosankan. Jadi, setidaknya, Tania ingin menyelamatkan Ian dari kondisi tersebut.

Aku Sandaranmu ✔️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang