🪐 53 • Tidak Berfaedah 🪐

52 5 0
                                    

Sofi menggigit kuku jarinya, menatap cemas ke arah pintu GOR Sena

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sofi menggigit kuku jarinya, menatap cemas ke arah pintu GOR Sena. Sejak tadi, baik Ian maupun Tania belum juga memunculkan batang hidungnya. Perasaannya mendadak tidak tenang, apakah terjadi sesuatu di dalam sana? Takutnya, keadaan malah makin memburuk. "Bim, apa nggak sebaiknya kita susul mereka aja? Ini udah lama banget, loh. Sampe udah kita tinggalin makan pun mereka belum nongol juga. Aduh, gimana ini?"

Bima terdiam sejenak, memikirkan ucapan sang kekasih. Ya, Sofi ada benarnya. Waktu terus berjalan, tetapi ia sama sekali belum melihat adanya pertanda baik. Bagaimana kalau pertengkaran hebat sedang terjadi sekarang? Masalahnya, Bima juga turut andil dalam mempertemukan dua insan tersebut. Mungkinkah keputusannya untuk menjebak Ian tadi ternyata salah?

Baiklah, sepertinya ia memang harus memeriksa sendiri ke dalam daripada dihantui kegelisahan seperti ini. Namun, tampaknya rencana lelaki itu tak jadi terlaksana. Ya, baru saja Bima hendak mengiakan usulan Sofi, jika dua sosok yang sedari tadi dibicarakan tak menunjukkan dirinya. "Nah, itu mereka, Fi." Bima menghela napas lega. Ian dan Tania keluar bersamaan, itu artinya masih ada harapan bahwa hasil yang dibawa pun baik pula, kan?

"Oh, iya, iya, Bim," timpal Sofi tanpa menatap kekasih, lebih fokus mengamati Ian dan Tania yang mendekat kemari.

Sempat tegang, Bima yang menangkap adanya tangan yang saling bertautan itu pun sontak mengembangkan senyum. Kalau sampai Tania keluar dengan keadaan menangis, tak menutup kemungkinan bahwa Sofi akan membelah tubuhnya dengan gergaji, kan? Ah, tak perlu bertanya, ditilik dari ekspresi mereka saja Bima sudah bisa menyimpulkan sendiri bahwa Ian dan Tania sudah berbaik kembali.

Tak ayal, lelaki jangkung itu berniat menyambut keduanya dengan siulan, disusul dengan dehaman. "Bau-bau wajah berseri, nih," komentarnya.

Tersenyum menggoda, Bima sudah tidak tahan untuk mengeruk informasi sebanyak-banyaknya. "Cieee, yang pas masuk mukanya asem, tapi pas keluar mendadak mesem-mesem nggak jelas gitu."

"Gue liat-liat udah nempel aja, tuh, tangan. Jadi kepo, deh, sama apa yang terjadi di dalam sana," lanjutnya.

Lain halnya dengan Bima yang lebih fokus menyimpulkan bahwa hubungan Ian dan Tania membaik, Sofi malah menyoroti kontak mata mereka yang agak lain dari biasa. Bagaimana tidak, keduanya datang dengan tangan yang saling mengenggam, ditambah dengan pandangan yang saling mengunci, tak lupa dengan seulas senyum di wajah. Sungguh pemandangan yang belum pernah ia lihat dari kedua sahabatnya.

Namun, memang dasar Sofi yang mudah peka, lipatan di dahinya seketika musnah, berganti dengan raut antusias, ketika otaknya menyusun dugaan kuat terkait kecurigaannya barusan. Refleks, Sofi memekik senang.  "Aaaaa, akhirnya! Love birds in the air, yeay!" Gadis itu lantas bertepuk tangan.

"Congrats, ya, buat kalian berdua!" tambahnya, memberikan selamat.

Beralih menatap Tania penuh haru, Sofi mengungkapkan rasa bahagianya. "Ya, ampun, Tan, aku masih nggak percaya. Akhirnya, sekarang kamu bukan single lagi."

Aku Sandaranmu ✔️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang