Waktu terus bergulir, kini tiba saatnya untuk memulai babak semifinal pertandingan basket antar kampus yang hanya menyisakan empat tim terbaik, yakni Fearless Five (FF) dari Universitas Hariku, Orbit Clay (OC) dari Universitas Garuda, Rare Airstrike (RA) dari Universitas Bintang, dan tim Glorious Revolution (GR) dari Universitas Pandunegara.
Sesuai jadwal, Fearless Five melawan Glorious Revolution akan menjadi pertandingan pertama di hari ini. Di sisi lapangan, terlihat jelas bahwa Pak Raihan—pelatih tim FF—sedang gencar memberikan arahan. Lain halnya dengan teman lain yang menyimak dengan saksama, diam-diam Ian malah menyelinap ke bangku penonton. Tak heran, sosok yang hendak dihampirinya itu menampilkan raut terkejut.
"Ian?" Tania mendongak, menatap lelaki yang sudah bersiap dengan jersey bernomor punggung 09 itu. "Kok, kamu ke sini? Bukannya pertandingan udah mau mulai?" Tak sempat menyaksikan babak penyisihan kemarin, Tania menyempatkan diri untuk hadir di hari kedua ini. Ah, sebuah kabar gembira baginya ketika mendengar tim andalan kampus berhasil melaju ke babak berikutnya.
"Memang nggak boleh kalau aku ke sini?" balas Ian, tersenyum menggoda.
"Y-ya, boleh ..., tapi itu semuanya lagi pada ngumpul, loh. Kamu nggak mau ke lapangan?"
"Semangatin dulu, baru aku mau ke sana," pinta Ian, sekilas memandang ke arah teman-temannya yang sedang berembuk.
"Aduh, gerah, nih!" Sofi mengibaskan tangannya di depan wajah, berniat menggoda kedua insan yang sedang berbincang di sebelahnya. Namun, sayang, baik pihak lelaki maupun pihak gadis tak ada yang menanggapi.
Lebih fokus mendengar permintaan yang sempat terlontar, Tania spontan tertawa pelan kala mengetahui tujuan kekasihnya datang kemari. "Ya, ampun, aku kira ada apa." Beralih tersenyum manis, gadis itu bermaksud melakukan hal yang diminta Ian. "Semangat, ya ..., mainnya harus fokus. Mau menang, mau kalah, pokoknya lakuin aja yang terbaik, oke? Kamu pasti bisa." Tak lupa, Tania mengacungkan kedua jempolnya.
"Makasih," ucap Ian pelan sambil mengacak gemas rambut Tania, lantas beralih meraih kedua tangannya. Setelah jemari mereka saling bertautan, Ian tak ragu untuk mengayunkan pegangan tangan itu.
"Udah, cepetan sana, woi! Pertandingannya mau mulai, loh," ucap Sofi memberitahu.
"Iya, iya, berisik. Bentar, gue mau ngisi energi dulu, nih," timpal Ian tanpa melirik Sofi, masih betah memainkan jari tangannya dengan Tania seraya tersenyum. Tak ayal, Sofi sebagai penonton pun hanya mampu menggeleng melihat perlakuan Ian.
"Ya, udah, sana, gih, nanti kamu dicariin," peringat Tania.
"Kamu ngusir aku?" Ian sengaja menjaili Tania.
"Bukan gitu, Ian. Pertandingannya, kan, udah mau mulai. Kalau kamu masih di sini, nanti yang main siapa?"
"Biarin aja, pemain cadangan banyak, kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Sandaranmu ✔️ [END]
RomanceSiapa yang tak membenci pengkhianatan? Lima tahun yang berujung duka nyatanya mengundang dendam. Memilih 'terlahir kembali' sebagai playboy, Drian menikmati kesehariannya dalam mencari mangsa. Sampai suatu hari, rasa segan untuk mendekat tiba-tiba m...