Ian keluar dari gedung FEB dengan wajah kusut, tak ada satu pun materi yang diserapnya selama pembelajaran. Beralih menatap langit, lelaki itu menghela napas berat kala gumpalan putih yang diharapkan bisa mengenyahkan kegundahan ternyata gagal mengabulkan permintaannya. Ah, semuanya tampak serba salah sekarang.
Hal yang dilakukannya terasa sia-sia, mungkin lebih baik jika Ian mengisi waktu di tempat yang bermanfaat, seperti Ruang Nyamuk. Meskipun ia sadar betul bahwa kondisi ruang yang akan ia tempati tak akan berpengaruh terhadap suasana hati, tetapi minimal perutnya bisa mendapatkan asupan di sana.
Sayangnya, di saat Ian hendak keluar dari gerbang kampus, sosok yang sangat ingin dihindarinya justru muncul. Ya, seorang gadis berambut hitam panjang tampak berjalan ke arahnya dengan senyuman manis yang sukses mengiris hati. Ian mengepalkan tangannya, berusaha menahan diri. Gue harus ngelakuin ini, nggak ada pilihan lain. Maafin gue, batinnya.
"Ian," sapa Tania dengan raut semringah, "ini jaket lo yang kemaren."
"Makasih, ya," sambungnya.
Tak ada niatan untuk menimpali, bahkan menyahut, Ian lekas mengambil jaket putih yang disodorkan Tania tanpa mengucap sepatah kata pun. Setelah itu, Ian melewatinya begitu saja seolah-olah sang gadis adalah orang asing. Tidak ada ekspresi yang dipancarkan, yang ada hanyalah kebisuan.
Sementara Tania? Gadis itu menatap punggung Ian dengan tatapan heran. Ada apa dengan sang pangeran kampus hari ini? Mencoba berpikir positif, Tania menduga jika suasana hati Ian sedang buruk. Tak apa, Tania bisa memakluminya.
Menyadari Ian yang hendak berjalan menuju ke arah Ruang Nyamuk, Tania berinisiatif menyusul. Sebenarnya, ia baru bubar kelas, sehingga bisa menyempatkan diri mengunjungi gedung FEB yang diketahui sebagai rumahnya anak Manajemen. Niat awalnya ke sana memang ingin mencari Ian dan ternyata, mereka memang dipertemukan secara kebetulan. Setelah itu, barulah Tania berencana menyambangi Ruang Nyamuk.
Seperti biasa, gadis itu menemukan Ian yang betah duduk di area pojok. Tidak mendapati Bima maupun teman yang lain, sepertinya mereka sedang sibuk dengan urusannya masing-masing. Ada yang belum ke kampus karena kelasnya dijadwalkan nanti siang, ada pula yang memang tak pergi ke kampus karena tak mengambil mata kuliah apa pun di hari ini.
Memutuskan bergabung bersama Ian, Tania spontan mengambil posisi duduk yang berhadapan dengan lelaki itu. Melihat Ian yang masih terdiam, Tania juga ikut mengunci bibirnya, memilih mengamati sang lelaki yang tengah menyesap teh hangat. Hingga pada saat suara bariton itu muncul, Tania mendadak tersentak.
"Lain kali, lo nggak usah dateng ke sini lagi," ucap Ian tiba-tiba.
"Eh? Kenapa?" tanya Tania bingung.
"Ya ..., gue rasa nggak perlu, lah, lo maksain diri buat dateng ke tempat yang nggak lo suka. Buat apa?" Ian melirik Tania, sesekali menyesap tehnya.
Suasana berubah tegang baginya, Tania tak terbiasa dengan sikap Ian yang seperti ini. "Ehmm ..., gue nggak terpaksa, kok, Ian," ucapnya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Sandaranmu ✔️ [END]
RomanceSiapa yang tak membenci pengkhianatan? Lima tahun yang berujung duka nyatanya mengundang dendam. Memilih 'terlahir kembali' sebagai playboy, Drian menikmati kesehariannya dalam mencari mangsa. Sampai suatu hari, rasa segan untuk mendekat tiba-tiba m...