Tania? batin Teresa. Jangan heran, Teresa bisa mengenali gadis berambut hitam panjang itu akibat punya koneksi di jurusan DKV. Terkadang, ia berkunjung ke gedung FSRD demi melepas rindu pada temannya. Ya, punya minat yang berbeda membuat keduanya terpaksa berpisah tempat belajar meskipun mereka tetap kuliah di kampus yang sama.
Pernah suatu kali Teresa mendengar cerita menarik dari temannya itu terkait teknik gambar Tania yang banyak disukai. Sebatas tahu, Teresa memang tak begitu mengenal Tania. Namun, dari kabar yang beredar, sepertinya Tania adalah sosok yang jarang berinteraksi dengan sekitarnya jika memang tidak ada sesuatu yang penting. Lantas, untuk apa gadis itu ada di sini sekarang?
Masih tersulut emosi, Teresa refleks meninggikan suaranya. "Lo ngapain, sih?! Minggir, gue mau kasih pelajaran sama laki-laki nggak tau diri kayak dia!"
"Eh, jangan," larang Tania.
Sekeras apa pun Teresa mencoba melawan, maka sekeras itu pulalah Tania mencoba menahan. Sementara Ian? Lelaki itu tak berkedip sama sekali, masih mencerna kejadian yang terlampau cepat. Tania, ucapnya dalam hati. Bagaimana bisa gadis itu ada di sini? Dan, apa yang baru saja dilihatnya? Benarkah Tania menghalangi tangan Teresa agar tak sampai mendarat di pipinya?
"MINGGIR!" titah Teresa bersikeras.
Plak! Suara ringisan mulai terdengar, Tania refleks memegangi pipinya yang terasa sakit. Sontak saja, Ian yang menyaksikannya sendiri pun spontan melebarkan matanya maksimal. Dengan sigap, ia menahan lengan Tania, lantas merangkulnya agar keseimbangan tubuh gadis itu tetap terjaga.
Tidak terima dengan perbuatan Teresa, Ian sudah bersiap untuk meledakkan amarahnya saat itu juga jika saja Tania tak mencengkeram balik lengannya seraya menggeleng, pertanda bahwa gadis itu melarangnya untuk memarahi si pelaku. Sedangkan Teresa? Gadis itu tampak terkesiap dengan kedua mata yang membola, menutup mulutnya dengan kedua tangan.
"Aduh, Tan! Sorry, sorry, gue nggak sengaja," ucap Teresa. Ia sedikit merasa bersalah karena telah menampar seorang gadis yang sama sekali tak terlibat dalam masalah, bahkan tak pernah berbuat onar.
"Lagian, lo ngapain, sih, ngehalangin gue buat nampar cowok kurang ajar ini? Dia, tuh, memang pantes dihajar, tau nggak?!" Jengkel, Teresa beralih menatap sinis Ian.
"Nggak papa, kok." Tania tersenyum kecil, lantas beralih meminta Ian untuk melepaskan rangkulannya lewat kontak mata.
Berjalan satu langkah lebih dekat dengan Teresa, Tania hanya ingin meluruskan masalah. "Gue ngerti ..., lo pasti marah banget. Kalau gue yang ada di posisi lo sekarang, gue juga bakal ngerasain hal yang sama. Dan, itu wajar. Gue rasa semua perempuan di dunia ini juga nggak akan pernah ada yang mau dipermainkan."
Melihat Teresa yang tak membantah ucapannya, Tania berniat meneruskan. "Tapi ..., lo juga nggak bisa melimpahkan semua kesalahannya ke Ian." Mendengar namanya disebut, Ian sontak menatap Tania.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Sandaranmu ✔️ [END]
RomanceSiapa yang tak membenci pengkhianatan? Lima tahun yang berujung duka nyatanya mengundang dendam. Memilih 'terlahir kembali' sebagai playboy, Drian menikmati kesehariannya dalam mencari mangsa. Sampai suatu hari, rasa segan untuk mendekat tiba-tiba m...