Pintu rumahnya dibuka dengan kasar, Liana yang semula sedang duduk tenang sambil membaca majalah pun terlonjak kaget. Dilihatnya Ian yang diseret masuk oleh sang suami, wanita itu refleks menutup mulutnya.
"Sekarang, jelaskan semuanya!" bentak Giovano.
Kini, baik pihak yang terlibat maupun pihak yang menyaksikan, semuanya sudah berkumpul di rumah Giovano. Suasana berubah mencekam, Liana yang masih kebingungan itu mengamati sejenak. Mendapati banyaknya tatapan tajam yang dilayangkan untuk sang putra, akhirnya wanita itu memutuskan bertanya.
"Sayang, sebenarnya ini ada apa?" Liana bangkit berdiri. "Kok, sampai ribut-ribut? Dan, kenapa kamu sampai membentak Ian seperti itu?"
"Kamu tanyakan saja sama anak kamu yang kurang ajar ini!" balas Giovano penuh amarah.
Berniat memberitahukan perlakuan busuk Ian, Herman pun lekas memberikan titah pada putrinya. "Clara, sekarang jelaskan pada Tante Liana tentang kebejatan Ian terhadapmu."
Mengangguk pelan, Clara pun langsung melaksanakan perintah. "I-ian ... ngehamilin Clara, Tante."
Deg. Liana sontak melebarkan mata maksimal, lantas bergumam. "Apa?"
"Waktu itu, Ian mabuk, Tante. Clara juga nggak bisa berbuat apa-apa. Tapi, setelah Ian tau kalau Clara hamil, Ian malah nyuruh Clara buat secepatnya gugurin kandungin ini. Dan ..., karena Clara nggak mau nurut, tadi Ian nyulik Clara ke hotel supaya dia bisa ngelakuin 'hal itu' lagi," cicit Clara bersamaan dengan air matanya yang mengalir.
Hancur sudah! Bak disambar petir, Liana hanya mampu terduduk lemas di sofa. Meskipun Clara mengucapkannya dengan pelan, tetapi semua kata-katanya terdengar jelas. Menggeleng pelan, Liana masih menyanggah keras perbuatan anak semata wayangnya itu dalam hati. "Tidak ..., tidak mungkin. Anakku tidak mungkin melakukan itu," gumamnya.
"Ini adalah hasil test pack milik Clara. Silakan Anda lihat baik-baik." Tak ingin disangka membual, Herman sengaja menyerahkan alat pendeteksi kehamilan tersebut pada Liana sebagai bukti nyata terkait ucapan putrinya.
"Itu nggak bener, Ma. Perempuan ular ini tadi ngejebak Ian." Ian menunjuk Clara. "Ian nggak pernah berbuat apa pun apa sama dia."
"Papa kecewa sama kamu, Ian. Apa kamu sadar apa yang sudah kamu lakukan, hah?! MEMALUKAN!" hardik Giovano. Bayangkan saja, meeting yang seharusnya berjalan lancar bisa rusak dalam sekejap hanya karena perbuatan anaknya.
"Itu semua bohong, Pa!" Ian menyanggah. "Ian nggak pernah ngehamilin Clara! Dia, tuh, penipu ..., perempuan licik!"
"JAGA UCAPAN KAMU, IAN! Lancang sekali kamu berbicara seperti itu tentang Clara." Berusaha meredam emosi, Giovano menarik napas panjang. "Sekarang ... Papa ingin kamu tanggung jawab atas perbuatan kamu terhadap Clara. Nikahi dia! Berani berbuat, berani bertanggung jawab. Jadilah, laki-laki sejati, Ian!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Sandaranmu ✔️ [END]
RomanceSiapa yang tak membenci pengkhianatan? Lima tahun yang berujung duka nyatanya mengundang dendam. Memilih 'terlahir kembali' sebagai playboy, Drian menikmati kesehariannya dalam mencari mangsa. Sampai suatu hari, rasa segan untuk mendekat tiba-tiba m...