Banyak kursi kosong, Sofi berinisiatif untuk pindah posisi ke samping Bima. Ya, setelah Bobi pergi, disusul dengan Ian dan Tania pula, suasana mendadak agak sepi. Melihat Bima yang masih bergelut dengan ponselnya, Sofi mendekatkan tubuhnya ke arah sang kekasih, lantas berucap pelan. "Bim, kamu yakin ngebiarin mereka berdua?"
Atensinya teralihkan, Bima refleks menaruh benda pipih tersebut di atas meja. "Maksud kamu ... Ian sama Tania?"
Sofi mengangguk, mengiakan. "Ya, aku tau Tania nggak mungkin kepincut sama Ian, sih, tapi ... tetep aja aku khawatir."
Sofi pernah menjadi saksi bagaimana Tania menolak mentah-mentah permintaan ketua OSIS SMA mereka untuk menjalin hubungan. Waktu itu, Sofi ingin sekali berteriak 'Hah, cowok sebaik ini bisa ditolak?'. Dalam hati, ia menebak bahwa selera Tania dalam memilih pasangan sangatlah tinggi.
Bayangkan, ketua OSIS yang nyaris mendekati sempurna saja tidak masuk dalam kriteria lelaki idaman sahabatnya. Oleh sebab itu, Sofi tak sedikit pun takut maupun ragu saat mengenalkan Tania pada Ian tadi. Percayalah, ia hanya ingin Tania belajar berbaur dengan yang lain.
Namun, jangan berpikir bahwa Sofi merasa tenang-tenang saja. Gadis itu takut seandainya Ian menandai Tania sebagai sasaran selanjutnya. "Tania itu sahabat aku, Bim. Aku nggak bisa biarin Ian melampiaskan luka masa lalunya ke Tania." Ian memang sahabatnya, tetapi Tania juga sahabatnya. Dan, jika memang Sofi terpaksa dihadapkan dengan kedua pilihan tersebut, maka sudah pasti ia akan berada di pihak Tania.
Bima menghela napas panjang, berpikir sejenak. "Kamu mau tau kenapa aku biarin mereka berdua?"
Melihat Sofi yang terdiam, menunggu jawaban darinya, Bima pun lekas menyambung ucapannya. "Karena aku liat ... ada harapan di Tania."
Dahinya berkerut, Sofi berniat menyuarakan tanda tanya yang masih mengganjal di hatinya. "Maksud kamu?"
"Apa kamu tau? Waktu Ian ketemu sama Tania tadi, sifat lamanya muncul, Fi," ucap Bima serius. Sepengetahuan Bima, sebenarnya Ian payah dalam hal mendekati wanita. Namun, entah bagaimana, sejak kejadian beberapa tahun silam, Ian mendadak ahli memikat lawan jenisnya. Dan, selama kurun waktu tersebut pula, baru hari ini Bima merasa seakan-akan melihat kembali sosok Ian yang dulu.
Sofi ikut merenung, teringat akan Ian yang mendadak terdiam seribu bahasa tatkala dihadapkan dengan Tania. "Jadi ... maksud kamu, Ian itu tertarik sama Tania dalam artian yang sebenarnya?" tanyanya memastikan.
"Nggak ada yang tau, Fi. Selama ini, yang Ian pikirin cuma rasa sakit hati sama dendamnya. Udah, itu aja. Makanya, aku mau memastikan ... ini perasaan aku aja atau memang bener kalau Ian itu bersikap beda cuma sama Tania," jelas Bima. Bukan tanpa sebab, lelaki itu beropini berdasarkan fakta karena nyatanya ia sempat memergoki Ian yang betah memandangi Tania dalam senyap.
"Nggak papa, kita kasih waktu buat mereka dulu. Setelah itu, baru kita bisa liat hasilnya," lanjutnya.
Sofi mengembuskan napas pelan, kemudian mengangguk paham. Apa pun yang dikatakan Bima, semoga itu membawa dampak baik bagi keduanya. Namun, di tengah suasana serius tersebut, Sofi mendadak terperangah kala Bima mendekatkan wajah ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Sandaranmu ✔️ [END]
RomanceSiapa yang tak membenci pengkhianatan? Lima tahun yang berujung duka nyatanya mengundang dendam. Memilih 'terlahir kembali' sebagai playboy, Drian menikmati kesehariannya dalam mencari mangsa. Sampai suatu hari, rasa segan untuk mendekat tiba-tiba m...