Dilema berat di bawah rintik air yang berlomba-lomba jatuh membasahi aspal, Ian melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Ucapan Bima beberapa saat lalu terus terngiang di telinga, membuatnya berpikir tak karuan.
"Lo bersikap baik sama Clara karena lo mau menebus kesalahan lo, kan?"
"Lo ngerasa kesepian karena Tania nggak ada di samping lo. Lo kangen sama dia, kan? Lo butuh dia, kan? Lo khawatir sama dia, kan?"
Apakah yang dikatakan Bima memang benar? Belum mendapat jawaban mutlak, pikirannya menerawang pada saat Clara mendadak datang kembali ke kehidupannya, hingga gadis itu menjelaskan semua kesalahpahaman di antara mereka dan berakhir dengan dirinya yang dihantui rasa bersalah.
Namun, bayangan Tania seketika melintas di benaknya. Ah, Ian sangat merindukannya. Senyumnya, tawanya, perhatiannya, dan segala hal tentangnya. Jujur, Tania adalah alasan di balik kegalauannya belakangan ini. Ya, Tania, bukan Clara.
Biasanya, Tania-lah yang akan menenangkannya. Percayalah, berada jauh dari Tania sungguh menyiksa. Bagaimana tidak, Ian seolah-olah tak terima ketika Tania menghindarinya. Lelaki itu membenci keadaan tanpa sang kekasih. Tak heran, hari-harinya terasa suram karena didominasi oleh kekesalan yang tak beralasan.
"Bayangin aja, lebih nggak rela ngeliat Clara diambil sama cowok lain atau ... Tania diambil sama cowok lain?"
Deg. Tidak, Ian tidak ingin lelaki lain merebut Tania! Ia tak siap kehilangan gadis itu. Hingga lambat laun, Ian tersentak ketika menyadari bahwa kerikil kecil dalam hatinya berhasil tersingkirkan. Ya, sampai kapan pun, ia tak akan pernah sanggup kehilangan permatanya.
Spontan, Ian mengulas senyum di balik helm full face-nya. Akhirnya, aku dapet jawabannya, Tan. Harusnya aku yakin kalau aku memang cinta sama kamu sejak awal. Bima bener, rasa bersalah ini yang bikin aku susah buat ngeliat semuanya. Harusnya aku sadar, kalau hati aku udah sepenuhnya milik kamu. Aku kangen sama kamu, Kancilnya Aku. Tunggu aku, ya. Aku bakal nemuin kamu sekarang. I love you ..., Tania, batinnya.
Tak sabar berjumpa dengan si pencuri hatinya itu, Ian lekas menambah kecepatan motornya, berharap jarak menuju kontrakan Tania sependek penggaris lima belas sentimeter. Namun, sayang, di tengah perjalanan, kepalanya mendadak pusing. Bersamaan dengan pandangannya yang mengabur, pegangannya pada setang motor pun ikut mengendur. Hingga secara otomatis, Ian terjatuh dengan posisi berguling. Sampai akhirnya, kesadaran lelaki itu telah sepenuhnya 'terhisap'.
Beruntung, beberapa menit kemudian, mobil Bima datang dari arah yang sama. Mendapati sang sahabat yang terkapar di tengah jalan, lelaki itu lekas menolongnya. Dengan hati-hati, dipapahnya Ian menuju mobil. Setelah itu, barulah Bima melepaskan helm yang masih membungkus kepala sang lelaki.
Beralih duduk di kursi kemudi, dengan segera Bima menyetir meskipun sesekali ia juga mengomel. "Astagadragon, ini orang bener-bener sok jagoan banget. Masa dia nekat nembus hujan deras kayak gini, sih?! Udah gila!" Ah, tampaknya keputusan Bima untuk menyusul Ian sudah tepat. Terbukti, ia memang dibutuhkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Sandaranmu ✔️ [END]
RomanceSiapa yang tak membenci pengkhianatan? Lima tahun yang berujung duka nyatanya mengundang dendam. Memilih 'terlahir kembali' sebagai playboy, Drian menikmati kesehariannya dalam mencari mangsa. Sampai suatu hari, rasa segan untuk mendekat tiba-tiba m...