Bagi kebanyakan orang, hari ulang tahun adalah hari yang berharga, di mana seseorang telah lahir ke dunia pada waktu tertentu. Sisi senangnya karena umur bertambah, tetapi sisi sedihnya karena masa hidup berkurang. Teresa sebagai salah satu gadis yang menganggap bahwa ulang tahun adalah momen yang spesial pun berencana untuk membuat pesta. Tak ayal, ia menitipkan sejumlah undangan pada orang-orang terdekat, tak terkecuali Bobi-sesama anak Teknik.
"Oh, iya, tadi mantan lo nitipin ini ke gue." Bobi menyodorkan sebuah kartu berbentuk persegi panjang dengan warna putih dan merah muda yang mendominasi, tak lupa juga dengan pita emas sebagai pelengkap.
"Mantan yang mana, Bob? Si Ian, kan, mantannya tidak terhitung," celetuk Bima, sengaja berniat meledek. Dan, sesuai dugaan, Ian sempat mendelik tajam padanya sebelum menerima kartu undangan dari Bobi.
Mengabaikan ucapan Bima, Bobi lebih fokus merogoh tas ranselnya, mencari-cari undangan lainnya. "Nah, ini ada juga buat lo, Bim."
"Wah, gue juga diundang? Gila, mantan lo yang mana, nih, Ian? Kok, dia kenal gue juga? Jadi penasaran," komentar Bima, buru-buru membaca nama pengundangnya.
"Teresa?" gumam Ian.
"Astagadragon, bahaya, nih, Bob! Mana putusnya masih baru-baru ini, lagi." Bima terkekeh.
"Waduh, gue juga nggak tau, ya. Tadi bilangnya memang ngundang kita bertiga ..., tapi menurut gue, khususnya buat lo, sih, Ian." Bobi ikut tertawa. "Terus, tadi dia ngomong gini, 'Bob, bilangin Ian kalau gue berharap banget dia dateng'." Lelaki itu sengaja menirukan gaya berbicara Teresa.
"Beuh, gila nggak, tuh? Tunggu apa lagi, Ian? Langsung gas, BALIKAN!" sambungnya.
Tanpa ragu, Bima lekas menoyor kepala Bobi, membuat si korban mengaduh. "Lo gila, ya, Bim?! Sakit, Bodoh!"
"Makanya, punya otak itu dipake, Kadal! Mulut lo, tuh, nggak bisa dikontrol. Kalau nggak mau kena masalah, at least diem, lah!" omel Bima. Takut jiwa playboy Ian bangkit lagi, lelaki itu melirik takut ke arah sahabatnya yang masih membisu memandangi kartu undangan.
Kalau sampai Ian 'kembali ke setelan pabrik', Bima bersumpah akan membakar rumah Bobi! Bukan apa-apa, tetapi masalahnya perkataan lelaki itu berpotensi menghasut pikiran Ian. Jelas saja, Bima tak ingin hal tersebut terjadi, kan? "Udah, nggak ada balikan, balikan! Apa itu balikan?!"
Tak ingin obrolan mereka melebar ke mana-mana, Bima kembali memfokuskan topik. "Jadi, gimana?Kalau kalian dateng, gue juga dateng, nih." Ia beralih menatap Ian. "Lo mau dateng nggak, Ian? Kalau si Bobi, mah, nggak usah ditanya juga udah pasti dateng." Ya, keputusannya untuk pergi ke pesta ataupun tidak itu tergantung pada Ian dan Bobi.
"Nggak tau, sih, Bim," ungkap Ian, ogah-ogahan, "sebenernya gue males banget."
"Ya, elah, bilang aja lo belum move on, Ian, Ian," ejek Bobi. "Udah, lah, gue ngerti, kok, kenangan mantan memang sulit dilupakan. Pasti masih membekas banget, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Sandaranmu ✔️ [END]
RomanceSiapa yang tak membenci pengkhianatan? Lima tahun yang berujung duka nyatanya mengundang dendam. Memilih 'terlahir kembali' sebagai playboy, Drian menikmati kesehariannya dalam mencari mangsa. Sampai suatu hari, rasa segan untuk mendekat tiba-tiba m...